berhadapan dengan peraturan legal mengenai konservasi, namun justru pekerjaan inilah yang dapat menjadi penyambung hidup warga.
5.5 Ikhtisar
Sejarah mengenai kebijakan agraria yang diterapkan di wilayah sekitar Kampung Pel Cianten menunjukkan pola yang sama dari setiap periode
penguasaan. Secara umum, teradapat dua sektor yang mempengaruhi politik agraria di Kampung Pel Cianten, yaitu: sektor perkebunan dan sektor kehutanan
yang telah dimulai sejak masa pendudukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penetapan sebagai wilayah perkebunan menjadi momentum penting pengalihan
akses lahan dari warga kepada Pemerintah Hindia Belanda. Proses pengalihan kekuasaan atas kawasan tersebut di lakukan melalui kesepakatan antara pemuka
kampung dan Pemerintah Hindia Belanda yang tertuang dalam sebuah traktat. Pengalihan kekuasaan kepada Pemerintah Hindia Belanda di sertai dengan
kompensasi berupa hak bermukim hingga generasi berikutnya. Kesepakatan inilah yang kemudian menjadi legitimasi akses warga terhadap lahan saat ini di tengah
kondisi penguasaan oleh Negara. Kondisi demikian terjadi pula pada sektor kehutanan yang dimulai dengan penetapan sebagai area cagar alam yang
dilindungi. Kesepakatan penyerahan wilayah yang semula dikuasi warga memberi
konsekuensi berupa proses restlement warga kedalam pemukiman di tengah area perkebunan. Pemindahan warga kedalam area perkebunan menghapus kegiatan
ladang huma yang telah dilaksanakan oleh warga sebelumnya dan sekaligus telah menempatkan warga dalam bagian kegiatan produksi perkebunan sebagai tenaga
kerja secara permanen yang terus berlanjut hingga saat ini dibawah penguasaan PTP. Nusantara VIII.
Penguasaan secara terpusat oleh Negara telah membatasi ruang akses masyarakat terhadap lahan. Lahan garapan yang dapat dikuasai warga terletak
pada bagian tanah sisa dan sempit yang berada pada cekungan diantara celah kebun teh atau pada bagian tanah sisa dari lahan tanaman teh yang dibiarkan bera
yang disebut lancuran. Lahan garapan yang dikuasai warga memiliki luas rata- rata yang sangat sempit, yaitu sekitar 0,08 hektar per kepala keluarga. Kondisi
lahan yang tidak baik, karena merupakan bagian lahan marginal memberi hasil yang tidak mencukupi kebutuhan hidup warga. Sebagian warga mencari tambahan
penghasilan dengan memanfaatkan sumberdaya di kawasan kehutanan, meski dengan resiko yang lebih besar.
Kondisi warga dalam konteks agraria lokal yang terjadi di Kampung Pel Cianten menjadi sangat tergantung terhadap pihak perkebunan. Mayoritas warga
adalah buruh di perkebunan dengan upah yang sangat minim, dengan proporsi 35 persen hingga 40 persen dari standar UMR Kabupaten Bogor saat ini. Keberadaan
warga menjadi penyedia tenaga kerja murah untuk kegiatan perusahaan perkebunan.
BAB VI MEKANISME AKSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
AKSES WARGA TERHADAP LAHAN
Mekanisme akses atas lahan mencakup cara-cara warga Kampung Pel Cianten dalam mendapatkan dan mempertahankan akses terbatas terhadap lahan
garapan pertanian mereka ditengah penguasaan akses oleh perkebunan dan Taman Nasional. Lebih lanjut, akses terhadap lahan garapan pertanian yang terbatas dan
penghidupan yang minim, memberikan akibat terhadap penghidupan warga berupa kecenderungan pada sektor non lahan.
6.1 Cara Memperoleh Lahan Garapan