Aspek Ekologis Aspek Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan Sekitar Kawasan

menjadi 113.375 ha yang didapat dari pengubahan fungsi kawasan hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani menjadi satu kesatuan kawasan konservasi. Perluasan kawasan ini diperkuat oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175Kpts-II2003 tanggal 10 Juni 2003 sekaligus mengubah statunya menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS.

4.3.2 Aspek Ekologis

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak TNGHS memiliki fungsi ekologis yang sangat tinggi, yaitu: sebagai habitat makhluk hidup dan penyedia plasma nuftah yang beragam, wilayah tangkapan air, menyediakan potensi panas bumi geothermal. Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh LIPI-PHPA-JICA 1998, ekosistem Halimun terdiri atas tiga ekosistem utama, yaitu: hutan hujan dataran rendah lowland rainforest, 500-1000 m dpl; hutan hujan dataran tinggi sub-montane forest, 1000-1500 m dpl; dan hutan hujan pegunungan montane forest, 1500-1929 m dpl. Wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Di kawasan Gunung Halimun terdapat lebih dari 700 jenis tumbuhan berbunga hidup di hutan alam yang terbagi menjadi 391 marga dan 119 suku. Selain itu, terdapat tumbuhan bawah dan tumbuhan memanjat, seperti: beberapa jenis rotan, pandan memanjat Freynicetia Javanica, paku andam Glichenia Linearis, serta 75 jenis anggrek. Keanekaragaman fauna di kawasan TNGHS pun cukup tinggi. Menurut penelitian terdapat 244 jenis burung di kawasan TNGHS yang merupakan setengah dari keseluruhan jenis burung di Jawa dan Bali. Selain itu ditemukan pula 61 jenis mamalia dan 77 jenis herpetofauna yang terdiri atas: 27 jenis amfibi, 49 jenis reptile, dan satu laba-laba. Ikan yang ditemukan di kawasan Halimun berjumlah 36 jenis spesies dari 13 famili dan 26 genus.

4.3.3 Aspek Sosial Budaya Masyarakat di dalam dan Sekitar Kawasan

Hasil survey GHSNP MP-JICA pad atahun 2005 menyebutkan bahwa didalam kawasan terdapat 314 kampung dan 29 kampung lainnya berada di sekitar perbatasan kawasan. Jumlah penduduk keseluruhan dikampung-kampung tersebut adalah 99.782 jiwa. Menurut RMI 2010 masyarakat yang bermukim di kawasan Halimun-Salak terdiri atas masyarakat adat Kanekes dan Kasepuhan Banten Kidul dan masyarakat local. Aspek yang membedakan antara masyarakat adat dan non adat adalah keterikatan social dan budaya antar komunitas dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Dari sisi etnografi, pegunungan Halimun dan sekitarnya dihuni oleh etnis Sunda dan beberapa kelompok masyarakat adat lainnya, yaitu masyarakat adat kasepuhan dan masyarakat adat Baduy Kanekes. Kelompok etnis Sunda mengenut agama Islam dan kelompok maksyarakat adat menjalankan relgi sinkretis antara Islam dan agama local. Komunitas Baduy relative terpisah dengan komunitas Sunda liannya. Seangkan masyarakat adat Kasepuhan relative lebih berbaur dengan komunitas Sunda lainnya. Data statistic yang dimiliki Balai TNGHS pad athun 2006 menunjukkan angka kemiskinan masyarakat sekitar yang cukup tinggi. Wilayah Kabupaten Sukabumi jumlah RT miskin di desa dalam dan sekitar hutan kawasan TNGHS berjumlah 15. 699 RT tidak termasuk Desa Cianaga, di Kabupaten Bogor berjumlah 27.908 RT, sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah 22.696 RT. Sebanyak 86 masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan TNGHS meiliki mata pencaharian sebagai petani. Mereka menanam tiga komoditas yang memiliki masa panen yang tak sama, yaitu: tanaman semusim padi, ketela, dan sayur mayur, tanaman jangka menengah kopi dan sengon, dan tanaman jangka panjang pete, durian, mangga, lainnya. Selain bertani sebagai mata pencaharian utama, para penduduk juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai perajin, pedagang, buruh, pegawai negeri dan pekerjaan sector informal perkotaan. Masyarakat di kawasan Halimun umumnya sangat menggantungkan hidupnya pada hasil bercocok tanam. Kegiatan bertani yang dominan adalah bersawah dan sebagian lainnya adalah huma. Lokasi sawah terletak pada daerah lereng, datar, dan depresi. Jenis sawah yang diusahakan adalah sawah tadah hujan yang airnya bersumber dari air sungai dan mata air. Sebagian petani di kawasan TNGHS masih menggunakan varietas padi local, sebagian lain telah menerapkan system pertanian revolusi hijau dengan menggunakan bibt unggul, pupuk buatan, dan pestisida. Selain budaya sawah, terdapat pula pemanfaatan lainnya yaitu pekarangan dan kebun. 4.4 Konteks Kampung Pel Cianten 4.4.1 Kondisi Fisik Kampung Cianten