Motif biogenik, Motif dan Perkembangan Perilaku Agresif Motif

98 berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. 13 Motif adalah sumber perilaku. Terdapat dua jenis motif berdasarkan asal motif, 14 yakni:

1. Motif biogenik,

lahir dari proses fisiologik dalam tubuh yang bekerja mempertahankan ekuilibrium dalam tubuh hingga batas-batas tertentu. Proses ini disebut “homeostatis”. 2. Motif sosiogenik, timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk karena proses interaksi sosial, nilai-nilai sosial, dan pranata-pranata. Pada dasarnya, motivasi adalah suatu construct, atau suatu ide yang digunakan oleh para psikolog dan ilmuwan lainnya untuk menjelaskan variasi- variasi dalam suatu tingkah laku yang secara tidak nyata diakibatkan oleh situasi yang tersedia 15 Morgan mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong tingkah laku yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Dalam hal ini motivasi memiliki 3 aspek, yaitu 1 dorongan yang ada dalam diri organisme, 2 tingkah laku yang dimunculkan dan diarahkan oleh dorongan tersebut, serta 3 tujuan yang akan dicapai oleh tingkah laku tersebut. 16 Pada umumnya, motivasi didefinisikan sebagai “pengontrol” tingkah laku the control of behavior; yang merupakan proses dimana tingkah laku diaktifkan dan diarahkan kepada suatu tujuan tertentu. 17 13 Lihat M. Sherif C.W Sherif dalam Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta : Balai Pustaka. 2002, hal. 45 14 Lihat M. Sherif C.W Sherif dalam Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta : Balai Pustaka. 2002, hal. 46 15 Atwater, E., Psychology of Adjustment, Seconnd Edition, USA : Printice-Hall, Inc, 1983, hal. 23. 16 Morgan, Clifford T . , Richard King Nancy Robinson. Introduction to psychology. Tokyo : McGraw-Hill Book Co.1984, hal. 222-223. 17 Buck, R. Human Motivation and Emotion. Second Edition. USA. Jhon Wiley Sons, Inc, 1988, hal.5 99 Sementara itu, para tokoh interaksionis memandang motivasi sebagai suatu potensi untuk mengaktifkan dan mengarahkan tingkah laku yang mana sudah menjadi bagian dalam sistem kontrol tingkah laku. 18 Atkinson 19 menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan yang mampu memunculkan kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku sebagai upaya mencapai suatu tujuan. Sementara Carlson mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan pendorong yang menggerakkan manusia melakukan suatu tindakan khusus; Secara lebih khusus lagi, motivasi adalah suatu kecenderungan untuk memunculkan suatu bentuk tingkah laku yang menyebabkan seseorang melakukan kontak dengan suatu stimulus yang menarik baginya reinforcer, atau justru menghindar dari suatu stimulus yang tidak menarik baginya punisher. 20 Selain itu, motivasi juga didefinisikan sebagai suatu proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung namun dapat mengaktifkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku. 21 Para psikolog mempertanyakan apakah motivasi selalu datang dari dalam diri sebagaimana pandangan teori dorongan the drive theory apakah muncul karena rangsangan eksternal. Menurut Atwater, kekuatan-kekuatan yang ada di dalam diri the inner forces adalah aspek dorong dari motivasi the push aspects dan pengaruh lingkungan the environmental influences adalah aspek tarik the pull aspectsdari motivasi. 22 Atwater juga mengemukakan bahwa berdasarkan klasifikasi populer, motif dibedakan atas motif primer dan motif sekunder. Motif primer adalah motif 18 Buck, R. Human Motivation and Emotion. Second Edition. USA. Jhon Wiley Sons, Inc, 1988, hal.5 19 Atkinson, J.W. ed. An Inteoduction to Motivation. Princeton : d. Van Nostraand Company. Inc. 1964, hal.20. 20 Carlson, N.R. Discovering Psvchology. USA : Allyn and Bacon, Inc, 1988, hal.358. 21 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992, hal. 362. 22 Atwater, E., Psychology of Adjustment, Seconnd Edition, USA : Printice-Hall, Inc, 1983, hal. 25 100 bawaan lahir sedangkan motif sekunder adalah motif yang diperoleh melalui proses belajar. 23 Para psikolog memandang tingkah laku terbentuk oleh insentif. Insentif adalah obyek atau kondisi dilingkungan yang “menarik” atau “menolak” kita. Gelar sarjana dan pekerjaan yang menjanjikan merupakan insentif positif yang menarik kita mencapai obyek-obyek tersebut. Kesepian dan kegagalan adalah insentif negatif yang menolak kita sehingga kita melakukan tindakan menghindaar dari obyek-obyek tersebut. Dalam kaitan dengan tingkah laku, terdapat beberapa teori motivasi yang berbeda. Drive Theory, yaitu suatu teori motivasi yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia pada dsarnya “didorong” dari dalam oleh kekuatan- kekuatan yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan biologis yang mendasar seperti kebutuhan akan makanan, air dan oksigen dalam Baron. 24 Jadi, teori ini menghubungkan motivasi dengan prinsip homeostatis. Sedangkan Expectancy Theory, yaitu suatu teori motivasi yang menjelaskan bahwa tingkah laku manusia pada dasarnya “ditarik” dari luar oleh harapan-harapan manusia untuk memperoleh akibat-akibat yang diinginkannya. Ini berarti bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh harapannya bahwa tindakannya sekarang akan menghasilkan akibat-akibat yang bervariasi di kemudian hari. Akibat-akibat yang diinginkan dari melakukan suatu tingkah laku disebut sebagai insentif. Teori ini melibatkan peranan besar komponen kognisi yang akan menjawab tentang apa yang akan dipikirkan atau dipersepsikan tentang suatu obyek. Dengan demikian, teori ini menggunakan pendekatan kognitif menurut Baron 25 . 23 Atwater, E., Psychology of Adjustment, Seconnd Edition, USA : Printice-Hall, Inc, 1983, hal. 25 24 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992, hal. 363. 25 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992, hal. 365. 101 Setiap tingkah laku yang dimunculkan, yang dipertahankan dan diarahkan kepada suatu tujuan disebut tingkah laku termotivasi. 26 Sebagian besar para ahli psikologi percaya bahwa tingkah laku agresif adalah suatu tingkah laku termotivasi. Hal ini disebabkan oleh adanya rangkaian rangsangan eksternal yang mengakibatkan munculnya agresi. Dengan perkataan lain, tingkah laku agresif seseorang lebih sering ditarik keluar oleh kekuatan biologis. 27 Ini bukan berarti bahwa agresi tidak mempunyai dasar biologis atau genetik melainkan memperlihatkan bahwa tingkah laku agresi lebih berasal dari faktor-faktor lingkungan sosial. Motivasi agresif yaitu hasrat untuk mendatangkan bahaya pada makhluk lain, memainkan peranan yang sangat umum didalam berbagai peristiwa agresi yang muncul dalam bentuk-bentuk nyata dimana tingkah laku diarahkan kepada tujuan untuk melukai mahluk lain yang berupaya untuk menghindari perlakuan agresif tersebut. Faktor-faktor utama penyebab motivasi agresif adalah frustrasi, provokasi langsung dari pihak lain, dan afeksi negatif yang kesemuanya disebabkan oleh kondisi-kondisi situasional. 28 Perkembangan Perilaku Agresif Definisi Agresi dari Berbagai Sudut Pandang. Para ahli di bidang agresi berpendapat bahwa agresi adalah tingkah laku yang mempunyai potensi untuk melukai secara fisik atau merusak sesuatu yang dimiliki orang lain. 29 Dalam pengertian yang 26 Bootzin R.R. et al. Psychology Today an Introduction. Sixth Edition. USA. Radom House, Inc, 1986. hal. 299; Desiderato, O. et al. Investigating behavior principles of psychology, USA: Harper Row, Publishers, Inc, 1976, hal. 329 27 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992, hal. 378. 28 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992, hal.379. 29 Berkowitz, L. Aggression a Social Psychological Analysis. New York : McGraw-Hill, Inc, 1962; Berkowitz, L. The Concept of Aggressive Drive. In : L. Berkowitz Ed. Advances in Experimental Social psychology. Vol. 2. New York ; Academic press,1965; Feshbach, S. Aggrassion. In : P.H. Mussen ed. Carmichael’s Manual of Child Psychology. Vol. 2. New York : 102 lebih luas, agresi mencakup tingkah laku melanggar tabu dan hukum yang berlaku dan menolak konsensus kelompok. 30 Agresi sebagai suatu Naluri. Freud berpendapat bahwa agresi adalah suatu naluri dasar yakni suatu komponen dasar dari sifat manusia yaitu menggambarkan Thanatos atau naluri kematian death instinct sebagai suatu faktor yang bertanggung jawab atas munculnya energi agresif pada semua manusia.. 31 Di samping itu, Freud mempertahankan suatu pandangan “hydraulic” mengenai agresi yaitu rasa permusuhan hostile yang merupakan energi agresif akan meningkat dan mengumpul sampai pada suatu titik kritis yang kemudian akan ditumpahkan melalui beberapa bentuk tindakan kekerasan seperti perbuatan merusak. 32 Ahli Etologi, Konrad Lorenz menggambarkan agresi sebagai suatu naluri berkelahi fighting instinct yang dipicu oleh isyarat dari lingkungan yang dapat “merangsang reaksi” 1966, 1974 dalam Feld. 33 Dalam bukunya “African Genesis”, Robert Ardrey telah melangkah sedemikian jauh dengan menyatakan secara tidak langsung bahwa umat manusia “adalah predator yang naluri alamiahnya adalah membunuh dengan senjata” 1967 dalam Shaffer. 34 Sekalipun ada beberapa perbedaan penting antara pandangan psikoanalisis dan etologi mengenai agresi, kedua aliran pemikiran itu berpendapat bahwa tingkah laku Jhon Wiley Sons, Inc. 1970; Bandura, A. H. R. Walters, Social Learning and Personality Development. New York : Holt, Rinehart Winson, Inc, 1963; Bandura, A. Aggression a Social Learning Analisis. Englewood : Printice-Hall, Inc, 1973. 30 Kornatd, H. J. L. H. Eckensberger W. B. Emminghaus. Crosscultural Research On Motivation And Its Contribution To A General Theory Of Motivation. Beston : Allyn and Bacon. 1980. 31 Hjelle, L.A. Personality Theories. Third Edition. Singapore: McGraw Hill, Inc. 1992, hal.92. 32 Shaffer, Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal.326 33 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Second Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal.670. 34 Shaffer. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal.326. 103 agresif merupakan hasil dari kecenderungan bawaan lahir untuk melakukan tindakan kekerasan violence. Pandangan Behaviorist tentang Agresi. Kebanyakan ahli ilmu perilaku maupun ahli teori belajar menolak penjelasan naluriah untuk tindakan kekerasan dan perusakan. Mereka menganggap bahwa agresi manusia lebih merupakan suatu kategori tingkah laku tertentu yang digerakkan oleh tujuan dari dalam diri goal-driven behavior dalam Shaffer. 35 Di antara berbagai definisi “behavioral” mengenai agresi yang paling sering dikutip adalah definisi dari Arnold Buss yang mendefinisikan agresi sebagai setiap respon atau tingkah laku yang mendatangkan rangsangan berbahaya kepada organisme lain dalam Durkin 36 dan di dalam Shaffer. 37 Definisi Bruss lebih menekankan “akibat-akibat” dari suatu tindakan daripada “maksud” atau kesengajaan dari pelaku. Oleh karena itu, menurut Buss, setiap tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau kesusahanpenderitaan kepada makhluk lain harus dianggap tingkah laku agresif. 38 Dalam pola hubungan antara “akibat” dan “maksud”, para behaviorist mengandalkan “definisi kesengajaan dari agresi” yang mengandung arti bahwa agresi adalah setiap bentuk tingkah laku yang dimaksudkan untuk merugikan atau melukai mahluk lain di mana mahluk lain itu termotivasi untuk menghindari perlakuan semacam itu. 39 35 Shaffer. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal.326. 36 Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal.393 37 Shaffer, D. R. Developmental psichology. Second Edition. USA: Wadsworth, Inc. 1989, hal.511. 38 Shaffer. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal.327 39 Baron, R.A. Psychology. Second Edition. USA : Allyn Bacon A Division of Schuster, Inc, 1992; Shaffer, D. R. Developmental psichology. Second Edition. USA: Wadsworth, Inc. 1989, hal.511. 104 Agresi sebagai Suatu Penilaian Sosial. Bandura 40 mengajukan argumen yang meyakinkan bahwa “agresi” sebenarnya hanyalah suatu “label sosial” yang diberikan oleh kebanyakan orang. Penafsiran seseorang tentang apakah tindakan tersebut dapat digolongkan agresif atau non-agresif tergantung pada berbagai faktor sosial, perorangan maupun situasional. Menembak seekor rusa dapat dilihat sebagai jauh lebih keras dan agresif oleh seorang pecinta binatang dibandingkan oleh seorang pemakan daging yang mempunyai kartu anggota Perhimpunan Penembak Nasional, Pergulatan di antara anak-anak mungkin sekali diberi label agresif kalau seseorang terluka dalam proses itu. 41 Ringkasnya, agresi dalam arti luas adalah suatu penilaian sosial yang dibuat untuk tingkah laku yang kita amati dan alami yang dianggap menyakitkan atau merusak. Pandangan Psikoanalisis Freud memandang bahwa energi yang berasal dari makanan senantiasa diubah menjadi energi agresif. Dorongan-dorongan agresif ini harus diekspresikan secara periodik untuk mencegah agar tidak membubung semakin tinggi sampai ke tingkah yang membahayakan. Dengan perkataan lain, Freud mengajukan hipotesis katarsis yang menyatakan bahwa dorongan-dorongan agresif adalah berkurang bilamana orang melakukan tindakan agresif. 42 Selain itu, Freud menjelaskan bahwa energi agresif dapat ditumpahkan dengan cara yang bisa diterima masyarakat yaitu melalui kerja keras atau olah raga, dan dengan cara yang kurang diterima masyarakat seperti menghina orang lain agresi verbal, berkelahi atau merusak barang orang lain agresi fisik. 43 Pendapat Freud yang menarik ialah bahwa dorongan-dorongan agresif kadang- 40 Bandura, A. H. R. Walters, Social Learning and Personality Development. New York : Holt, Rinehart Winson, Inc, 1963 41 Shaffer. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal.328. 42 Shaffer, D. R. Developmental psichology. Second Edition. USA: Wadsworth, Inc. 1989, hal.517. 43 Shaffer, D.R,. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 328; Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw- Hall Publishing Company. 1990, hal. 670 105 kadang ditujukan kepada diri sendiri, yang mengakibatkan suatu bentuk penghukuman-diri, merusak tubuh sendiri, atau bahkan bunuh diri. Para ahli teori psikoanalisis kontemporer tetap berpikir mengenai agresi sebagai suatu dorongan naluriah instinctual drive tetapi menolak pendapat Freud bahwa seseorang manusia mempunyai suatu naluri kematian yang tertuju pada diri sendiri. Menurut mereka, suatu kecenderungan naluriah untuk melakukan agresi terjadi apabila seseorang mengalami frustrasi dalam usaha memenuhi kebutuhan atau menghadapi suatu ancaman lain yang menghalangi berfungsinya ego dalam Feshbach 44 dan dalam Shaffer. 45 Dengan cara pandang seperti itu, dorongan- dorongan agresif bersifat adaptif. Sehubungan dengan itu, mereka berpendapat bahwa dorongan-dorongan agresif membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya, sehingga berguna untuk memperkembangkan kehidupan dan bukan menghancurkan diri. Pandangan Etologi. Konrad Lorenz mengajukan argumen bahwa manusia dan binatang mempunyai suatu basic fighting instinct yang ditujukan terhadap anggota dari spesies yang sama Konrad 1996 dalam Shaffer, 46 dan dalam Feldman. 47 Lorenz juga berpendapat bahwa naluri agresif memberikan sumbangan yang besar bagi adaptasi, evolusi dan kelangsungan hidup serta memajukan persaingan yang menurutnya penting bagi seleksi alamiah 1966 dalam Middlebrook. 48 Naluri agresif mempunyai fungsi yang penting untuk 44 Feshbach, S. Aggrassion. In : P.H. Mussen ed. Carmichael’s Manual of Child Psychology. Vol. 2. New York : Jhon Wiley Sons, Inc. 1970 45 Shaffer, 1994. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 328. 46 Shaffer, 1994. Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 328. 47 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal. 670. 48 Middlebrook, P. N. Social Psychology and modern life. New York : Alfred A Knopf. 1980, hal. 280 106 melindungi daerahnya dari serangan musuh, mempertahankan anak dalam hubungannya dengan seleksi kekuatan alami serta reproduksi. Seperti para ahli teori psikoanalisis, Lorenz memandang agresi sebagai suatu sistem hidrolik yang membangkitkan energinya sendiri. Lorenz juga berpendapat bahwa dorongan-dorongan agresif terus mengumpul sampai diredakan oleh suatu rangsangan pereda releasing stimuli yang tepat, proses ini dikenal dengan konsep katarsis. Ini menunjukkan bahwa model Freudian dan etologis tentang agresi memberi penekanan pada pentingnya katarsis menurut Carlson. 49 Tambahan pula, menurut Lorenz, manusia membunuh para anggota spesiesnya sendiri sebab naluri agresifnya kurang terkendali. Tidak adanya hambatan agresi dan berkembangnya senjata-senjata pemusnah massal akhir- akhir ini, menyajikan suatu tantangan penting bagi Shaffer. 50 Ardrey memandang agresi sebagai suatu akibat dari kekuatan-kekuatan pembawaan lahir innate forces yang mana kekuatan-kekuatan dimaksud merupakan produk dari adaptasi evolusioner pada tahun1970 dalam Durkin. 51 Pandangan Teori Frustrasi – Agresi. Dollard dkk mengajukan pendapat bahwa agresi tidak disebabkan oleh naluri tetapi oleh frustrasi. 52 Mereka mengajukan hipotesis frustrasi-agresi yang menganggap bahwa frustrasi selalu mengarahkan kepada beberapa bentuk tingkah laku agresif dan tingkah laku agresif selalu merupakan akibat dari berbagai macam fustrasi dalam 49 Carlson, N.R. Discovering Psvchology. USA : Allyn and Bacon, Inc, 1988,hal 485. 50 Shaffer, DR, Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 330 51 Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal.398. 52 Lihat Dollard Dkk dalam Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal.401. 107 Feldman. 53 Dollard mendefinisikan frustrasi sebagai hambatan terhadap setiap bentuk tingkah laku yang mengarah pada pencapaian tujuan. 54 Berdasarkan observasi yang dilakukan, Sears dan Feshbach menemukan adanya hubungan antara frustrasi dan kemarahan. Anak-anak yang marah cenderung melampiaskan kemarahannya dengan memukuli anggota tubuhnya sendiri secara sembarangan, dan seringkali menyerang orang lain, binatang, atau benda-benda mati dalam proses itu. Pengamatan ini menyebabkan Sears dan Feshbach menarik kesimpulan bahwa selama dua tahun pertama kehidupan seseorang, “frustrasi menghasilkan rangsangan untuk memukul ketimbang menyakiti to hit rather than to hurt” dalam Shaffer. 55 Sears percaya bahwa seorang anak belajar menyerang pembuat frustrasi frustrator ketika ia menemukan bahwa serangan itu meringankan frustrasi. 56 Tetapi serangan itu mempunyai akibat lain yang penting: serangan itu menghasilkan pertanda kesakitan dan penderitaan yang dirasakan pembuat frustrasi. Kalau anak itu menghubungkan kesakitan pembuat frustrasi dengan akibat-akibat positif yang timbul dari dihilangkannya frustrasi, isyarat-isyarat kesakitan akan menjadi ciri dari penguat kedua, dan si anak akan mempunyai suatu motif untuk menyakiti orang lain dorongan agresi-permusuhan. Revisi Berkowitz terhadap Hipotesis Frustrasi-Agresi . Seperti Robert Sears, Berkowitz percaya bahwa frustrasi hanya menimbulkan suatu “kesediaan” readiness untuk melakukan tindakan agresif, yang dapat kita anggap sebagai 53 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal. 671. 54 Bootzin R.R. et al. Psychology Today an Introduction. Sixth Edition. USA. Radom House, Inc, 1986, hal.65 55 Shaffer, D. R. Developmental psichology. Second Edition. USA: Wadsworth, Inc. 1989, hal. 331. 56 Shaffer, D. R. Developmental psichology. Second Edition. USA: Wadsworth, Inc. 1989, hal. 331. 108 kemarahan dalam Plotnik 57 ; dan dalam Feldman. 58 Tetapi, ia menambahkan bahwa sebab-sebab lain yang berbeda, misalnya serangan oleh seseorang lain dan kebiasaan agresif yang sebelumnya telah diperoleh, juga dapat meningkatkan “kesediaan” orang untuk melakukan agresi. Akhirnya, Berkowitz mengemukakan bahwa seorang yang sedang marah, yang dalam keadaan “bersedia untuk melakukan agresi”, tidak harus selalu melakukan suatu tingkah laku agresif. Teori Berkowitz membuat pernyataan bahwa isyarat agresif agressive cues harus ada sebelum suatu tindak agresi akan terjadi dalam Feldman. 59 Namun kemudian Berkowitz agak mengubah pandangannya untuk memberi kemungkinan bahwa seseorang yang sangat marah dapat bertingkah laku agrseif sekalipun isyarat-isyarat agresif tidak ada. 60 Secara keseluruhan, hipotesis frustrasi-agresi yang telah direvisi oleh Berkowitz memandang tingkah laku agresif bersumber dari suatu kombinasi dorongan-dorongan internal dan stimuli eksternal. 61 Pandangan Teori Belajar. Para ahli teori belajar menekankan pada bagaimana kondisi lingkungan dan sosial dapat “mengajarkan” individu-individu menjadi agresif. Agresi tidak dianggap sebagai suatu yang tidak dapat dihindari, melainkan dianggap sebagai suatu respon yang dipelajari yang dapat dimengerti berkenaan dengan hadiah dan hukuman. 62 Pandangan teori belajar lebih 57 Plotnik, R. Mollenauer, S. Introduction to psychology. USA: Newberry Award Records, Inc. 1986, hal. 597. 58 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal. 672. 59 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal. 672. 60 Shaffer, DR, Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 332. 61 Shaffer, D.R, Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 333. 62 Feldman. R. S. Understanding Psychology. Scond Edition. USA : McGraw-Hall Publishing Company. 1990, hal. 672. 109 menekankan faktor eksternal atau situasional seperti penguatan reinforcement. Proses belajar merupakan fungsi dari luar yang mempengaruhi tingkah laku. Fungsi dari luar dalam arti rangsangan eksternal adalah lingkungan atau pengalaman. Pandangan proses belajar melalui kondisioning klasik yang dipelopori oleh Pavlov menjelaskan bahwa penguatan yang dilakukan berulang kali akan menghasikan respon atau tingkah laku. Berdasarkan teori belajar tersebut, maka faktor latihan atau pemberian rangsang berulang kali dan disertai penguatan merupakan hal yang mendasar dalam pembentukan tingkah laku. Law of effect Thorndike menyatakan bahwa tingkah laku yang mendatangkan kepuasan cenderung akan diulang dan tingkah laku yang mendatangkan kekecewaan cenderung akan tidak diulang pada tahun 1913 dalam Achenbach. 63 Pernyataan ini menjelaskan bahwa tingkah laku agresif yang mendatangkan hadiah cenderung diulang. Dalam kaitan dengan kehidupan manusia, penguatan pada tingkah laku manusia melibatkan penerimaan atau kasih sayang. Skinner dengan operant-conditioningnya menekankan pada pentingnya tingkah laku agresif yang menimbulkan penguatan sehingga terbentuk antara tingkah laku agresif dengan hadiah. Artinya individu akan cenderung mengulangi tingkah laku agresifnya apabila tingkah laku agresif tersebut “mendatangkan hadiah” misalnya pujian. 64 Teori Belajar Sosial. Dalam usaha menjelaskan agresi manusia, para ahli teori sosial belajar menolak penjelasan dengan menggunakan terminologi biologis dan dorongan-dorongan drives, mereka lebih optimis dengan penekanan prinsipal pada sebab-sebab lingkungan environmental causes – 63 Achenbach, T.M. Developmental psychopathology. Second Edition. New York : Jhon Wiley Sons, Inc, 1982, hal. 330. 64 Plotnik, R. Mollenauer, S. Introduction to psychology. USA: Newberry Award Records, Inc. 1986, hal. 183. 110 faktor-faktor yang dapat dimodifikasi. 65 Teori Bandura merupakan model pertama yang menekankan pengaruh kognitif pada agresi yakni melalui pengamatan dan pengertian. 66 Teori itu memperlakukan agresi sebagai suatu jenis tingkah laku sosial yang diperoleh lewat proses yang sama sebagaimana jenis tingkah laku yang lain. Selain, memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang menimbulkan agresi, Bandura dkk juga menjelaskan bagaimana tingkah laku agresif diperoleh dan dipertahankan. 67 Menurut Bandura, tingkah laku agresif diperoleh melalui dua cara. 68 Metoda pertama dan terpenting adalah belajar lewat pengamatan observational learning yaitu suatu proses kognitif dimana anak-anak hadir dan mengingat tingkah laku agresif yang mereka lihat diakukan oleh anak-anak lain. Dari hasil eksperimen, Bandura menjelaskan bahwa anak-anak yang menyaksikan seorang model dewasa memukuli suatu boneka Bobo tampak jelas mempelajari tingkah laku agresif yang mereka amati dan selanjutnya mereka akan melakukan tindakan yang sama terhadap boneka Bobo – selama mereka tidak melihat model itu dihukum karena agresi tersebut. 69 Adapun metode kedua adalah melalui pengalaman langsung direct experience. Anak yang memperoleh penguatan reinforcement untuk tingkah laku agresifnya, akan lebih mungkin melakukan agresi di masa datang. Dari hasil penelitian oleh Ivar Lovaas ditemukan bahwa anak-anak yang diberi “penguatan” untuk satu jenis agresi menjadi lebih bersediaberkeinginan untuk 65 Lihat Bandura dan Eron dalam Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal. 403. 66 Shaffer, D.R,Social Personallity Development. Third Edition. USA : Wadsworth, Inc, 1994, hal. 333. 67 Plotnik, R. Mollenauer, S. Introduction to psychology. USA: Newberry Award Records, Inc. 1986, hal. 594. 68 Shaffer, D. R.. Social Personallity Development. Third Edition. USA:Wadsworth, Inc, 1994, hal. 333 69 Plotnik, R. Mollenauer, S. Introduction to psychology. USA: Newberry Award Records, Inc. 1986, hal. 594. 111 memperlihatkan bentuk-bentuk agresi yang lain yang mungkin tidak berhubungan di kemudian hari. 70 Sementara itu, dalam suatu eksperimen, Slaby dan Crowley menemukan bahwa penguatan agresi verbal tidak hanya meningkatkan kemungkinan bahwa agresi verbal seorang anak akan diikuti oleh agresi fisik. 71 Secara keseluruhan, Bandura menyatakan bahwa kebiasaan agresi seringkali dipertahankan terus, sebab kebiasaan itu 1 merupakan sarana bagi terpenuhinya tujuan-tujuan non-agresif, 2 berguna sebagai sarana untuk mengakhiri tingkah laku orang lain yang berbahaya, 3 secara sosial diberi dukungan oleh teman sebaya yang agresif, dan 4 secara intrinsik menguntungkan pelaku agresi. Tambahan pula, menurut Bandura ada tiga sumber tingkah laku agresif yaitu 1 agresi yang dicontohkan dalam keluarga, 2 subkultur di lingkungan mana seseorang hidup, dan 3 media massa.. 72

C. Praktik Pengasuhan Anak Child Rearing Practices