100
7.3 LH : Siswi
Greenpeace University Indonesia
LH lahir di Jakarta tahun 1984, pendididkan terakhir S1 arsitektur Universitas Indonesia. Sejak kuliah ia aktif dalam organisasi kemahasiswaan,
setelah lulus dia dengan beberapa temannya bergabung membentuk kelompok lingkungan ‘kecil-kecilan’ yang bertujuan untuk memberikan siswa-siswi sekolah
dasar maupun menengah mengenai alternatif cara belajar dalam mengenal lingkungan. LH berharap kelak dirinya dapat bekerja di dalam sistem
pemerintahan Indonesia untuk membantu memelihara budaya dan lingkungan Indonesia bersama Greenpeace sebagai pendamping. Hal ini menunjukan bahwa
identitas aktivis yang melekat pada diri LH adalah identitas aktivis lingkungan hidup dan identitas aktivis ini tidak mengalami perubahan walaupun LH
mengikuti program dari Greenpeace. Pada tahun 2009, tepatnya sejak bulan Maret LH mengikuti program
Greenpeace University, yang baru pertama kali diselenggarakan oleh GPSEA. Selama 6 bulan LH diberikan materi-materi yang berkenaan dengan cara
menyusun program suatu kampanye maupun cara melaksanakannya dan sesekali diberikan pengetahuan mengenai kondisi lingkungan di Indonesia saat ini. Dalam
program ini LH memiliki kesempatan untuk bertemu orang baru setiap harinya, hal ini telah menjadi sesuatu yang paling LH persiapkan untuk belajar langsung
dari orang-orang yang telah melakukan sesuatu untuk membantu lingkungan dan memberinya banyak inspirasi. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang dia
dapatkan dari Universitas Greenpeace, LH merasa memiliki nilai-nilai Greenpeace sebagai mentor dan akan menerapkannya pada setiap langkah yang
akan dia ambil kelak. Setelah beberapa lama berinteraksi dengan LSM ini, ia melihat bahwa
Greenpeace adalah LSM yang ‘intelek’, melihat dari aksi-aksinya yang kreatif dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan sehingga dirinya merasa tertarik untuk
berpartisipasi dalam program yang Greenpeace Asia Tenggara Indonesia selenggarakan. LH sangat menaruh perhatian terhadap kondisi lingkungan
Indonesia. Menurutnya kondisi lingkungan Indonesia sudah mencapai ‘tahap yang paling kritis’ didukung dengan moral warga Indonesia yang ‘rusak’, karena
mengorbankan lingkungan
demi mencapai
keuntungan semata.
Dia
101 membandingkannya dengan hutan Amazon karena memiliki kemiripan dengan
kondisi hutan Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, dalam pandangannya warga yang berada dalam kawasan hutan amazon memiliki
perhatian dan usaha yang sangat besar dalam menjaga keletarian hutannya, hal ini berbanding terbalik dengan warga Indonesia.
Ditanyai mengenai batubara, LH menyimpan kerasayan terhadap slogan ‘no coal’ yang sedang dikampanyekan oleh Greenpeace. Menurutnya Indonesia
tidak bisa lepas dari batubara sebagai sumber energinya,
“sebenenya saya masih rada-rada ragu..dengan no coal..kalo menurut saya ga bisa..bukannya engga setuju dengan no coal..cuma
yang diperbaikin bukan cuma kuantitasnya…kalaupun mau renewable energy, itu batubara tetep dipake..” LH, 25 tahun
Menurut LH sebenarnya permasalahan terletak pada kegiatan ekspor ‘besar-besaran’ batubara yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, seharusnya
pemerintah fokus untuk memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri terlebih dahulu dan membatasi kegiatan ekspornya sehingga kegiatan pertambangan dapat
diawasi dan dibatasi. Namun hal ini sulit untuk direalisasikan karena ‘pengusaha batubara yang berpolitik’ akan menjadi ‘lawan’ pertama yang harus dihadapi.
Identitas kolektif yang melekat pada LH, secara ringkas ditampilkan pada matriks berikut ini.
Identitas Aktivis Identitas Organisasional
Identitas Taktik Nam
a sebelum
Sesudah sebelum
Sesudah Sebelum
sesudah
LH
Aktivis Lingkungan
Aktivis Lingkungan
Aktivis Education
Care Units Aktivis
Education Care Units
Edukasi Aksi
Langsung atau NVDA
dan Independe
n
Matriks 5. Identitas Kolektif yang Melekat Pada LH.
102
7.4 FA :