ditengah kawasan PT. Perkebunan Nasional PTPN VIII Cianten dan Taman Nasional Halimun Salak TNGHS.
Mayoritas penduduk Desa Purasari, menggantungkan hidupnya secara langsung kepada pihak perkebunan dan taman nasional. Hampir seluruh
penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh petik perkebunan yang ditopang pula oleh kegiatan pertanian yang bersifat subsisten pada lahan yang berada pada
kawasan Taman Nasional dan perkebunan. Hal yang menarik untuk diamati dan dikaji adalah mengenai penguasaan lahan, dimana masyarakat setempat tidak
mempunyai hak milik untuk setiap lahan yang mereka usahakan. Kondisi ini berkaitan dengan lokasi Desa Purasari yang berada di tanah kuasa perkebunan dan
taman nasional, sehingga setiap bentuk kegiatan penggunaan lahan dan pemanfatan sumberdaya akan sangat tergantung pada kebijakan perkebunan dan
taman nasional. Dari pemaparan tersebut, penulis memfokuskan pada kajian tema struktur
agraria dan kemudian secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian pada permasalahan berikut:
1. Bagaimana akses warga terhadap sumberdaya agraria dalam struktur penguasaan yang didominasi taman nasional dan perusahaan perkebunan?
2. Bagaimana pengaruh struktur akses warga pada sumberdaya agraria terhadap penghidupan warga?
3. Bagaimana mekanisme akses warga dan bentuk penguasaan sumberdaya agraria dalam kondisi struktur agraria setempat?
4. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi mekanisme akses warga dan bentuk penguasaan sumberdaya agraria yang terjadi pada warga setempat?
1.3 Tujuan
Mengacu pada perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk memahami struktur akses sumberdaya agraria oleh masyarakat desa hutan
dan pengaruhnya terhadap penghidupan warga setempat dalam kondisi struktur penguasaan yang didominasi oleh taman nasional dan perusahaan perkebunan.
Selain itu untuk memahami mekanisme akses dan bentuk penguasaan sumberdaya agraria masyarakat desa hutan. Gambaran mengenai mekanisme akses dan bentuk
penguasaan sumberdaya agraria masyarakat desa hutan didukung dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas masyarakat dalam
menguasai dan memanfaatkan sumberdaya agraria. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut tersebut dapat membawa pada tujuan utama penelitian ini yaitu untuk
memahami struktur agraria masyarakat desa hutan di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
1.4 Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitan yang telah dipaparkan, maka kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1. Pihak Akademisi
Penelitian ini
diharapkan mampu
menambah khasanah
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Terutama yang terkait dengan struktur
agraria dan pola pemanfaatan sumberdaya agraria pada masyarakat desa hutan.
2. Pihak Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai struktur agraria dan pola pemanfaatan
sumberdaya agraria pada masyarakat desa hutan. 3.
Pihak Pemerintah Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan berupa kritik dan
saran kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar lebih teliti dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan
sumberdaya agraria dan keberadaan masyarakat sekitar hutan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pusataka 2.1.1 Ruang Lingkup dan Struktur Agararia
Istilah “agraria” secara etimologis berasal dari bahasa Latin ager yang artinya lapangan, pedusunan, atau wilayah tanah negara Prent et.al, 1969
World Book Dictionary, 1982 dalam Wiradi 2008. Menurut Sitorus 2002 cakupan agraria lebih luas dari sekedar tanah, namun juga meliputi seluruh materi
yang ada didalam dan diatasnya, yaitu: air, udara, bahan tambang, dan manusia. Agraria merupakan bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami
fisik dan hayati yang menjadi objek agraria serta kehidupan sosial antar subjek pemanfaat sumber agraria yang terdapat di dalamnya.
Undang-Undang Pokok Agraria No.51960 memetakan objek agraria sebagai “seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang ada
didalamnya…” Pasal 1 Ayat 2. Pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah laut Pasal 1
Ayat 4. Sedangkan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut Pasal 1 Ayat 6. Selanjutnya dari pengertian tersebut, Sitorus 2002 menyimpulkan
bahwa yang disebut sebagai objek agraria meliputi: 1. Tanah atau permukaan bumi, yang merupakan modal alami utama dari
pertanian dan peternakan, yaitu sebagai lahan usaha tani dan padang rumput. 2. Perairan, yang merupakan modal alami dalam kegiatan perikanan, baik
perikanan sungai maupun perikanan danau dan laut. Pada dasarnya perairan merupakan arena penangkapan ikan fishing ground bagi komunitas nelayan.
3. Hutan, merupakan modal alami utama dalam kegiatan ekonomi komunitas perhutanan yang hidup dari pemanfaatan beragam hasil hutan menurut tata
kearifan lokal. 4. Bahan tambang, yang terkandung dalam “tubuh bumi”, seperti minyak, gas,
emas, bijih besi, timah, intan, batu mulia, fosfat, pasir, batu, dan lain-lain.
5. Udara, yang termasuk juga materi “udara” sendiri. Arti penting materi udara sebagai sumber agraria baru semakin terasa belakangan ini setelah polusi asap
mesin atau kebakaran hutan mengganggu kenyamanan, keamanan, dan kesehatan manusia.
Adapun pihak yang disebut sebagai subjek agraria adalah pihak yang terlibat dalam memanfaatkan sumber-sumber atau obyek agraria. Sitorus 2002
membedakan subyek agraria menjadi tiga kategori, yaitu: komunitas sebagai kesatuan dari unit rumah tangga, pemerintah sebagai representasi negara, dan
swasta private sector. Ketiga subyek tersebut memiliki ikatan dengan sumber- sumber agraria melalui institusi penguasaanpemilikan tenure institution.
Hubungan penguasaanpemilikanpemanfaatan akan membawa implikasi terbentuknya ragam sosial, sekaligus interaksi sosial diantara ketiga subyek.
Setiap subyek akan saling berhubungan secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemnfaatan sumber agraria. Sitorus 2002 membagi analisis agraria kedalam
dua bentuk. Pertama: hubungan teknis, yaitu cara kerja ketiga subyek agraria dalam pemanfaatan obyek agraria. Kedua: hubungan sosial, yaitu hubungan ketiga
subyek agraria yang satu sama lain berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria tertentu. Hubungan
ketiga subyek agraria berpangkal pada perbedaan akses dalam hal penguasaan lahan. Hubungan antar subyek agraria kemudian membentuk sebuah struktur yang
digambarkan melalui Gambar.1.
Keterangan:
Hubungan teknis agraria kerja Hubungan sosial agraria
Hubungan yang melibatkan subyek agraria menyiratkan kepentingan sosial-ekonomi masing-masing subyek berkenaan dengan penguasaan dan
Pemerintah
Sumber Agraria Swasta
Masyarakat
Gambar 1.
Lingkup Struktur Agraria Sitorus, 2002
pemilikan atas sumber-sumber agraria. Menurut Wiradi White 2009, penguasaan tanah bertalian erat dengan kekayaan, pendapatan, kesempatan
ekonomi, dan penguasaan politik. Konsekuensi logis dari hubungan antar subyek tersebut adalah sejumlah hak dan kewajiban yang saling memberi batasan kepada
setiap subyek dalam rangka penguasaan sumber agraria. Jenis hak
2
merentang dari hak milik, hak sewa, hingga hak pakai, dan lainnya tergantung bagaimana
masyarakat yang bersangkutan menentukannya. Menurut Wiradi 2008 konsep “pemilikan” dan “penguasaan” berbeda
satu sama lain. Pemilikan menunjukkan hak atas lahan yang diakui secara legal formal. Dalam praktiknya, pemilikan merupakan penguasaan tanah secara de jure
yang diakui secara sah oleh hukum Negara. Sedangkan “penguasaan” merupakan bentuk penguasaan de facto yang berarti penguasaan yang dikenal, digunakan, dan
diberlakukan oleh masyarakat setempat secara efektif.
2.1.2 Masyarakat Desa Hutan
Desa menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan, merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri
dengan ikatan Negara Republik Indonesia. Rajati 2006 menjelaskan desa ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural
dalam hubungannya dengan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain. Dengan demikian, desa merupakan suatu batasan daerah geografis yang
merupakan tempat hidup sekelompok manusia yang saling terikat satu sama lain oleh nilai-nilai dan budaya tersendiri.
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu cakupan geografis tertentu dan memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan.
Anggota masyarakat saling berinteraksi satu sama lain dengan intensitas dan waktu yang lama, serta memiliki nilai dan aturan yang disepakati bersama dan
bersifat mengikat seluruh anggota yang tergabung.
2
Dikutip dari Artikel Kajian dan Opini “Memahami Terminologi Tenure”, Warta Tenure No.1 Edisi Januari 2006, Oleh Emila dan Suwito.
Masyarakat desa hutan merupakan sekelompok manusia yang memiliki nilaiaturan yang disepakati bersama dan
hidup bersama dalam suatu
pemerintahan desa yang berlokasi disekitar areal hutan. Kawasan yang disebut dengan pinggir hutan forest margin adalah wilayah yang pada satu atau lebih
sisinya berbatasan langsung dengan wilayah kehutanan. Pada wilayah demikian, terdapat areal pertanian dengan segenap infrastruktur pendukungnya yang menjadi
basis sosial ekonomi kehidupan masyarakatnya Syahyuti, 2002. Masyarakat desa hutan memiliki karakteristik sosial ekonomi yang khas.
Masyarakat sekitar hutan di Jawa secara sosial ekonomi sangat lemah dan tergantung kepada sumberdaya hutan Katusubrata
et al.
,1995 dalam Syahyuti,2002. Ketergantungan masyarakat desa hutan dengan hutan disekitarnya
terjadi tidak hanya pada aspek ekonomi dimana hutan menjadi penyedia kebutuhan hidup semata, tapi juga pada aspek ekologi dan sosial. Masyarakat
terlebih masyarakat adat terbiasa memiliki pembagian wilayah hutan secara tradisional yang memisahkan wilayah eksploitasi dan wilayah lindung dalam
rangka menjaga kelestarian hutan. Misalnya, masyarakat di kawasan Halimun membagi hutan menjadi tiga kawasan, yaitu: Leuweung Kolot atau leuweueng
geledegan, Leuweung Titipan, dan Leuweung Sampalan. Secara umum, proses pembentukan masyarakat hutan berdasarkan sejarah
pembentukannya dikategorikan menjadi dua, yaitu masyarakat adat dan masyarakat pendatang atau masyarakat bentukan baru. Kongres Masyarakat Adat
Nusantara I tahun 1999
3
mendefiniskan masyarakat adat sebagai komunitas- komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun diatas
suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang
mengelola keberlangsungan kehidupannya. Syahyuti 2002 dan Sondakh 2002 mengemukakan bahwa masyarakat
bentukan baru di kawasan pinggir hutan terjadi karena adanya migrasi akibat pertumbuhan penduduk yang cepat, faktor bencana alam ataupun juga intervensi
kebijakan pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan yang bersifat
3
diakses dari http:www.aman.or.idberita-aman7199.html?lang=en_GB.utf8
pada tanggal 4 Desember 2010
sektoral. Selain itu alasan pendorong terjadinya masyarakat bentukan baru adalah kesempatan ekonomi yang berbeda, dimana kekayaan sumberdaya agararia di
sekitar hutan menjadi daya tarik untuk mendiami daerah pinggir hutan .
2.1.3 Akses
Ribot Pelusso 2003 mengartikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu tanah atas dasar penguasaan. Definisi akses
cenderung mengarah pada satu gugus kekuasaan bundle of power yang lebih menekankan pada “kemampuan memanfaatkan” daripada “sekumpulan gugus
hak” bundle of right dalam arti propherty rights. Akses dapat dilihat pada tatanan hubungan sosial lebih luas yang membuat seseorang dapat memperoleh
keuntunganmanfaat sumberdaya dari ada atau tidaknya hubungan property. Kekuasaan yang dimaksud dalam akses terdiri dari komponen-komponen
material, kultural, dan politik-ekonomi yang saling berhimpun menjadi sebentuk gugus kekuasaan bundle of power dan jejaring kekuasaan web of power yang
menentukan akses terhadap sumberdaya. Kekuasaan yang terkandung dalam akses terwujud dalam dan dipertukarkan sesuai jarak kekuasaan, ragam mekanisme,
proses dan relasi sosial yang mengakibatkan kemampuan aktor dalam mengambil manfaatkeuntungan dari sumberdaya alam.
Komponen material, kultural, dan politik-ekonomi tidak statis, senantiasa mengalami perubahan dalam setiap ruang dan waktu yang berbeda bergantung
pada posisi individu dalam setiap jenis relasi sosialnya. Kekuasaan melekat pada setiap bentuk hubungan dan merupakan konsekuensi dari relasi sosial. Secara
empiris, akses berfokus pada isu mengenai siapa yang mendapatkan, dengan cara seperti apa, dan kapan dalam keadaan yang seperti apa.
Istilah “tenure” dan “property relation” hubungan kepemilikan awalnya digunakan untuk menerangkan hubungan kepemilikan sumberdaya dan pengakuan
kontrol dalam beberapa cara melalui beberapa kelembagaan sosial. Namun lebih sering digunakan untuk menjelaskan “property right” hak kepemilikan yang
diakui oleh hukum negara. Konsep akses menempatkan property sebagai salah satu faktor dalam aras institusi, sosial, dan politik-ekonomi yang lebih besar, yang
menentukan aliran manfaatkeuntungan. Dari sudut pendekatan akses, maka
property right merupakan bagian dari kelembagaan, hubungan-hubungan sosialpolitik, serta diskursus strategis yang mengatur aliran kemanfaatan.
Analisis mengenai akses secara umum terdiri atas: 1 aliran manfaat dari sumberdaya alam, 2 identifikasi mekanisme dengan aktor yang berbeda,
mencakup perolehan, kontrol, dan pemeliharaan aliran keuntungan dan distibusinya, 3 analisis mengenai hubungan kekuasaan antar aktor yang
mendasari mekanisme akses.
Mekanisme Akses
Menurut Ribot Pelusso 2003, analisis mengenai mekanisme akses
merupakan proses untuk mengidentifikasi dan memetakan cara bagaimana akses tersebut diperoleh, dipelihara, dan dikontrol. Mekanisme akses dibagi menjadi
dua, yaitu; 1. Akses Legal
Merujuk pada pengertian property yang merupakan hak terdefinisi oleh hukum,
custom, dan
konvensi MacPherson,
1978 dalam
RibotPelusso,2003. Hak kepemilikan berdasarkan hukum berarti memberikan kemungkinan akses yang disahkan melalui bentuk lisensi
pemanfaatan dari lembaga berwenang negara. Akses berdasarkan custom dan konvensi didapat melalui penerimaan sosial. Pemegang hak dapat
menyatakan pengakuan haknya dengan aturan formal untuk mengontrol haknya.
2. Akses Ilegal Merupakan akses langsung yang berlawanan dengan hukum, custom, dan
konvensi. Akses illegal berarti pengambilan manfaat darisumberdaya melalui cara yang tidak dikehendaki secara sosial oleh negara dan
masyarakat. Akses illegal biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak melalui kaidah karena keterbatasan dalam akses, contohnya
melalui tindak kekerasan dan pencurian.
Struktur dan Relasi Mekanisme Akses
Kemampuan untuk memperoleh manafaat dari sumberdaya dibatasi oleh kerangka politik-ekonomi dan budaya. Blaiki 1985 dalam Ribot Pelusso 2003
menyebutkan bahwa modal dan identitas sosial mempengaruhi siapa yang akan
mendapat prioritas askses. Berangkat dari pemikiran ini, Ribot Pelusso 2003 menjelaskan bagaimana teknologi, modal, pasar, pengetahuan, otoritas, identitas
sosial, dan relasi sosial akan membentuk struktur askes. 1. Akses terhadap Teknologi
Bebarapa sumberdaya tidak bisa diekstraksi tanpa menggunakan teknologi. Kontrol dan akses seseorang terhadap teknologi dapat memberikan nilai
manfaat yang lebih banyak sumberdaya. 2. Akses terhadap Modal
Akses terhadap modal merupakan salah satu faktor yang memnentukan siapa yang dapat memanfaatkan sumberdaya dengan cara mengontrol atau memlihara
akses mereka. Akses terhadap modal secara umum merupakan akses terhadap kekayaan danperlengkapan yang dapat digunakan dalam ekstraksi, produksi,
konversi, mobilisasi tenaga kerja, dan proses lainnya ynag diasosiasikan dengan perolehan manfaat dari benda dan orang. Akses terhadap modal dapat
digunakan untuk mengontrol akses sumberdaya melalui perolehan hak. Dengan kata lain, dikarenakan status dan kekuasaan dapat menghasilkan kekayaan,
kekayaan tersebut mungkin juga mempunyai akses khusus kepada produksi, kesempatan, pengetahuan, otoritas dan sebagainya.
3. Akses terhadap Pasar Kemampuan untuk memperjualbelikan sumberdaya yang tergantung pada
kemampuan pemiliknya untuk masuk kedalam pasar. Secara umum, akses terhadap pasar sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk
mendapatkan, mengontrol, atau memelihara jalurmasuk pertukaran. Pasar selalu membentuk akses dalam skala yang berbeda dan terjadi secara tidak
langsung. Nilai dari sumberdaya mungkin saja berubah ketika sudah mengalami modifikasi bentuk. Perluasan kekuatan pasar dalam hal supply,
demand, dan harga membentuk distribusi keuntungan dari suatu komoditas. 4. Akses terhadap Tenaga Kerja
Siapa yang mengontrol akses tenaga kerja dapat memanfaatkan sumberdaya dalam beberapa tahap dimana tenaga kerja diperlukan sepanjang sumberdaya
tersebut diolah Appadurai, 1986 dalam Ribot Pelusso, 2003. Kelangkaan sumberdaya dan surplusnya akan mengakibatkan porsi relatif dari setiap
manfaat yang dinikmati oleh siapa yang menguasai sumberdaya, siapa yang mengontrol akses kesempatan kerja, dan siapa yang mempertahankan akses
meraka. Meskipun seseorang tidak memiliki akses melalui property rights dan penguasaan teknologi, namun hubungan transaksi memungkinnya untuk
mendapatkan akses sumberdaya melalui hubungan kerja dengan orang yang memiliki pemilikan sumberdaya melalui mekanisme akses tertentu.
5. Akses terhadap Pengetahuan Kepercayaan, ideologi, dan tindakan diskursiv membentuk akses. Kontrol
terhadap pengetahuan dan informasi mempunyai keuntungan langsung. Informasi mengenai teknologi mungkin saja disembunyikan untuk menjaga
hubunganpatron-client. 6. Akses terhadap Otoritas
Merupakan hak khusus yang dimiliki melalui kewenangan yang dimiliki individu untuk memanfaatkan sumberdaya. Hukum legal membentuk akses
terhadap sumberdaya, modal, pasar, dan tenaga kerja. Hukum legal, custom, dan konvensi saling tumpangtindih satu sama lain dalam kekuasaan dan
membuka peluang bagi seseorang untuk mendapatkan identitas sosial yang berbeda dalam rangka mengakumulasi sumberdaya dengan menggunakan
legitimasi yang berbeda. 7. Akses terhadap Identitas Sosial
Akses terhadap identitas sosial menentukan distribusi manfaat dari sumberdaya. Akses diketahui melalui pendekatan identitas sosial atau
keanggotaan membership
dalam sebuah
komunitas, termasuk
pengelompokkan berdasar umur, gender, etnik, dan agama. 8. Akses terhadap Relasi Sosial
Akses hubungan sosial merupakan akses melalui negosiasi hubungan sosial seperti pertemanan, saling percaya, timbal balik, patron, ketergantungan, dan
obligasi merupakan poin-poin kritikal dalam jejaring akses. Dari analisis mengenai property right dan akses, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan aktor
dalam memanfaatkan
sumberdaya tergantung
dari penguasaannya atas struktur akses.
2.1.4 Taman Nasional
Taman Nasional merupakan salah satu jenis kawasan pelestarian alam. Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan yang sangat luas dan relatif tidak
terganggu. Kawasan ini memilki nilai alam dengan ciri yang menonjol atau ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan. Kawasan pelindung berfungsi
sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam
hayati dari ekosistemnya. Menurut Arief 2001 Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam
yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Sedangkan UU No 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya mendefinisikan Taman Nasional
sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Wilayah taman nasional dibagi menjadi beberapa zonasi berdasarkan fungsi-fungsi
tertentu. Pembagian zonasi Taman Nasional dapat dilihat pada Tabel.1.
Penetapan suatu kawasan sebagai Taman Nasional, tak jarang memunculkan sejumlah permasalahan yang melibatkan actor pemanfaat
sumberdaya yang terkandung didalamnya. Menurut Mc Neely 1995 dalam Prabowo 2010, secara umum terdapat sejumlah permasalahan yang sangat
penting dalam pengelolaan kawasan konservasi, yaitu: lemahnya konstititusi nasional, konflik dengan penduduk local, konflik antar berbagai sector pemerintah
pertanian, kehutanan, perikanan, irigasi, dan pertambangan, ketidakmampuan dalam mengelola, serta ketidakmantapan dan ketidakmampuan dalam pendanaan.
Tabel 1. Tabel Zonasi Taman Nasional
NO Zonasi
Kriteria Fungsi
1 Zona Inti
1. mengandung jenis tumbuhan 200
spesies1000 hektar; 2. mengandung jenis
tumbuhan endemic; 3. mengandung ekosistem
khas; 4. merupakan habitatdaerah
jelajah satwa yang dilindungi;
5. mengandung tumbuhan langkadilindungi;
Secara khusus diperuntukkan bagi upaya perlindungan dam pelestarian,
maka dalam
zona ini
tidak diperbolehkan
adanya kegiatan
pengunjung kecuali
kegiatan penelitian. Kedudukan zona ini sama
dengan Cagar Alam atau Suaka Margasatwa.
2 Zona
Rimba 1. mengandung jenis
tumbuhan 200 spesies1000 hektar;
2. mengandung tegakan dengan kerapatan , 200
spesies1000 hektar. 3. merupakan habitatdaerah
jelajah satwa liar; Zona ini dapat dikunjungi dengan
berbagai kegiatan rekreasi, tetapi dalam batas-batas tertentu. Kegiatan
yang ada umunya suatu pengelolaan habitat dan pembuatan jalan setapak
atau paling sedikit wisata alam terbatas.
3 Zona
Pemanfaat an
1. mengandung objek wisata menarik;
2. memungkinkan dikembangkannya sebagai
pusat kunjungan; Zona
ini dialokasikan
untuk menampung bentuk kegiatan rekreasi
dan penyediaan
sarana untuk
pengelolaan, misalnya kantor dan stasiun penelitian, bumi perkemahan,
tempat parkir, dan yang lain-lain. Zona
ini mudah
dicapai oleh
pengunjung dan memiliki manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut. Zona
ini sama dnegan Hutan WisataTaman Wisata atau Wana Wisata.
4 Zona
Pemanfaat an
Tradisional 1.
lebih dari 25 kebutuhan pokok warga desa setempat
bergantung pada kawasan Taman Nasional
2. berdekatanberbatasan
dengan wilayah desa 3.
mempunyai ekosistem yang tidak asli
Ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan
tradsional oleh
masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan
sumberdaya alam.
5 Zona
Rehabilitas i
1. kandungan tegakan 100
batanghektar; 2.
merupakan daerah tangkapan air potensial;
3. merupakan koridor satwa
liar; 4.
mempunyai ekosistem yang tidak asli
Bagian dari Taman Nasional yang mengalami kerusakan, sehingga perlu
dilakukan kegiatan
pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya
yang mengalami kerusakan.
Sumber: Dari berbagai sumber diolah
2.2 Kerangka Pemikiran
Masyarakat desa hutan yang berada pada bagian daerah dataran tinggi tidak dapat dipandang hanya sebagai kesatuan manusia tradisional semata yang
bergabung secara fisik dalam suatu batas geografis tertentu yang jauh dari pusat dan tercipta begitu saja. Lebih jauh dari itu, masyarakat desa hutan merupakan
suatu entitas sosial yang terbentuk melalui sejarah panjang dan memiliki keterlibatan politik, ekonomi, dan sosial dengan daerah dataran rendah pusat
yang sudah lama dan masih terus berlangsung Muray Li, 2002. Menurut Pelusso 2006, dalam sejarah penguasaan sumberdaya oleh negara, terdapat suatu
kepentingan yang saling berbenturan dan ketegangan antara negara dan petani warga lokal dalam hal kepentingan-kepentingan yang berkaitan pemanfaatan
sumberdaya hutan. Kebijakan negara dalam penguasaan hutan berhadapan langsung dengan akses dan kendali petani atas sumberdaya hutan.
Kebijakan negara dalam pengelolaan sunberdaya agraria hutan
dituangkan dalam produk-produk kebijakan yang mengatur alokasi dan penguasaan sumberadaya agraria hutan. Sedangkan akses warga terhadap
sumberdaya dari sudut pandang teori akses Ribot dan Pelusso 2003 ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: teknologi, modal, pasar, tenaga kerja, pengetahuan,
otoritas, identitas sosial, dan relasi sosial. Didalam kondisi dimana SDA dimonopoli perusahaan perkebunan dan
Taman Nasional sebagai representasi Negara, maka ruang gerak warga bertambah sempit, dimana hampir semua faktor akses dikuasai oleh perusahaan perkebunan
dan Taman Nasional. Dengan mengasumsikan bahwa masyarakat lokal sudah terdiferensiasi maka terdapat perbedaan diantara warga dalam mendapatkan akses
pada sumberdaya. Keseluruhan proses tersebut kemudian akan memberikan implikasi terhadap kegiatan dan pola-pola pemanfaatan sumberdaya agraria oleh
masyarakat. Dalam kondisi demikian, melalui mekanisme seperti apa warga mendapatkan bentuk akses terhadap sumberdaya, faktor apa saja yang
mempengaruhi mekanisme akses tersebut, lalu bagaimanakah pengaruhnya terhadap penghidupan warga.
Keseluruhan kerangka pemikiran tersebut
digambarkan dalam Gambar 2.
Keterangan : = saling mempengaruhi = mempengaruhi
= dominasi NEGARA
PTPN VIII
Orientasi
Produksi Kebijakan
Konservasi TNGHS
SUMBER DAYA AGRARIA Lahan
Warga Kebutuhan Hidup
Struktur Akses RibotPelusso 2003
1. Teknologi 5. Pengetahuan
2. Modal 6. Otoritas
3. Pasar 7. Identitas Sosial
4. Tenaga Kerja 8. Relasi Sosial
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesa: