64
5.3 Collective action frame Batubara pada Budaya Organisasi LSM
Greenpeace Indonesia
Sesuai dengan teori frame gerakan sosial, collective action frame yang terdapat pada budaya organisasi Greenpeace dikonstruksi oleh tiga frame yaitu
injustice frame, agency frame, dan identity frame. Berdasarkan agregate frame yang telah teridentifikasi sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa dampak-
dampak yang ditimbulkan pada rantai aliran produksi merupakan injustice frame pada LSM Greenpeace terkait dengan isu batubara yang sedang mereka
kampanyekan, karena dampak-dampak tersebut memberikan alasan kepada Greenpeace untuk bertindak sesegera mungkin. Pendapat tersebut diperkuat oleh
pernyataan juru kampanye Greenpeace berikut ini, ”..sekarang batubara kontribusinya terhadap gas rumah kaca secara
global sekitar 60, artinya apabila kita terus tergantung, terus memanfaatkan batubara, dampak..laju perubahan iklim akan semakin
cepat, dampak-dampak akan luar biasa parah dan itu sudah terjadi sekarang. Indonesia sendiri sudah mengalami dampak-dampak
perubahan iklim yang dasyat, contoh sepanjang tahun kemarin aja itu..ee..tidak ada satu bulanpun sepanjang tahun 2008 bebas dari
bencana yang diduga akibat dari perubahan iklim, bayangkan ketika kita masih terus menggunakan batubara ini sebagai sumber energi kita
maka dampak perubahan iklimnya akan semakin dasyat dan laju kerusakannya semakin cepat..” AF, 28 tahun
Dampak-dampak tersebut direpresentasikan kedalam suatu perhitungan ’biaya’, menurut Greenpeace biaya-biaya ini harus ditanggung oleh masyarakat
yang berada disekitar PLTU maupun masyarakat dunia selama pemerintah dan perusahaan masih menggunakan batubara sebagai sumber energi.
Melihat aksi yang telah mereka lakukan dan buku yang mereka rujuk terkait dengan isu batubara, mereka memandang bahwa tanggung jawab terletak
pada pihak pemerintah maupun perusahaan-perusahan yang bergerak di bidang batubara. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan seharusnya memperhitungkan
dan mengiventasikan modalnya untuk membangun pembangkit listrik yang menggunakan energi yang terbarukan, walaupun hal tersebut membutuhkan waktu
65 dan membutuhkan modal yang tidak sedikit, seperti yang juru kampanye
Greenpeace utarakan berikut ini,
”...katakanlah untuk membangun instalasi pembangkit listriknya memang dia Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi pertama lebih
mahal, tapi setelah dia beroperasi..dia justru akan jadi lebih murah karena tidak membutuhkan batubara, ga ada transportasinya..kalo
batubara itu..mungkin bangunnya lebih murah , tapi sepanjang sampe PLTUnya
ini mati..ga
beroprasi lagi..terus
membutuhkan biaya..kenapa ga itu maksudnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi...”AF, 28 tahun
Dalam konteks batubara, agency frame yang terdapat pada Greenpeace fokus kepada masyarakat sebagai sumber dukungan dan kekuatan Greenpeace
dalam mengkampanyekan isu batubara dan pemerintah sebagai pemegang keputusan. Greenpeace menganggap pemerintah sebagai ’lawan’ atau pihak yang
tidak memiliki komitmen politik dan niat baik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan bidang energi.
Tidak adanya komitmen ini disebabkan oleh masih beredarnya ’mafia batubara’ yang terdapat pada jajaran pemerintahan saat ini. Dalam hal ini,
Greenpeace melabeli pejabat pemerintah yang merangkap pengusaha dan pengusaha batubara yang memiliki hubungan dengan pemerintahan seperti
pengusaha yang menjadi donatur kampanye SBY sebagai ’mafia batubara’. Menanggapi isu batubara, koalisi batubara yang Greenpeace prakarsai
memposisikan diri mereka sebagai pihak penentang. Berdasarkan prinsip dasar yang mereka pegang selama ini, koalisi yang terdiri dari Greenpaece, KAM
Cilacap, JATAM, Walhi, dan Sekolah Demokrasi Ekonomi sifatnya tidak mengikat antara satu dengan yang lain sesuai dengan prinsip kemandirian politik
Greenpeace yaitu “no permanent allies or enemies”. Terakhir adalah identity frame, berdasarkan prinsip dasar yang ada
Greenpeace memandang ataupun melabeli diri mereka sendiri sebagai organisasi yang mandiri dan independen bebas dari segala tekanan politik maupun
66 kepentingan, sebagaimana quote yang terdapat pada setiap press release, buku,
booklet, dan setiap halaman website GPSEA Indonesia berikut ini, ”Greenpeace adalah organisasi kampanye yang independen, yang
menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang
diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.”
”Greenpeace adalah organisasi kampanye independen global yang beraksi untuk mengubah sikap dan perilaku, untuk melindungi hutan
dan menjaga lingkungan, dan mempromosikan perdamaian.”
Nilai-nilai dasar yang terdapat pada kedua quote tersebut seperti independen dan konfrontasi kreatif, Greenpeace terapkan pada setiap aksi protes
yang dilakukan seperti halnya aksi protes PLTU di Cilacap, mereka melakukan aksi teatrikal dengan dengan cara tidur di depan PLTU Cilacap dan menggunakan
masker maupun baju berwarna putih, melambangkan permasalahan yang sedang dipertentangkan. Selain melalui aksi-aksi teatrikal seperti aksi damai langsung
Cilacap, nilai-nilai ini direpresentasikan oleh Greenpeace dalam menjalin hubungan dengan mitra kerjanya maupun baju keseharian berupa baju anti-
batubara ataupun baju Greenpeace sebagai simbol identitas diri.
5.4 Ikhtisar Frame Gerakan Sosial LSM Greenpeace Asia Tenggara di