202 agresif justru akan memunculkan tingkah laku tersebut menjadi nyata overt
behavior; dan nilai-nilai yang mendasari pengamatan dan penilaian juga dapat mempengaruhi pemunculan tindakan agresif. Hambatan agresi sebagai komponen
penghindar avoidance component dari sistem motif agresi dapat dipandang sebagai faktor yang menghambat agresivitas. Pada remaja yang tidak mampu
bertindak agresif dalam menghadapi tantangan yang mengganggunya berarti mempunyai hambatan agresi yang lebih besar daripada motif agresi.
Perbandingan:
Pengertian amarah Al-Ghazali adalah lebih luas daripada rasa marah yang dipahami Kornadt. Rasa marah yang dimaksud Kornadt lebih mudah dimengerti
dan lebih mudah dihindari. Dengan kata lain, secara empiris pembahasan tentang derajat ambang rasa marah yang dimaksud Kornadt lebih mudah diukur dan lebih
aplikatif. Dalam pandangan Kornadt rasa marah adalah penting dalam pembahasan
mengenai perkembangan agresivitas. Ia berpendapat bahwa derajat ambang marah menentukan tingkat toleransi seseorang terhadap frustrasi. Dan frustrasi
merupakan faktor kuat yang meningkatkan motif agresi. Frustrasi dapat
mengarahkan manusia pada beberapa bentuk tingkah laku agresif;
E. Aspek-aspek Praktik Pengasuhan Anak – Berkaitan Pengembangan Karakter
Teori Al-Ghazali
Di samping al-Ghazali sebagai sufi dan pendidik, pemikirannya juga menunjukkan ia sebagai salah seorang pemikir sosial dalam Islam karena dalam
rub’ al-‘âdat itu ia menerangkan hak dan kewajiban orang terhadap dirinya, serta kehidupan sosialnya. Ia berusaha memberikan tuntunan bagaimana caranya hidup
berkeluarga, bersaudara, bersahabat, bergaul dengan sesama makhluk, berusaha dan mencari penghidupan, serta hidup bermasyarakat. Kalau ingin diringkas isi
keseluruhan dari rub’ al-‘âdat ini adalah menyangkut dan mengacu kepada soal pembentukan
keserasian hubungan
manusia dengan
sesamanya dan
203 lingkungannya melalui penghayatan dan pengamalan ajaran akhlak dan tasawuf,
serta adab kehidupan seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Al- Ghazali juga memberi penekanan pada pendidikan akhlak anak yang
dipandangnya merupakan tanggung jawab orang tua dan orang tua akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah di pengadilan hari akhir kelak.
Tujuan pendidikan akhlak anak harus sejalan dengan tujuan hidup manusia, kalau tujuan hidup manusia dijadikan Allah untuk beribadat, dan
menjadi khalifah-Nya di bumi, maka usaha pendidikan dan pengajaran harus mengacu kepada pembentukan manusia yang memiliki aspek ibadat dan nilai dan
ilmu. Dengan kata lain ia menegaskan tujuan pendidikan Islam itu sebagai mencapai dua kesempurnaan hidup manusia. Pertama kesempurnaan manusia
yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah nilai ibadat. Kesempurnaan manusia yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat nilai ilmu atau siyadat. Dua tujuan pendidikan ini tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya dan keduanya harus dicapai sekaligus. Kesempurnaan
yang pertama merupakan pokok bagi tercapainya kesempurnaan yang kedua, sedang kesempurnaan kedua merupakan pula tanda keberhasilan kesempurnaan
pertama. Tujuan pendidikan di atas masih perlu dijabarkan dalam tujuan umum dan
khusus dalam praktek pendidikan dan pengajaran. Di antara tujuan umum pendidikan Islam itu menurut al-Ghazali adalah 1membentuk akhlak mulia, 2
mendekatkan diri kepada Allah, 3 memperoleh ilmu, 4 mengembangkan fitrah, 5 menciptakan keseimbangan dalam diri, 6mencari keridhaan Allah,
7mewujudkan ketenangan dan ketenteraman jiwa, 8 membiasakan diri untuk beramal shaleh, 9meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Sedangkan di antara tujuan khususnya adalah mendidik dan mengajar orang agar pandai beribadat, berdoa, berzikir, berbuat baik, menjauhkan diri dari akhlak atau
sifat tercela, dan bersikap dengan akhlak terpuji.
204 Pembahasan mengenai aspek-aspek praktik pengasuhan anak, belum
menjadi pembahasan yang bersifat praktis, baru menyentuh aspek-aspek yang bersifat umum, seperti aspek kasih sayang, penerimaan sebagai amanah,
pengawasan, dukungan sebagai perwujudan tanggung jawab dan orientasi nilai Setidak-tidaknya ada dua jenis metode yang dipergunakan al-Ghazali dalam
pendidikan akhlak, yaitu metode pembentukan kebiasaan dan metode tazkiyat al- nafs. Yang dimaksud dengan metode pembentukan kebiasaan ialah pembentukan
kebiasaan yang baik dan peninggalan kebiasaan yang buruk melalui bimbingan, latihan, dan kerja keras. Tentang metode ini al-Ghazali mengatakan bahwa semua
etika keagamaan tidak mungkin akan meresap dalam jiwa, sebelum jiwa itu sendiri dibiasakan dengan kebiasaan yang baik dan dijauhkan dengan kebiasaan
yang buruk atau sebelum rajin bertingkah laku terpuji dan takut bertingkah laku tercela. Apabila hal ini sudah menjadi kebiasaan dan tabiat maka dalam waktu
yang singkat akan akan tumbuhlah dalam diri suatu kondisi itu sudah menjadi tabiatlah bagi jiwa untuk melakukan perbuatan baik secara natural dan spontan.
Dengan kata lain metode ini dapat dikatakan sebagai metode penanaman kebiasaan dan watak yang baik.
Teori Kornadt
Keluarga merupakan wadah utama pendidikan karakterpembinaan kepribadian. Tingkah laku agresi adalah fenomena universal yang ditemukan pada
setiap tahap perkembangan kepribadian. Sementara kepribadian melalui tingkah laku yang nyata overt behavior adalah fenomena yang dihadapi dalam
kehidupan sehari–hari. Dalam kehidupan sehari–hari, tingkah laku agresif tidak hanya semata–mata muncul pada situasi yang penuh dengan konflik serta
ketegangan emosional tetapi juga dalam lingkungan pertemuan sosial yang sebetulnya bermaksud untuk lebih meningkatkan konformitas dan ikatan relasi
sosial. Dalam situasi demikian, tidak jarang timbul keadaan yang mengundang rasa marah seseorang atau sekelompok orang yang dapat berakibat mengganggu
205 ketenangan dan bahkan bisa sampai terjadi perdebatan. Akibatnya bisa muncul
tingkah laku agresif. Namun tidak jarang pula, walaupun ada peningkatan kecenderungan untuk menyerang dalam diri seseorang tetapi tidak jadi
diekspresikan atau dimunculkan. Pengertian praktek pengasuhan anak adalah segala macam bentuk
perlakuan atau sikap orang tua orangtua terhadap anak, yang didasari oleh nilai serta tujuan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Kornadt membuktikan
bahwa ada hubungan antara agresivitas remaja dengan perlakuan ibu terhadap anak.
Sikap orang tua mempunyai pengaruh yang kuat tidak hanya pada hubungan keluarga, namun juga pada perkembangan sikap dan tingkah laku anak,
termasuk tingkah laku agresi. Sikap orang tua yang menolak anak, dapat meningkatkan motif agresi anak dan pembentukkan berbagai isyarat yang
berkaitan dengan rasa yang tidak menyenangkan strong displeasure seperti rasa permusuhan atau frustrasi. Sedangkan sikap menerima dan hangat dari orang tua
sejak dini, akan mengurangi rasa yang tidak menyenangkan dan menjadikan anak percaya pada dunia sekitarnya sehingga si anak merasa aman dan tidak mudah
curiga dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya. Pada tingkat usia selanjutnya bila kehangatan dari orang tua muncul dalam bentuk sikap memberi
kebebasan, maka hal ini dapat meningkatkan motif agresi. Dengan sikap ini terlalu banyak peluang diberikan pada anak dalam mendapatkan insentif positif untuk
agresi. Menurut Kornadt, praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan
pembentukan sistem motif agresi pada anak remaja, terdiri dari lima aspek, yakni aspek a control, b rejection – hostility, c support, d affection – care, dan e
value – orientation. Kornadt juga mengemukakan bahwa kelima aspek praktik pengasuhan anak tersebut menampilkan dua belas macam bentuk perlakuan atau
sikap orang tua terhadap anak, yaitu : 1 pemberian hukuman sanksi yang sifatnya negatif, 2 sikap dingin, 3 sikap bermusuhan tidak bersahabat, 4
206 sikap tidak mempercayai segala tingkah laku anak, 5 sikap yang selalu
menganjurkan anak untuk bergantung pada kebaikan orang lain, 6 sikap yang selalu mendorong anak untuk berprestasi lebih baik dari orang lain, 7
mengarahkan anak agar bertindak sesuai dengan norma atau nilai yang ada pada dirinya, 8 menimbulkan perasaan cemas anak, 9 pemberian hukuman sanksi
yang sifatnya positif, 10 menunjukan kehangatan pada anak, 11 menumbuhkan kepercayaan anak terhadap orang lain sebagai tempat untuk bergantung, dan 12
menunjukkan anak bagaimana harus bertindak sesuai dengan norma atau nilai
yang ada di lingkungannya.
Kedua belas macam bentuk perlakuan atau sikap orang tua dalam praktik pengasuhan anak tersebut, secara hipotesis telah dikelompokkan menjadi dua
aspek utama oleh Kornadt, yaitu 1 praktik pengasuhan anak oleh orang tua yang meningkatkan motif agresi anak remaja dan 2 praktik pengasuhan anak oleh
orang tua yang meningkatkan hambatan agresi anak remaja.
Menurut Kornadt, intensitas tergugahnya rasa yang tidak menyenangkan merupakan elemen yang penting dalam agresi. Telah dinyatakan bahwa ketika
frustrasi dialami biasanya saat itulah kesempatan bagi rasa yang tidak menyenangkan atau kekesalan muncul. Dan juga kesempatan baginya untuk
belajar mengekspresikan rasa kesalnya. Kondisi yang menunjang hal ini adalah cara pengasuhan seperti afeksi, kehangatan, dan dukungan. Apabila seorang anak
kurang mendapatkan kasih sayang dan dukungan orang tua maka ia akan frustrasi lalu merasa kesal dan agresivitasnya berkembang. Pembentukan interaksi yang
positif antara anak dan orang tua yang mengasuhnya akan memberikan perkembangan agresi yang rendah.
Hukuman, dalam metode praktik pengasuhan anak bisa menjadi faktor yang meningkatkan perkembangan motif agresi. Namun pada kondisi yang khusus
dapat mendukung perkembangan hambatan agresi yang tinggi.
207
Perbandingan
Praktik Pengasuhan Anak kaitannya dengan perkembangan motif agresi anakremaja yang diusulkan oleh Kornadt, secara praktis dapat dikatakan lebih
aplikatif pada tataran praktis dibanding pengembangan akhlakkarakter melalui pendidikan keluarga yang diusulkan oleh Al-Ghazali. Pendidikan akhlak melalui
pendidikan keluarga yang diusulkan Al-Ghazali adalah masih bersifat umum dan lebih tepat diterapkan pada anak yang sudah akil baligh. Sementara,
pengembangan karakter agresifnon-agresif sebagai hasil praktik pengasuhan anak yang dikemukakan oleh Kornadt dapat diterapkan pada tataran praktis sejak
dini, sehingga dapat dikatakan lebih aplikatif.
208
BAB VIII P E N U T U P
A. Kesimpulan
Setelah melakukan kajian perbandingan pemikiran al-Ghazali dengan pemikiran Kornadt dalam hal perkembangan motif agresi kaitannya dengan
praktik pengasuhan anak, maka sebagai hasil pokok penelitian dapat disimpulkan bahwa terbukti “Pemikiran al-Ghazali cenderung kurang aplikatif dibanding
dengan Pemikiran Kornadt dalam hal perkembangan motif agresi kaitannya dengan praktik pengasuhan anak.
Adapun penulis menarik kesimpulan tersebut di atas berdasarkan beberapa argumen, sebagai berikut:
Gambaran umum teori al-Ghazali tentang pendidikan akhlak berdasarkan
konsep tazkiyat al-nafs tinjauan analisis adalah sebagai berikut: 1. Teori al-Ghazali tentang pendidikan akhlak berdasarkan konsep tazkiyat al-
nafs bersifat keislaman, keilmuan dan kemanusiaan . Konsep tazkiyat al-
nafs dalam Ihya’ pada hakikatnya adalah konsep menurut Islam karena ajarannya yang berdasarkan Alquran dan Hadis.. Konsep tersebut begitu luas
dan komprehensifnya sehingga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Idenya yang luas didasarkan atas ajaran ibadat, al-
‘adat, dan akhlaq dalam pengertian yang luas. Landasan ibadat bersifat vertikal, al-‘adat bersifat horizontal, dan akhlak bersifat individual pada
khususnya, semuanya mengacu kepada pembentukan keharmonisan