Teori Kornadt tentang Sistem Motif Agresi Teori Motivasi tentang Agresi dari Kornadt

162 BAB VI TEORI KORNADT TENTANG AGRESI BERDASARKAN TEORI MOTIVASI

A. Teori Kornadt tentang Sistem Motif Agresi Teori Motivasi tentang Agresi dari Kornadt

Pengertian motif di sini adalah suatu penggerak untuk bertindak yang ada dalam di dalam diri seseorang. Motif adalah faktor yang mempunyai efek mengaktifkan, meningkatkan dan mengarahkan tingkah laku kepada tujuan. 1 Menurut Kornadt 1981 2 , setiap orang mempunyai motif agresi yaitu suatu kecenderungan untuk bertindak agresif. Dalam pandangan Kornadt, motif agresi merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen pendekat motif agresi dan komponen penghindar hambatan agresi, yang keseluruhannya merupakan suatu sistem motif agresi. Pandangan Kornadt tentang sisrem motif agresi sejalan dengan pandangan Atkinson. 3 1 Lihat Ponpon Harahap, Sistem Motif Agresif : Studi mengenai pembentukan sistem motif agresi pada remaja Batak toba di tempat asal dan di Jakarta sebagai implikasi pengaruh adat dalam praktik pengasuhan anak. Disertasi. Bandung ; Unisversitas Padjajaran. 1987 2 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981 3 Atkinson, J.W. ed. An Introduction to Motivation. Princeton:Van Nostraand Company. Inc. 1964 163 Pemikiran Kornadt mengenai sistem motif agresi adalah mengambil formula dari Atkinson 4 yang merumuskan bahwa motivasi untuk suatu tindakan berprestasi dilihat sebagai suatu fungsi dari dua komponen motivasi: motif pendekat approach motive dan motif penghindar avoidance motive. Berangkat dari asumsi yang sama dengan Atkinson, Kornadt berasumsi bahwa motif agresi sebagai suatu sistem terdiri dari dua komponen yaitu motif agresi aggressions motiv sebagai komponen pendekat dan hambatan agresi aggressionshemmung sebagai komponen penghindar. Kedua komponen tersebut merupakan suatu disposisi yang ada dalam diri seseorang. Sehubungan dengan itu, maka Kornadt menyatakan bahwa motif agresi sebagai suatu sistem terdiri dari dua komponen yaitu komponen pendekat motif agresi dan komponen penghindar hambatan agresi. Tetapi motif agresi ini tidak akan selalu tampil dalam bentuk tingkah laku agresif, karena dipengaruhi oleh hambatan agresi serta situasi lingkungan yang merangsang timbulnya agresi. 5 Kornadt mengatakan bahwa pembentukan motif agresi merupakan hasil dari praktik pengasuhan anak. Dengan perkataan lain, motif agresi anak berkembang sejalan dengan perlakuan yang di dapat dari praktik pengasuhan anak. Untuk lebih jelasnya, sistem motif agresi das Aggressionmotiv-System berkembang melalui proses praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan penggugahan agresi, seperti melalui proses belajar, meniru, pembentukkan struktur kognitif, reaksi–reaksi emosional dan kondisioning. 6 Teori motivasi mengenai agresi dari Kornadt, memandang agresi sebagai suatu construct yang secara teoretis sebagai suatu motif yang selanjutnya disebut sebagai sistem motif agresi. Kornadt juga berpendapat bahwa di dalam kedua 4 Atkinson, J.W. ed. An Introduction to Motivation. Princeton :Van Nostraand Company. Inc. 1964 5 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981b, hal. 8. 6 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981b, hal. 10 164 komponen sistem motif agresi dimaksud terdapat sejumlah elemen yang mendasarinya, seperti derajat ambang rasa marah, toleransi terhadap frustrasi, sikap terhadap agresi, pola atribusi, harapan–harapan akan keberhasilan kesenangan, tujuan–tujuan yang umum dan nilai–nilai nilai budaya. Sebagai contoh, derajat ambang rasa marah yang telah melampaui titik ambang pertahanan, maka tingkah laku agresif akan muncul; ketidakmampuan untuk toleransi terhadap frustrasi akan memunculkan tingkah laku agresif; harapan akan memperoleh sesuatu yang diinginkan dari suatu perilaku yang agresif justru akan memunculkan tingkah laku tersebut menjadi nyata overt behavior; dan nilai- nilai yang mendasari pengamatan dan penilaian juga dapat mempengaruhi pemunculan tindakan agresif. 7 Hambatan agresi sebagai komponen penghindar avoidance component dari sistem motif agresi dapat dipandang sebagai faktor yang menghambat agresivitas. Pada remaja yang tidak mampu bertindak agresif dalam menghadapi tantangan yang mengganggunya berarti mempunyai hambatan agresi yang lebih besar daripada motif agresi. Sehubungan dengan itu, Kornadt menyatakan bahwa motif untuk bertindak agresif secara spesifik merupakan fungsi motif agresi dikurangi hambatan agresi. Dan motif agresi baru dapat terlihat sebagai fenomena tingkah laku apabila ada situasi yang mengundang ke arah munculnya bentuk tingkah laku tersebut. Motif agresi merupakan salah satu aspek kepribadian sehingga perkembangannya pun secara bertahap mengikuti proses perkembangan kepribadian. 8 Kornadt melihat adanya beberapa kekurangan didalam penelitian yang menyangkut masalah agresi, terutama mengenai teori agresi yang dipergunakan. 7 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981b, hal. 10-14 8 Kornadt, H.J. Toward a Motivation Theory of Aggression and Aggression Inhibition: Some considerations about an aggression motive and their application to TAT and chatarsis, In: de Wit J Hartup, WW, Determinant, and origins of aggressive behavior, Mouton The Hague 1974. 165 Kelemahan itu antara lain : 9 1 Pemakaian pendekatan teoretis yang berbeda-beda yang mengakibatkan adanya ketidakjelasan mengenai faktor-faktor apa saja yang diperlukan atau termasuk di dalam suatu tindakan agresi. Dan juga ketidakjelasan tentang faktor-faktor apa yang menyebabkan, menstabilkan dan menghentikan suatu tindakan agresi. 2 Pembahasan yang memakai kerangka berpikir teoretis yang berbeda dan kadang-kadang saling bertentangan, yang menyebabkan kebanykan peneliti hanya menguasai sebagian kecil mengenai tingkah laku agresif, padahal umumnya setiap ahli membicarakan agresi secara global. Sehubungan dengan kekurangan tersebut di atas, Kornadt berpendapat bahwa dibutuhkan suatu teori agresi yang dapat mencakup berbagai pendekatan teoretis, dapat menggabungkan fakta-fakta yang berkaitan dan mampu untuk memunculkan hipotesis-hipotesis yang dapat diuji secara empiris. Dalam usaha membentuk teori agresi dimaksud, Kornadt berangkat dari dasar pemikiran bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya digerakkan oleh kekuatan dari dalam diri innate forces seperti dorongan biologis, sifat dan disposisi, maupun rangsangan yang berasal dari luar diri external stimulus seperti kondisi situasional, tetapi juga diaktifkan oleh motif learned motive yang mengarahkan tingkah laku tersebut ke tujuan yang akan dicapai berdasarkan harapan-harapan yang dimiliki. Dengan memahami motif faktor intrinsik sebagai salah satu faktor utama penyebab munculnya tingkah laku agresif, maka Kornadt mengusulkan pemakaian kerangka pembahasan teori motivasi mengenai 9 Kornadt, H.J. Toward a Motivation Theory of Aggression and Aggression Inhibition: Some considerations about an aggression motive and their application to TAT and chatarsis, In: de Wit J Hartup, WW, Determinant, and origins of aggressive behavior, Mouton The Hague 1974. 166 agresi dalam menganalisis permasalahan di bidang agresi. Apalagi analisis yang sistematis teori motivasi jarang dilakukan dan kurang digali. 10 Berangkat dari kerangka pembahasan teori motivasi mengenai agresi, sebagai upaya membentuk teori agresi maka Kornadt mengembangkan beberapa konsep dasar dengan menggunakan berbagai pendekatan teoretis. Konsep-konsep dasar tersebut adalah bahwa 1 agresi mempunyai akar biologis, tingkah laku agresif didasari oleh fungsi otak khusus fungsi hypothalamus dan sistem endokrin sehingga agresi mempunyai komponen herediter; 2 frustrasi dapat mengarahkan manusia pada beberapa bentuk tingkah laku agresif; 3 tingkah laku agresif diperoleh melalui proses belajar dan merupakan akibat pengaruh rangsangan yang berulang kali dari lingkungan ataupun pengalaman yang disertai penguatan; 4 tingkah laku agresif dapat dipelajari dan terbentuk dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh model yang diamati; dan 5 pemunculan agresi melibatkan interpretasi kognitif yang dipengaruhi oleh nilai- nilai budaya terutama berkaitan dengan penentuan tujuan yang akan dicapai dan pelaksanaan suatu tingkah laku agresif yang diharapkan. 11 Kelima konsep dasar tersebut menunjukkan bahwa teori Kornadt tentang agresi mencakup beberapa pendekatan teoretis, yaitu : 1 teori biologis, 2 teori frustrasi-agresi, 3 teori belajar, 4 teori belajar-sosial, dan 5 teori kognitif dari motivasi. Teori kognitif dari motivasi memandang bahwa karakter kognitif sistem motif yang terutama adalah penentuan tujuan dan harapan. Keberhasilan tingkah laku termotivasi ditentukan oleh 1 kekuatan dari motif yang tergugah, 2 harapankeinginan untuk memenuhi tujuan motif melalui tindakan-tindakan instrumental, dan 3 insentif dari pencapaian tujuan 12 . Oleh karena itu, kondisi- 10 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981, hal. 14 11 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981, hal. 15-18 12 Heckhousen, H. B.Weiner. The Emergence of a Cognitive Psychology of Motivation. In : P. C. Dodwell Ed. New Horizons in Psychology 2. Harmondsworth, England : Penguin Books. 1972 167 kondisi situasional dan juga disposisi-disposisi individual mempunyai peranan besar di dalam motivasi dari suatu tindakan. Teori ini memandang adanya pengaruh kognisi terhadap tingkah laku termotivasi yaitu interpretasi kognitif misalnya pengamatan dan penilaian mengenai “situasi kondisional” dan atribusi- atribusi kausal yang dibuat oleh pengamat tentang efeknya tindakan. 13 Untuk mengintegrasikan kelima pendekatan teoretis tersebut, Kornadt 14 menganggap perlu adanya suatu penghubung yang sistematik. Berkenaan dengan itu, Kornadt mengajukan dua aspek kontroversial yang dipandangnya perlu diintegrasikan, berikut ini : 1 Aspek Individu versus Lingkungan Adanya pertentangan antara dua aspek yang merupakan sumber utama dari “faktor penyebab” timbulnya tingkah laku agresif. Faktor pertama adalah sesuatu yang ada di dalam diri seseorang dorongan biologis, sifat, dan disposisi dan faktor kedua adalah sesuatu yang ada di lingkungan kondisi- kondisi situasional. Untuk mengatasi pertentangan tersebut, Kornadt mengintegrasikan faktor kondisi-kondisi situasional dengan disposisi- disposisi individual. Hal ini terlihat dalam pendapat Kornadt yang menyatakan bahwa perkembangan motif agresi seorang anak atau remaja berkembang sejalan dengan perlakuan yang didapatnya dari orang tuanya melalui praktik pengasuhan anak child rearing practices. 2 Dorong versus Tarik Berkaitan dengan masalah agresi, timbul masalah yang mempertanyakan apakah tingkah laku manusia dimengerti sebagai sesuatu yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang mendorong dari dalam diri seseorang atau 13 Heckhousen, H. B.Weiner. The Emergence of a Cognitive Psychology of Motivation. In : P. C. Dodwell Ed. New Horizons in Psychology 2. Harmondsworth, England : Penguin Books. 1972. 14 Lihat Kornadt dalam Ponpon Harahap. Sistem Motif Agresif : Studi mengenai Pembentukan Sistem Motif Agresi pada Remaja Batak toba di tempat asal dan di Jakarta sebagai Implikasi Pengaruh Adat dalam Praktik Pengasuhan Anak. Disertasi. Bandung ; Unisversitas Padjajaran. 1987, hal. 55. 168 merupakan sesuatu yang ditarik keluar dari diri seseorang. Didalam teori motivasi, masalah ini disebut sebagai kontroversi dorong-tarik push-pull type. Beberapa teori agresi merupakan pendekatan tipe dorong push-type yaitu didasarkan pada dorongan biologis, frustrasi, dan kebiasaaan-kebiasaan yang bersifat mekanistis dilihat sebagai kekuatan “pendorong” dari dalam diri timbulnya tingkah laku agresif. Sementara teori agresi yang merupakan pendekatan tipe tarik pull-type melihat insentif dari tujuan sebagai kondisi- kondisi “penarik” sehingga memunculkan tingkah laku agresif. Dalam teori motivasi mengenai agresi dari Kornadt disimpulkan bahwa kondisi individual berperan sebagai “pendorong” tingkah laku agresif dan kondisi lingkungan situasi kondisional berperan sebagai “penarik” munculnya tingkah laku agresif. Selain itu, Kornadt juga menganggap bahwa teori agresi harus dilengkapi dengan kriterium yang dapat membedakan antara fenomena tingkah laku yang tergolong agresif dan mana yang tidak. Sehubungan dengan itu, Kornadt mengajukan definisi agresi 15 sebagai berikut : Agresi adalah suatu tingkah laku yang mempunyai potensi untuk melukai secara fisik atau merusak sesuatu yang dimiliki seseorang seperti harga diri, status sosial, dan hak milik. Dalam pengertian yang lebih luas, tingkah laku agresif termasuk perbuatan melanggar tabu dan hukum yang berlaku, serta menolak konsensus kelompok. Sistem motif agresi das Aggressionsmotiv-System adalah sumber atau dasar dari tindakan-tindakan agresif dimana gangguan yang ditimbulkannya sebagai sesuatu yang sudah terarah sifatnya. 16 Sementara itu, ada tindakan-tindakan “agresif” yang bukan merupakan hasil sistem motif agresi, yaitu yang didasarkan oleh motif-motif lainnya, seperti tindakan melukai yang dilakukan oleh seorang 15 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981, hal. 6 16 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981, hal. 8 169 dokter gigi. Ini menunjukkan bahwa tindakan yang menimbulkan gangguan pada orang lain tetapi apabila tujuan utamanya bukanlah untuk melukai atau merusak milik orang lain maka tindakan tersebut berasal dari motif-motif lain bukan bersumber dari sistem motif agresi. Adapun mengenai hubungan antara kedua komponen sistem motif agresi yaitu motif agresi dan hambatan agresi, Kornadt menyatakan bahwa dalam operasionalisasi hubungan kedua komponen tersebut menggunakan aspek kognitif dan situasi lingkungan. Keseimbangan antara motif agresi dan hambatan agresi akan mempengaruhi pembentukkan sistem motif agresi dan hambatan agresi akan mempengaruhi pembentukan sistem motif agresi. Baik motif agresi maupun hambatan agresi ini biasanya bersifat tetap dan untuk mengaktifkannya dibutuhkan suatu situasi penggugah tertentu. Rendahnya tingkah laku agresif ditampilkan seseorang bisa saja merupakan hasil motif agresi yang rendah atau kombinasi dari motif agresi yang tinggi dan hambatan agresi yang tinggi 16 Didalam membentuk suatu teori agresi, Kornadt menggunakan berbagai pendekatan teoritis dan telah dikembangkan berbagai konsep dasar. Beberapa konsep tersebut diawali dengan ide bahwa agresi mempunyai akar yang bersifat bilologis, sehingga mempunyai komponen herediter. Namun belum jelas apakah agresi ini dapat dilihat sebagai suatu “insting” atau dorongan agresi yang spesifik seperti yang diasumsikan oleh ahli-ahli psikoanalisis, atau sebagai efek dari faktor-faktor khusus misalnya hasil proses belajar. Konsep lainnya adalah teori “frustrasi-agresi”, dimana banyak fakta-fakta masih menyangsikan kaitan antara frustrasi dan agresi, walaupun konsep ini masih tetap berpengaruh. Konsep berikutnya adalah yang berasal dari proses belajar. Tingkah-laku agresi adalah dipelajari, mungkin hal ini berkaitan dengan proses tradisional dari conditioning atau menurut prinsip yang lebih modern 16 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981, hal. 10 170 seperti imitasi dan kognisi 17 . Banyak peneliti yang mendukung konsep ini. Terakhir adanya ide baru mengenai pentingnya proses kognitif yang spesifik dan faktor-faktor moral seperti nilai-nilai, proses pembelaan atas kesewenang- wenangan dan tanggung jawab, atribusi dan lain-lain. Untuk itu, Kornadt membuat suatu integrasi prinsip-prinsip tentang berbagai pandangan yang berbedatidak berkaitan mengenai agresi. Agresi adalah suatu tingkah-laku termotivasi. Dengan mengambil formula dari Atkinson 18 motivasi untuk suatu tindakan berprestasi yang spesifik motivat A dipandang sebagai fungsi dari 2 komponen motivasi yaitu motif pendekat approach motive dan motif penghindar avoidance motive. Secara terperinci diuraikan:”motif berprestrasi yang tertahan MA, harapan mendapat kesuksesan dengan tindakan spesifik dan insentif dari tujuan yang diantisipasikan E A dan I A dan sama pula halnya dengan faktor-faktor bagi komponen penghindar misalnya takut mengalami kegagalan”. Dapat dikatakan suatu motif agresi sebagai komponen pendekat dan hambatan agresi sebagai komponen penghindar, yang keduanya merupakan suatu disposisi yang tertahan dalam diri. Kedua komponen ini berlaku pula bagi motif agresi sehingga suatu tindakan yang agresif yang spesifikkhas adalah fungsi dari motif agresi yang tertahan M Aggr, harapan untuk suksesberhasil dan insentif dari agresi E Aggr; I Aggr, dikurangi motif tertahan untuk menghindari agresi Ma Aggr, harapan untuk dihukum dan insentif yang negatif dari hukuman Ep ; Ip. Uraian ini dapat ditampilkan didalam formula hipotesis: 19 Motivat. Specc.Aggr. =f M Aggr.x E Aggr.x I Aggr- Ma Aggr.x Ep x Ip. Motivasi ini adalah fungsi dari motif agresi yang tertahan dan kondisi- 17 Bandura, A. Aggression a Social Learning Analisis. Englewood : Printice-Hall, Inc, 1973. 18 Atkinson, J.W. ed. An Introduction to Motivation. Princeton : d. Van Nostraand Company. Inc. 1964. 19 Kornadt, H.J. Toward a Motivation Theory of Aggression and Aggression Inhibition: Some considerations about an aggression motive and their application to TAT and chatarsis, In: de Wit J Hartup, WW, Determinant, and origins of aggressive behavior, Mouton The Hague 1974. 171 kondisi situasional yang dinilai secara subyektif. Jadi ada penilaian secara kognitif dan emosional yang terkait dalam kejadian-kejadian yang dimaksud. Adapun tahapan dari tindakan agresif adalah sebagai berikut: 1 Ada kondisi situasi yang mengaktifkan agresi berkaitan dengan afek yang ditimbulkan. Dalam hal ini misalnya, rasa tidak enak, tetapi dapat juga”afek positif”yang tergugah. 2 Situasi dan afek secara kognitif dinterprestasikan. Bila rasa marah anger dan atau agresi relevan untuk ditetapkan, maka motif agresi yang tertahan diaktifkan.Pengaktifan ini terdiri dari aktualisasi tujuan-tujuan agresi yang umum dan pola-pola tingkah laku instrumental dan berhubungan dengan emosi- emosi pengharapan. 3 Hal ini harus dispesifikasikan menurut situasi itu dan dan insentif yang diperkirakan akan diperoleh sehubungan dengan tindakan itu. Misalnya, seseorang sedang berada di negara asing, kemudian ia merasa tidak enak oleh orang dari negara tersebut, dan ia bermaksud mempertahankan diri. Ia harus memutuskan tujuan agresif apa yang harus ia capai dalam situasi itu, misalnya apakah ia harus diam, marah, atau memaki. Tetapi ia harus memikirkanmemperkirakan apakah misalnya makian dengan bahasa asing akan cukup berhasil atau dapat tercapai tujuan yang diharapkan. Mungkin saja dalam hal ini hambatan agresi yang muncul, bila kemungkinan insentif negatif yang dipertimbangkan. Dalam hal ini insentif negatif mungkin berkaitan dengan dugaan mendapat balasan dari orang lain atau dengan sistem moral subyektif mungkin timbul keputusan: pembalasan adalah bodoh dan tidak pantas. Sebagai hasilnya dapat saja diputuskan untuk bertindak agresif atau tindak bertindak agresif sama sekali. Tinggi dan rendahnyya agresi seseorang dipengaruhi oleh caranya yang berbeda. Tetapi pada prinsipnya mereka dapat mengadakanmenghadirkan masing-masing dari motif agresi dan hambatan agresi. Rendahnya tinngkah laku agresif yang ditampilkan adalah ambigous :hal itu bisa saja merupakan hasil 172 motif agresi yang rendah atau kombinasi dari motif agresi yang tinggi. Dalam hal ini dapat dikatakan sebagai hasil dari konflik agresi yang tinggi. Menurut Kornadt, motif untuk bertindak agresif secara spesifik merupakan fungsi motif agresi dikurangi hambatan agresi. Motif agresi barru dapat terlihat sebagai fenomena gejala tingkah laku, apabila ada situasi yang mengundang ke arah keluarnya bentuk tingkah laku tertentu. Dalam hal ini motif agresi merupakan salah satu aspek kepribadian, sehingga perkembangannya pun secara bertahap mengikuti proses perkembangan kepribadian.

B. Perkembangan Agresivitas dalam Perspektif Kornadt