48
4.3 Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia GPSEA Indonesia
GPSEA di Indonesia secara resmi berdiri pada bulan Maret tahun 2008. Misi Greenpeace hadir di Indonesia adalah untuk melindungi hak-hak
lingkungan, mengekspos dan menghentikan kejahatan lingkungan, serta mengedepankan pembangunan bersih. Dalam menjalankan aktifitasnya, LSM ini
menolak donasi dari pemerintah, organisasi atau partai-partai politik dan lembaga lainnya sehingga LSM ini bebas menyuarakan dan mengekspos kejahatan-
kejahatan lingkungan. Awalnya Greenpeace mulai menjajaki wilayah Indonesia sekitar tahun
1990, dengan mengusung toxic waste sebagai isu utama hingga pada akhirnya mereka bersama dengan LSM lokal, berhasil menghentikan masuknya limbah
sampah berbahaya di pelabuhan Tanjung Priok dan mengembalikannya ke nagara asal yaitu Jerman. Pada tahun 2004 Greenpeace datang kembali ke Indonesia,
tepatnya ke Kalimantan untuk meneliti keadaan hutannya dan mengkontrak salah satu apartemen di daerah Kuningan yang dijadikan kantor atau tempat mengurus
masalah administrasi, namun saat itu Greenpeace hadir di Indonesia hanya saat ada program-program tertentu saja.
Greenpeace memulai program dengan memiliki kantor operasional di daerah Sempur Bogor. Greenpeace mulai aktif kembali berkampanye di wilayah
Indonesia dengan isu deforestasi hutan alam Indonesia sebagai masalah utama di daerah Kalimantan dan Papua dengan nama kampanye Paradise Forest. Saat itu
Greenpeace di Indonesia belum memiliki struktur yang lengkap dan belum secara legal berdiri di Indonesia, hanya terdiri dari administrator, koordinator aksi, juru
kampanye media, dan bantuan beberapa staff dari Greenpeace internasional dan Greenpeace Asia Pasifik. Hal ini mendapatkan respon positif dari masyarakat
Indonesia, terlihat dari cukup besarnya jumlah volunter yang sudah bergabung dengan Greenpeace yaitu sekitar 100 orang. Pada pertengahan tahun 2006, kantor
GPSEA Indonesia pindah ke Jakarta di daerah Cikini dan melegalkan kehadirannya di Indonesia pada tanggal 1 maret 2006 maka struktur kepengurusan
pun mulai lengkap tersusun. Hadirnya Greenpeace di Indonesia bukan tanpa hasil, saat bencana
tsunami mengguncang
rakyat Aceh
pada tahun
2005, Greenpeace
49 mendistribusikan energi listrik yang bersih bagi korban Aceh yang berhasil
selamat dengan memasang sistem energi solar PV pada suatu desa agar kebutuhan energinya terpenuhi
Pada tahun 2006 di bawah tekanan Greenpeace, Asian Development Bank ADB meningkatkan bantuan dana untuk energi terbarukan serta memberikan
dana energi bersih senilali 1 milyar dollar AS. Selain itu, Greenpeace mencetuskan program manajemen hutan berbasis masyarakat sebagai solusi atas
penghancuran hutan Papua yang berkelanjutan.
Setahun kemudian saat pemerintah Indonesia berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, komunitas dan kelompok-kelompok lokal di
Jepara berhasil mendorong perubahan nyata setelah dikeluarkannya fatwa oleh para pemuka agama setempat yang menentang rencana pembangunan pembangkit
listrik tenaga nuklir di wilayah yang berdekatan dengan gunung Muria, yang merupakan gunung berapi yang masih aktif. Selain itu, Greenpeace berhasil
menunjukan dampak deforestasi dan peran lahan gambut pada iklim melalui Kamp Pembela Hutan di Riau, Sumatra.
4.4 Prinsip Utama