197
anak. Untuk lebih jelasnya, sistem motif agresi das Aggressionmotiv-System
berkembang melalui proses praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan Dengan melakukan kajian pada teori Kornadt kaitannya dengan
perkembangan motif agresi anakremaja maka dapat ditemukan beberapa hal yang menggambarkan adanya interaksionisme yaitu interaksi sosial antara orang tua
dan anak yang berkaitan dengan perkembangan motif agresi, interaksi antara komponen-komponen sistem motif agresi yakni hambatan agresi dan motif agresi
yang memiliki peranan penting bagi munculnya suatu tingkah laku agresif.
Perbandingan:
Teori Al-Ghazali dan teori Kornadt memiliki pandangan yang sama dalam hal perkembangan motif agresi kaitannya dengan praktik pengasuhan anak
interaksi individu dan lingkungan. Jelasnya, interaksi sosial menghasilkan suatu tipe tingkah laku sosial agresif dan non-agresif. Tambahan pula, keduanya
memandang adanya interaksi antara komponen-komponen sistem motif yang ada
di dalam diri seseorang interaksi dorong dan tarik, push and pull.
Al-Ghazali memberi penekanan pada hubungan sesama manusia termasuk hubungan orang tua dan anak berdasarkan ikatan yang bersifat ibadah. Ini
membawa munculnya kesadaran akan tanggung jawab sosial yang lebih kuat dibanding dengan kesadaran tanggung jawab sosial yang berdasarkan hanya pada
ikatan sosial. Namun demikian hal ini amat bergantung pada kualitas kesadaran keagamaan yang dimiliki oleh seseorang. Dalam konteks umat Islam Indonesia,
dapat dilihat dari fenomena sosial yang ada maka dapat dikatakan masih banyak umat Islam Indonesia yang berperilaku sosial yang belum mencerminkan
pengamalan ajaran Islam.
C. Orientasi Nilai Teori Al-Ghazali
Pada prinsipnya, pendidikan akhlak berorientasi pada nilai-nilai Islam dengan penekanan pada nilai ibadah, nilai akhlak dan nilai keilmuan. Kaitannya
198 dengan nilai yang mendasari, dapat dikatakan materi atau isi pendidikan konsep
pendidikan al-Ghazali agak berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh ahli pendidikan modern. Kalau dalam konsep pendidikan modern materi pendidikan
terdiri atas tiga unsur, yaitu ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai, maka baginya hanya dua unsur pokok, yakni ilmu dan nilai. Keterampilan
menurutnya hanya merupakan alat untuk memperoleh ilmu dan nilai. Misalnya keterampilan berbahasa cuma merupakan alat untuk mempelajari ilmu, dan
mendapatkan nilai. Dalam pengertian ini unsur keterampilan termasuk dalam unsur ilmu. Dimasukkannya keterampilan dalam unsur ilmu karena ia
memandang dan mengartikan ilmu dalam pengertian yang luas. Pengertian ilmu baginya tidak saja merupakan proses yang menghubungkan manusia dengan
manusia dan lingkungannya makhluk, tetapi lebih yang pokok daripada itu ialah proses yang menghubungkan makhluk dengan Khalik, dan dunia dengan akhirat.
Tujuannya tidak hanya terbatas pada kebahagiaan dunia, akan tetapi juga meliputi kebahagiaan manusia di akhirat.
Teori Kornadt
Pada prinsipnya, Kornadt memberi penekanan pada nilai-nilai kepercayaan dan budaya. Menurut Kornadt pola asuh anak amat dipengaruhi oleh nilai-nilai
budaya yang dianut keluarga. Penerimaan lingkungan masyarakat di tempat tinggal amat berperan bagi corak dan warna pola asuh anak. Ini berarti sikap dan
perlakuan orang tua terhadap anak serta sikap dan perlakuan anak terhadap orang tua, dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan sosial anak.
Perbandingan:
Penerapan nilai-nilai agama biasanya disertai dengan adanya tujuan dan harapan yang berdimensi dunia akhirat sentris sementara penerapan nilai-nilai
budaya dan kepercayaan hanya berdimensi dunia. Namun perlu dicatat bahwa untuk pencapaian tingkat penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama
memerlukan usaha-usaha yang bertahap dan biasanya mensyaratkan adanya
199 kesungguhan dan ketekunan. Ringkasnya, ditinjau secara empiris maka perlu
digabungkan kedua nilai tersebut untuk menyusun konsep pendidikan yang
aplikatif dan bermuatan kecenderungan kesadaran yang lebih melekat.
D. Peranan AmarahFrustrasi dalam Perilaku Agresif Teori Al-Ghazali