62 Fakta-fakta yang ditemukan Greenpeace bersama Institut Penelitian CE
Delft melalui studi kasus di lima negara pengguna batubara, yaitu India, China, Filipina, Indonesia, dan Thailand dimana masing-masing negara mewakili salah
satu tahap dari rantai aliran produksi batubara. Rantai produksi ini terdiri dari proses penambangan yang diwakili oleh negara India, proses pembakaran diwakili
oleh negara Indonesia, Cina, sedangkan aksi penentangan penggunaan batubara diwakili oleh negara Thailand. Dampak yang ditimbulkan pada tiap negara dapat
dikatakan serupa, mulai dari masalah kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah kerusakan lingkungan.
Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, mereka melihat bahwa pemerintah India, China, Filipina, Indonesia dan Thailand tidak menanggapi dan
tidak memperhitungkan ‘biaya’ yang akan ditanggung masyarakat. Khususnya di Indonesia, mereka memandang bahwa proyeksi Menteri Energi dan Sumberdaya
Mineral ESDM untuk membenarkan pembangunan PLTU baru adalah keliru karena tidak mengindahkan dampak yang akan ditimbulkan seperti penyakit
pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap dan penurunan hasil pertanian serta perubahan iklim. Menurut juru kampanye, berdasarkan letak
geografis Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang sangat rentan terhadap perubahan.
Menurut Greenpeace, akibat yang ditimbulkan tersebut merupakan “biaya” yang harus dibayar oleh masyarakat. Selain itu, mereka memandang
bahwa pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap batu batubara atau “mafia batubara” telah mensayasai depatemen energi sehingga menghambat proses
pengembangan potensi sumber energi bersih dan terbarukan yang terdapat di Indonesia.
5.2 Consensus frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace
Indonesia
Melihat aksi-aksi yang dilakukan oleh Greenpeace selama ini menyangkut isu batubara seperti aksi damai langsung Cilacap dan Bali, LSM ini berusaha
mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendesak pemerintah maupun perusahaan untuk mengembangkan energi yang terbaharukan dan menghentikan
63 penggunaan batubara. Karena apabila batubara terus menerus digunakan laju
perubahan iklim global akan semakin cepat dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggulanginya semakin besar serta emisi gas rumah kaca harus
mencapai puncaknya paling lambat pada tahun 2015. Langkah ini diperlukan karena mereka melihat pemerintah maupun pihak perusahaan sebagai pengelola
tidak memiliki komitmen untuk menanggulangi perubahan iklim. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Algore yang dikutip oleh juru kampanye Greenpeace :
”Saya bingung kenapa pemuda-pemuda di dunia sekarang, tidak melakukan aksi mereka untuk menghentikan..ee..bulldozer yang
sedang membangun
Pembangkit listrik
tenaga uap..tenaga
batubara..karena bulldozer-bulldozer inilah yang pada akhirnya meruntuhkan kehidupan umat manusia dengan mereka membangun
Pembangkit Listrik Tenaga Uap..” Af, 28 tahun
Melalui buku yang telah diterbitkan, Greenpeace berusaha menyadarkan dan mengajak masyarakat luas untuk turut mendukung dan mempromosikan
penggunaan sumber-sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan seperti yang terlihat pada salah satu halaman buku ”Biaya Batubara Sebenarnya” yang
berjudul ”Meninggalkan Batubara”. Karena dengan mengembangkan energi terbarukan masyarakat yang bermukim dekat dengan PLTU tidak akan lagi
menerima beban maupun masalah ekonomi, kesehatan dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data-data yang ditemukan pada aksi damai langsung Cilacap
dan Bali serta buku ” Biaya Sebenarnya Batubara” dan pendapat yang didampaikan oleh juru kampanyenya, terlihat agregate frame dari LSM ini yang
berusaha mendefinisikan dan menegaskan bahwa masalah lingkungan sebagai masalah sosial karena dampak yang ditimbulkan akibat dari pengrusakan hutan
dan penggunaan sumber energi yang kotor akan berpengaruh terhadap kehidupan setiap manusia yang hidup di bumi.
64
5.3 Collective action frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM