Permasalahan Identifikasi Masalah PENDAHULUAN

16 Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk melakukan studi komparatif teori Al Ghazali ilmu agama Islam dan teori Kornadt psikologisekuler dalam kaitannya dengan pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga. Teori Al-Ghazali tentang pengembangan karakter akhlak hasil pendidikan orang tua berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs, sedangkan teori Kornadt tentang pengembangan karakter perilaku agresif hasil praktik pengasuhan orang tua berdasarkan teori motivasi. Tentunya keinginan penulis melakukan penelitian ini, tidak terlepas dari kajian penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Dengan membandingkan kedua teori yang berlawanan nilai tersebut, penulis berharap dapat memberikan suatu kontribusi yang merupakan perpaduan keislaman, keilmuan, keindonesiaan dan kemanusiaan. Adapun materi utama obyek pembahasan dalam penelitian adalah konsep tazkiyat al-nafs pensucian jiwa, pendidikan akhlak, sistem motif agresi dan perlakuan orang tua. Selain itu, penelitian ini dilakukan penulis untuk menguji hipotesis: Ada persamaan dan perbedaan persepsi pada pemikiran Al- Ghazali tentang pendidikan akhlak dan pemikiran Kornadt tentang perkembangan motif agresi.

B. Permasalahan Identifikasi Masalah

Fenomena kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia pada masa kini, seperti krisis moral, krisis ekonomi tingkat korupsi tinggi, krisis penegakan hukum dan krisis sosial budaya, memberi gambaran adanya realita perilaku sosial di kalangan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas yang secara empirik berlawanan atau tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai Islam. Dengan maraknya tindakan agresi 35 yang terjadi di Indonesia, dapat disimpulkan 35 Beberapa ahli di bidang agresi berpendapat bahwa agresi adalah tingkah laku yang mempunyai potensi untuk melukai secara fisik atau merusak sesuatu yang dimiliki orang lain seperti harga diri, status sosial dan hak milik. Menurut Kornadt, tindakan melanggar tabu dan 17 bahwa tengah terjadi krisis karakter atau krisis akhlak bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa metode pendidikan akhlak di kalangan umat Islam Indonesia terutama pendidikan keluarga perlu ditingkatkan. Pada umumnya, ajaran agama Islam belum dijadikan pedoman hidup dalam berperilaku sebagai individumuslim, anggota masyarakat, warga negara, pemimpin termasuk pemimpin dalam keluarga dan pejabat negara. Pendapat umum mengatakan para remaja adalah kelompok sosial yang paling rentan terhadap tingkah laku agresi dan kriminalitas. Tambahan pula, hasil penelitian membuktikan bahwa masa remaja adalah masa yang rawan terhadap perbuatan kriminal dan dapat dikatakan merupakan masa puncak keterlibatan seseorang dengan beberapa tipe agresivitas tertentu terutama tindak kekerasan. 36 Remaja merupakan suatu periode di mana individu mengalami perubahan, baik fisik maupun mental dari seorang anak yang menjadi dewasa. Masa remaja adolescent dibagi menjadi dua, yaitu early adolescent remaja awal dan late adolescent remaja akhir, di mana perubahan tingkah laku terjadi lebih cepat pada masa awal daripada masa akhir tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja meliputi berbagai segi kehidupan. Sebagai masa transisi dalam status biososial individu, perubahan ini meliputi perubahan fisik dan diikuti oleh perubahan mental. Perubahan fisik meliputi perubahan yang cepat dari fisik itu sendiri dan hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan mental si anak. Si anak harus mulai menerima bahwa dirinya dapat dikatakan mulai menjelma menjadi orang dewasa, dan ini membawa akibat terhadap tuntutan akan kewajiban dan tanggungjawab mengalami perubahan. Namun perlakuan orangtua atau orang dewasa lainnya seringkali membuat remaja bingung di satu saat ia diperlakukan seperti anak- pelanggaran hukum yang berlaku serta menolak konsensus kelompok, termasuk dalam definisi agresi. 36 Lihat Moffitt dalam Rutter, M. Hay, D. F. Development through life. Great Britain: Blackwell Scientific Publications. 1994, hal. 506. Lihat pula Wolfgang dalam Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal. 564. 18 anak, tetapi jika bertindak seperti anak-anak ia akan ditegur dan dituntut bertingkahlaku sesuai dengan usianya. Tetapi bila ia berusaha untuk kelihatan dewasa, ia disalahkan karena bertindak tidak sesuai dengan usianya. Tampaknya orangtua sering menolak untuk mengubah konsepnya tentang kemampuan anak mereka yang telah semakin besar, sehingga perlakuannya tetap seperti ketika mereka masih kecil. Tetapi jika mereka di minta untuk menerima tanggungjawab orangtua mengharapkan anak-anak mereka untuk bertindak sesuai dengan usianya. Sumber konflik lain adalah penggunaan dasar tingkah laku yang berbeda antara remaja dengan masa ketika orangtuanya mereka masih remaja, misalnya orang tua tumbuh di daerah yang berbeda dengan daerah dimana si remaja tumbuh. Konflik ini akan berkurang jika remaja percaya bahwa orangtua mereka mengerti tentang mereka dan tentang kehidupan mereka. Ada sebagian orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi remaja mereka seolah-olah tidak mempunyai pegangan bagaimana mereka harus bertindak dalam mendidik anak-anaknya. Akibatnya timbullah berbagai macam sikap orangtua dalam memberikan aturan bagi tingkah laku remaja, disiplin atau pun bentuk hukuman yang harus diberikan. Untuk itu setiap orangtua akan menentukan cara yang dianggap terbaik oleh mereka sendiri, misalnya dengan memanjakannya, dengan sikap kekerasan, dengan sikap acuh tak acuh atau dengan sikap penuh kasih sayang. Sikap-sikap ini bisa menimbulkan ketegangan di rumah atau justru mengurangi ketegangan. Apabila hubungan anak dan orangtua cukup akrab, orangtua yang selalu ramah terhadap kawan anak-anaknya, orangtua merupakan tempat untuk membagi suka dan duka dan memiliki waktu yang cukup bagi mereka. Hal ini lebih memungkinkan bagi remaja untuk mengadakan penyesuaian yang baik dengan tuntutan sosialnya. Namun bila hubungan orangtua dan remaja tidak harmonis, maka stres yang dialami dalam masa remaja akan bertambah dan mengalami gangguan dalam penyesuaian diri maladjustment dalam bentuk tingkah laku yang agresif, namun hal inipun tergantung pada dasar yang 19 didirikan pada masa anak-anak seperti kesabaran, pengertian dan bimbingan yang diberikan orangtua. Pada masa remaja kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap sikap, minat, nilai dan tingkah laku remaja daripada pengaruh keluarga, sehingga ia lebih banyak menggunakan waktunya di luar rumah daripada di dalam rumah. Hal ini tidak berarti bahwa pengaruh keluarga dirampas oleh kelompok teman sebaya. Pengaruh mana yang lebih besar akan tergantung pada cara remaja memandang orangtuanya sebagai penuntun yang kompeten. Jika masalahnya berhubungan dengan kehidupan pada umumnya, remaja memandang nahwa orang tuanya lebih kompeten, jika masalahnya berhubungan dengan situasi khusus, kelompok teman sebaya dipandang sebagai lebih mampu untuk memberikan saran dan membimbingnya. Pengaruh teman sebaya diperkuat oleh keinginan remaja untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, sehingga untuk mencapai keinginannya itu ia akan menyesuaikan diri dalam setiap cara sesuai dengan pola-pola yang diterima oleh kelompok tersebut. Bagi remaja yang tergabung dengan kelompok teman sebaya yang mempunyai kegiatan yang positif seperti kegiatan remaja masjid, kepramukaan, kegiatan ilmiah remaja, olah raga, kesenian, dan lain-lain tentunya akan membawa pengaruh yang baik. Sebaiknya bila remaja ini masuk dalam lingkungankelompok teman sebaya yang senang melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan seperti mengganggu orang lain, minum-minum, merokok atau menyalahgunakan obat dan sebagainya, hal ini akan membawa pengaruh buruk pula dan keadaan ini akan semakin buruk lagi bila remaja tidak mempunyai hubungan yang harmonis dengan keluarganya. Mungkin akhirnya remaja dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang anti sosial secara lebih serius, karena merasa tidak puas atau kecewa dengan perlakuan orang tua atau lingkungan sosialnya. 20 Adapun kenakalan-kenakalan yang biasa dilakukan oleh remaja umumnya lebih bersifat agresif, hal ini dapat dilihat dalam kategori kenakalan remaja yang dinyatakan oleh Hurlock. 37 dalam bukunya Adolescent Development yaitu: 1 Tingkah laku merusak diri dan orang lain, misalnya mengacaukan masyarakat, menimbulkan kerusuhan, merugikan diri sendiri, menikam, menembak, membunuh, dan sebagainya. 2 Tingkah laku merusak atau menyalahgunakan benda-benda, misalnya merusak barang, merampok, mencuri, membakar dan sebagainya. 3 Tingkah laku yang tidak dapat dikendalikan, misalnya tidak patuh pada orangtua, sekolah, dan kekuasaan; membolos, melarikan diri dari rumah, mengemudikan mobilkendaraan tanpa SIM. 4 Tindakan yang mungkin membahayakan diri dan orang lain, misalnya menyalahgunakan obat penyalahgunaan narkoba, memakai senjata tanpa ijin. Berkaitan dengan tugas perkembangan, para remaja terutama remaja akhir, diharapkan sudah mencapai tahap kematangan sosial yakni tumbuh berkembang menjadi individu yang mandiri dengan tetap membina hubungan baik dengan lingkungannya, dan memperoleh keseimbangan antara peranan dan tuntutan sosial, serta mempunyai kemampuan menemukan stabilitas antara situasi sosial yang dihadapi dengan perubahan fisiopsikologis yang terjadi dalam dirinya. Penduduk mayoritas Indonesia adalah pemeluk agama Islam, namun pada kenyataannya banyak ditemukan muslim termasuk muslimah yang berakhlak burukberkarakter tidak Islami. Fenomena sosial pada masa kini, memberi gambaran adanya kehidupan di kalangan kaum Muslim Indonesia yang secara empirik berlawanan dengan norma dan nilai Islam berperilaku agresif dalam arti luas 37 Lihat Hurlock, Elizabeth B. Adolescent Development. International Student Edition. Tokyo:McGraw Hill-Kogakusha,Ltd. 1973 21 Pembatasan Masalah Berdasarkan pada masalah-masalah yang ditemukan dalam identifikasi masalah, maka masalah yang mendasari penelitian ini, dibatasi pada masalah pendidikan keluarga yang bagaimana yang dapat menghasilkan individu yang berakhlak terpuji, tidak berperilaku agresif. Peranan pendidikan keluarga dalam hal perlakuan orang tua terhadap anak yang berkaitan dengan pengembangan karakter perilaku non agresif dan agresif adalah masalah yang penting diteliti, tidak hanya untuk kepentingan keluarga namun juga untuk kepentingan umat, bangsa dan negara. Sehubungan itu, penulis meneliti pemikiran-pemikiran tentang pengembangan akhlakkarakter yang berkaitan dengan perlakuan orang tua. Adapun yang akan diteliti oleh penulis adalah perbandingan teori Al-Ghazali ilmu agama Islam dan teori Kornadt psikologisekuler. Teori Al-Ghazali tentang pengembangan karakter akhlak hasil pendidikan orang tua berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs, sedangkan teori Kornadt tentang pengembangan karakter perilaku agresif hasil praktik pengasuhan orang tua berdasarkan teori motivasi. Al-Ghazali, seorang ulama yang banyak mengkaji masalah tazkiyat al-nafs dalam Islam. Ia di samping seorang filsuf, mutakallim, fakih, dan sufi juga dikenal sebagai tokoh pendidikan dan ahli jiwa dalam Islam. Al-Ghazali mempelajari tazkiyat al-nafs sebagai salah satu metode pendidikan akhlak dan pembinaan jiwa. Ia menulis kitab tentang adab kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan dan pergaulan terhadap sesama makhluk. Pada prinsipnya, ia berpendapat bahwa pembentukan adat kebiasaan dalam pendidikan keluarga yang berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs akan menghasilkan pengembangan akhlakkarakter yang baik. Tema sentral dari pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan keluarga adalah pembentukan manusia yang taat, yang memiliki keserasian hubungan dengan Allah, sesama manusia dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, pengembangan 22 akhlakkarakter dan perilaku sosial melalui interaksi sosial sangat erat kaitannya. Al-Ghazali mengemukakan bahwa pendidikan akhlak perilaku non agresif anak adalah hasil usaha pendidikan orang tua dan usaha anak itu sendiri. Kornadt, seorang tokoh psikologi pendidikan, berpendapat bahwa pengembangan perilaku agresif remaja akhlak buruk sangat erat kaitannya dengan perlakuan orang tua ayah dan ibu terhadap anak. Ia menjelaskan bahwa perlakuan orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan sistem motif agresi anak. Jelasnya, ia mengemukakan bahwa tingkah laku agresif berkembang sejalan dengan perlakuan orang tua child rearing practices. Kornadt mengemukakan bahwa ada lima aspek praktik pengasuhan anak, yaitu: kontrol, penolakan, hukuman, kasih sayang dan nilai. Kelima aspek praktik pengasuhan anak tersebut mempengaruhi bentuk perlakuan atau sikap orang tua terhadap anak. Kornadt mengemukakan bahwa perilaku agresif anak berkembang sejalan dengan perlakuan orang tua terhadap anak. Menurut penulis, terdapat persamaan dan perbedaan persepsi pada pemikiran Al-Ghazali dan Kornadt tentang pengembangan karakter akhlak baiknon agresif dan agresif hasil pendidikanperlakuan orang tua. Dalam pemikiran Al-Ghazali dan pemikiran Kornadt memiliki titik temu yakni pada pemikiran 1 sistem motif sebagai penggerak tingkah laku, 2 tingkah laku hasil interaksi sosial, 3 orientasi nilai 4 peranan amarahfrustrasi dalam tingkah laku agresif dan 5 aspek-aspek praktik pengasuhan anakperlakuan orang tua. Penulis membandingkan kedua teori tersebut sebagai upaya untuk menemukan kemungkinan menggabungkan keduanya pada tataran praktis di Indonesia. Perumusan Masalah Masalah pokok yang diteliti: “Apakah pemikiran al-Ghazali cenderung kurang aplikatif dibanding dengan pemikiran Kornadt dalam hal perkembangan motif agresi kaitannya dengan praktik pengasuhan anak?”. 23 Masalah pokok itu tersimpul dari formulasi pertanyaan yang tersusun sebagai berikut: a. Bagaimana gambaran umum teori al-Ghazali tentang pendidikan akhlak berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs? b. Bagaimana gambaran umum teori Kornadt tentang pengembangan motif agresi remaja dikaitkan dengan praktik pengasuhan anak? c. Dimana persamaan pemikiran al-Ghazali dan Kornadt berkaitan dengan pengembangan akhlakkarakter melalui pendidikan keluarga? d. Dimana perbedaan pemikiran al-Ghazali dan Kornadt berkaitan dengan pengembangan akhlakkarakter dalam pendidikan keluarga? e. Dapatkah teori al-Ghazali dan teori Kornadt digabungkan pada tataran praktis sehingga dapat disusun teori baru tentang pengembangan akhlakkarakter melalui pendidikan keluarga?

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan Beberapa Penelitian di Indonesia: