36 .
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pembentukan Identitas Kolektif pada LSM Greenpeace Asia
Tenggara Indonesia.
2.6 Definisi Konseptual
Definisi konseptual yang digunakan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut :
1. Budaya organisasi LSM Greenpeace merupakan suatu nilai maupun norma
yang menjadi pedoman anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi maupun menghadapi permasalahan serta cara bagaimana anggota baru
memahami organisasi yang terdapat pada LSM Greenpeace, seperti misi dari organisasi maupun prinsip utama yang di pegang teguh oleh LSM ini .
2. Media komunikasi organisasi merupakan media yang digunakan oleh
organisasi dalam menyampaikan gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang terdiri dari
cerita, ritual, lambang materi, dan bahasa. 3.
Cerita merupakan pemaparan secara tertulis ataupun tidak tertulis tentang suatu peristiwa mengenai organisasi, dan pemaparan tentang suatu peristiwa
Budaya organisasi gerakan sosial baru
Media Komunikasi
o Cerita
o Ritual
o Lambang materi
o Bahasa
Identitas Kolektif
§ Identitas aktivis § Identitas
organisasional § Identitas taktis
Frame Gerakan Soial
o Agregate frame
o Consensus frame
o Collective Action
frame
Elemen frame
o Isu utama
o Diagnosis
o Prognosis
o Argumen pendukung
o Simbol-simbol
37 ataupun fakta yang berfungsi dalam menyampaikan informasi, moral, nilai-
nilai yang mampu memberi semangat anggota dan bersifat meyakinkan. 4.
Ritual adalah deretan berulang kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling
penting, serta berguna dalam menciptakan aturan, kejelasan, memprediksi, terutama mengenai masalah-masalah penting, serta ritual dapat dikatakan
sebagai suatu aktifitas yang bermafaat dalam proses sosialisasi, stabilisasi, mengurangi kecemasan dan kerasayan, dan menyampaikan pesan-pesan
kepada anggotanya. 5.
Lambang materi adalah simbol-simbol bermakna yang terdapat dalam organisasi, seperti pakaian Greenpeace dan pakaian Greenpeace yang bertema
anti-batubara. 6.
Bahasa adalah cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikan
penerimaan mereka akan budaya itu. Dalam organisasi bahasa dapat dilihat melalui bahasa ataupun istilah-istilah yang digunakan oleh anggota organisasi
dalam aktifitas keorganisasiannya. Istilah-istilah tersebut dapat dikatakan sebagai suatu metafora yang mampu menekan isu yang kompleks menjadi
gambaran yang
memudahkan anggotanya
dalam memahami
dan mempengaruhi tingkah laku, penilaian dan tindakan.
7. Frame adalah sebuah skema interpretasi yang membuat realitas menjadi
teridentifikasi, dipahami dan dimengerti dengan label tertentu, yang dapat dipandang sebagai suatu content dan struktur.
8. Isu utama adalah hal utama yang menjadi fokus pembahasan pada suatu frame
ataupun media komunikasi yang terdapat pada budaya organisasi LSM Greenpeace.
9. Diagnosis frame merupakan frame yang berisi identifikasi dari suatu
peristiwa atau kondisi yang dianggap sebagai suatu permasalahan dan perlu diperbaiki serta menunjukan pihak-pihak yang dianggap sebagai penyebab
38 timbulnya permasalahan tersebut. Snow dan Benford dalam Larana dkk,
1994 10.
Prognosis frame menunjukan rencana yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada diagnostic frame, kemudian menentukan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mereka anggap terkait, serta target atau capaian, strategi, dan taktik yang digunakan. Snow
dan Benford dalam Larana dkk, 1994 11.
Argumen pendukung adalah pendapat-pendapat yang dapat mendukung suatu pernyataan, terutama latar belakang munculnya permasalahan, akibat yang
akan timbul apabila hal-hal yang terdapat pada frame berjalan serta agumen ini memiliki daya tarik dan hubungan dengan nilai-nilai budaya yang lebih
luas. Ryan dalam Klandermans dan Suzanne, 2002 12.
frame gerakan sosial merupakan frame yang berperan dalam memobilisasi individu agar aktif dan masuk kedalam kelompok. Frame tersebut terdiri dari
aggregate frame, consensus frame, dan collective action frame. 13.
Agregate frame adalah proses pendefinisian isu sebagai masalah sosial. Bagaimana individu yang mendengar frame atas peristiwa tersebut sadar
bahwa isu tersebut adalah masalah bersama yang berpengaruh bagi setiap individu.
14. Consensus frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan masalah
sosial hanya dapat diselesaikan oleh tindakan kolektif. Frame konsensus ini mengkonstruksi perasaan dan identifikasi dari individu untuk bertindak secara
kolektif. 15.
Collective action frame adalah proses pendefinisian yang berkaitan dengan kenapa dibutuhkan tindakan kolektif, dan tindakan kolektif apa yang
seharusnya dilakukan. Frame ini dikonstruksi oleh tiga elemen. 1 injustice frame, frame ini menyediakan alasan mengapa kolompok tersebut harus
bertindak sesegera mungkin karena frame ini menyentuh sisi moral aktivis sehingga memacu mereka untuk segera bertindak , 2 agency frame, frame
ini berhubungan dengan pembentukan konstruksi siapa kawan siapa lawan,
39 siapa pihak kita dan siapa pihak mereka, dan 3 Identity frame, frame ini tidak
hanya memperjelas siapa kita dan siapa mereka, melainkan juga mengidentifikasi bahwa kita berbeda dengan mereka.
16. Identitas kolektif adalah merupakan pemaknaan bersama yang terdapat di
dalam suatu kelompok group yang berasal dari ketertarikan yang sama akan suatu hal dan solidaritas yang dibangun bersama. Identitas ini dapat ditunjukan
melalui cultural materials, seperti narasi, simbol, ritual, baju. 17.
Identitas aktivis adalah identitas yang terbentuk dari sejarah aktivitas politiknya atau sejarah orang tersebut sebelum ia bergabung dengan suatu
organisasi gerakan sosial yang lebih luas dari suatu gerakan itu sendiri, misalnya ketika orang tersebut menyebut dirinya sebagai aktivis lingkungan.
18. Identitas organisasional adalah identitas yang melekat pada seseorang ketika ia
bergabung dengan suatu organisasi 19.
Identitas taktis adalah identitas ini menunjukan gaya aksi tertentu yang ia percaya dan anut
40
BAB III METODOLOGI
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pendekatan kualitatif. Bagi peneliti kualitatif, realitas sosial adalah wujud bentukan konstruksi para subyek
penelitian yaitu tineliti orang dalam dan peneliti Sitorus, 1998. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati Taylor dan Bogdan dikutip Sitorus, 1998.
Data yang dihasilkan merupakan hasil pengamatan penulis terhadap frame gerakan sosial yang terdapat pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia
serta proses pembentukan identitas kolektif pada LSM tersebut. Strategi penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu
penelitian multi-metode pada aras mikro, lazimnya memadukan teknik pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen Sitorus,1998. Kasus yang
diangkat pada penelitian ini adalah gerakan anti-batubara pada LSM Greenpeace Asia Tenggara di Indonesia dalam membentuk identitas koletif sebagai aktifis
lingkungan. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode triangulasi, yang menggunakan sejumlah metode dalam suatu penelitian.
3.2 Penentuan Subyek Penelitian dan Sumber Data
Penelitian dilaksanakan di LSM Greenpeace Asia Tenggara. LSM ini berlokasi di Jalan Cimandiri No. 24, Cikini, Jakarta Pusat. LSM ini dipilih secara
purposive sengaja. LSM ini dipilih sebagai objek penelitian karena Greenpeace merupakan salah satu LSM di Indonesia yang menentang digunakannya batubara
sebagai bahan baku penghasil energi alternatif dan murah. Menurut LSM ini anggapan batubara sebagai bahan baku energi yang murah adalah salah, karena
tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkannya. Sejak tahun 2009, Greenpeace bersama dengan LSM lingkungan lain
gencar menyuarakan aspirasinya melalui aksi yang selalu menarik perhatian