Agregate Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace

60

BAB V FRAME GERAKAN SOSIAL ANTI-BATUBARA PADA LSM

GREENPEACE ASIA TENGGARA di INDONESIA Media komunikasi dalam organisasi dapat dikatakan sebagai suatu framing, seperti aksi penentangan batubara yang Greenpeace lakukan di Indonesia, buku yang diterbitkan, maupun aktifitas lainnya, karena media komunikasi tersebut memuat frame gerakan sosial yang mempengaruhi cara pandang seorang individu dalam mengkontruksi suatu fakta atau peristiwa, dan membentuk suatu identitas kolektif. Frame gerakan sosial anti-batubara merupakan frame yang dibentuk oleh LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia, frame ini berperan memobilisasi seorang individu agar masuk kedalam kelompok dan secara aktif menentang penggunaan batubara. Frame gerakan sosial ini terdiri dari agregate frame, consensus frame, dan collective action frame. Melalui frame ini seorang individu dapat merasakan dan sadar akan bahwa masalah lingkungan khususnya batubara merupakan masalah sosial karena di dalamnya terdapat unsur ketidakadilan, dan melabeli maupun mengkontruksi pihak-pihak yang terkait dan bertanggung jawab atas masalah lingkungan, terkait dengan batubara, serta mengkontruksi identitas seorang individu.

5.1 Agregate Frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace

Asia Tenggara di Indonesia Greenpeace memandang perubahan iklim tantangan terbesar masyarakat dunia kedepannya, akibat dari meningkatnya suhu iklim dunia atau pemanasan global karena meningkatnya selimut alami dunia. Tantangan tersebut mereka jabarkan ke dalam dampak-dampak bersifat irreversible tidak dapat diputar balik yang akan timbul apabila perubahan iklim terjadi. Dampak-dampak tersebut adalah meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar, dimana dampak-dampak tersebut akan merusak ekosistem dunia dan mengancam penduduk yang tinggal di dalamnya, terlebih lagi bagi penduduk yang berada di kawasan Asia Tenggara, karena banyak negara yang berada di kawasan 61 ini merupakan negara kepulauan ataupun pesisir, sehingga rentan terhadap dampak-dampak yang akan timbul akibat dari perubahan iklim dunia. Menurut LSM ini, di Indonesia penyebab dari perubahan iklim berasal dari dua sektor yaitu sektor hutan dan sektor energi. Dalam pandangan Greenpace, posisi hutan sangat penting sebagai pengatur iklim global dan pola cuaca, yang merupakan sistem-sistem penting dari lingkungan hidup yang mendukung kehidupan di atas bumi, karena hutan dan tanahnya adalah penyimpan karbon yang besar, lebih besar dari ekosistem daratan lainnya. Hampir separuh wilayah hutan yang hilang dalam 10.000 tahun terakhir punah kurang dari 80 tahun yang lalu dan sebagian besar pengrusakan hutan ini terjadi dalam 30 tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan penyusutan dan kepunahan keanekaragaman hayati terbesar di atas bumi dan dengan demikian menghancurkan kehidupan jutaan orang yang bergantung pada hutan. Untuk memperkuat argumen tersebut Greenpeace mengutip pernyataan para ahli lingkungan yang berpendapat bahwa bumi sedang berada pada tahap kepunahan besar keenam dan laju kepunahan akan meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2050. Menurut perkiraan Greenpeace Asia Tenggara, Indonesia adalah penghasil emisi ketiga terbesar gas rumah kaca dunia setelah Cina dan Amerika Serikat. Tingkat emisi yang tinggi ini merupakan konsekuensi dari sangat tingginya laju penggundulan hutan, yang mencapai hampir dua juta hektar per tahun, terutama pengrusakan hutan gambut yang kaya karbon. LSM ini memperkirakan dua milyar ton karbondioksida CO 2 dilepas hanya dari pengeringan dan pembakaran hutan gambut di Asia Tenggara, dimana 90 persen emisi CO 2 hutan gambut di wilayah ini berasal dari Indonesia. Pada sektor energi, batubara merupakan salah satu penyebab meningkat laju perubahan iklim dunia, hal ini dilihat sebagai suatu bentuk ketidakadilan, tidak adil bagi lingkungan maupun manusia yang menempatinya. Permasalahan ini mulai dikampanyekan oleh Greenpeace Internasional akhir tahun 2008 ketika mereka menemukan fakta-fakta bahwa biaya eksternalitas dari batubara itu sangat besar berbanding terbalik dengan anggapan yang mengatakan bahwa batubara adalah energi yang murah. 62 Fakta-fakta yang ditemukan Greenpeace bersama Institut Penelitian CE Delft melalui studi kasus di lima negara pengguna batubara, yaitu India, China, Filipina, Indonesia, dan Thailand dimana masing-masing negara mewakili salah satu tahap dari rantai aliran produksi batubara. Rantai produksi ini terdiri dari proses penambangan yang diwakili oleh negara India, proses pembakaran diwakili oleh negara Indonesia, Cina, sedangkan aksi penentangan penggunaan batubara diwakili oleh negara Thailand. Dampak yang ditimbulkan pada tiap negara dapat dikatakan serupa, mulai dari masalah kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah kerusakan lingkungan. Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, mereka melihat bahwa pemerintah India, China, Filipina, Indonesia dan Thailand tidak menanggapi dan tidak memperhitungkan ‘biaya’ yang akan ditanggung masyarakat. Khususnya di Indonesia, mereka memandang bahwa proyeksi Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral ESDM untuk membenarkan pembangunan PLTU baru adalah keliru karena tidak mengindahkan dampak yang akan ditimbulkan seperti penyakit pernafasan, kecelakaan tambang, hujan asam, polusi asap dan penurunan hasil pertanian serta perubahan iklim. Menurut juru kampanye, berdasarkan letak geografis Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang sangat rentan terhadap perubahan. Menurut Greenpeace, akibat yang ditimbulkan tersebut merupakan “biaya” yang harus dibayar oleh masyarakat. Selain itu, mereka memandang bahwa pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap batu batubara atau “mafia batubara” telah mensayasai depatemen energi sehingga menghambat proses pengembangan potensi sumber energi bersih dan terbarukan yang terdapat di Indonesia.

5.2 Consensus frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM Greenpeace

Dokumen yang terkait

Peran Jaringan Komunikasi dalam Gerakan Sosial Untuk Pelestarian Lingkungan Hidup"Reviewer"

0 4 4

PEMBINGKAIAN PESAN UNTUK MENGUBAH SIKAP DAN PERILAKU

11 56 235

PEMBINGKAIAN BERITA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIMKOPENHAGEN 2009 di SURAT KABAR HARIAN KOMPAS PEMBINGKAIAN BERITA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM KOPENHAGEN 2009 di SURAT KABAR HARIAN KOMPAS (Analisis Framing Mengenai Jurnalisme Lingkungan Hidup Dalam Pemberitaan

0 2 17

PENDAHULUAN PEMBINGKAIAN BERITA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM KOPENHAGEN 2009 di SURAT KABAR HARIAN KOMPAS (Analisis Framing Mengenai Jurnalisme Lingkungan Hidup Dalam Pemberitaan Konferensi Perubahan Iklim Kopenhagen 2009 di Surat Kabar Harian Kompas Desemb

0 6 37

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN PEMBINGKAIAN BERITA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM KOPENHAGEN 2009 di SURAT KABAR HARIAN KOMPAS (Analisis Framing Mengenai Jurnalisme Lingkungan Hidup Dalam Pemberitaan Konferensi Perubahan Iklim Kopenhagen 2009 di Surat Kabar Haria

0 4 21

PENUTUP PEMBINGKAIAN BERITA KONFERENSI PERUBAHAN IKLIM KOPENHAGEN 2009 di SURAT KABAR HARIAN KOMPAS (Analisis Framing Mengenai Jurnalisme Lingkungan Hidup Dalam Pemberitaan Konferensi Perubahan Iklim Kopenhagen 2009 di Surat Kabar Harian Kompas Desember 2

0 3 50

Gerakan sosial baru (Studi Kasus Pola Jaringan Gerakan Sosial Cinta Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indoensia Yogyakarta) Jurnal

2 4 15

GERAKAN PEREMPUAN WONOREJO DALAM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DI RUNGKUT KOTA SURABAYA.

0 3 120

analisis-gender-dalam-pembangunan-lingkungan hidup

0 0 50

Analisis Framing Tentang Poligami Dalam

1 1 15