Model Pemilihan Pasar Potensial

47 potensi produk di pasaran, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan SDM, dan nilai tambah. Potensi produk di pasaran menunjukkan prospek permintaan komoditi olahan sutera alam di pasar domestik untuk prakiraan masa sekarang maupun jangka panjang. Ketersediaan sarana produksi menunjukkan banyaknya jumlah mesin-mesin dan peralatan lain yang masih dapat digunakan untuk memproduksi produk olahan sutera alam selama ini. Begitu halnya dengan kriteria ketersediaan SDM yang menunjukkan banyaknya jumlah tenaga kerja yang ahli atau dapat mengolah sutera menjadi produk turunannya. Semakin besar suatu industri maka semakin besar pula pelibatan tenaga kerja bisa di bagian produksi, manajemen maupun distribusinya. Kriteria nilai tambah mengacu kepada pertambahan nilai dan fungsi dari sutera alam setelah mengalami serangkaian proses. Sebagai contoh, nilai tambah pada benang sutera lebih tinggi daripada produk primer kokon sehingga harga jualnya juga lebih tinggi. Tampilan model 1 dapat dilihat pada Gambar 21. Inputan untuk model ini yaitu berupa skala pengguna untuk menilai alternatif dan keluarannya berupa hasil peringkat dari ketiga produk yang disajikan. Berdasarkan hasil perhitungan MPE, bobot kain sutera diperoleh sebesar 9464, bobot throw silk 2574, dan raw silk sebesar 1619. Hasil keluaran tersebut menunjukkan bahwa kain sutera merupakan produk prospektif yang dapat diproduksi secara optimal agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan ouput ini diharapkan perusahaan dapat melakukan perencanaan di setiap awal periode mengenai jumlah dan jenis produk apa yang sedang prospektif untuk diproduksi serta mempertimbangkan dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Gambar 21. Tampilan model 1 pada sistem

B. Model Pemilihan Pasar Potensial

Model pasar potensial ini digunakan untuk menentukan area potensial untuk memasarkan produk olahan sutera. Sama halnya dengan model 1, perhitungan pada model 2 ini juga menggunakan metode perbandingan eksponensial MPE. Begitu 48 juga dengan pembobotan masing-masing kriteria ditentukan oleh narasumber melalui wawancara. Pada model kedua ini, wawancara dilakukan kepada tiga orang pakar ahli dan telah banyak mempunyai pengalaman di bidang pemasaran produk olahan sutera alam walaupun tidak terjun secara langsung. Ketiga pakar itu adalah bagian pemasaran dari Rumah Sutera Alam, praktisi Agroindustri Sutera untuk Pendidikan, dan pihak pemerintah Bagian Persuteraan di Litbang Kehutanan. Kriteria yang digunakan yaitu kemudahan menjangkau pasar, ketersediaan sarana dan prasarana, penawaran harga, dan biaya distribusi. Kriteria kemudahan menjangkau pasar menunjukkan seberapa jauh pasar tersebut dapat dijangkau oleh konsumen dari segi jarak, waktu, dan biaya. Ketersediaan sarana dan prasarana menunjukkan banyaknya jumlah peralatan yang masih dapat digunakan untuk memgolah produk setengah jadi menjadi produk jadi yang siap dipakai konsumen. Sementara penawaran harga menunjukkan berapa jumlah biaya yang pasar keluarkan untuk membeli produk dari Rumah Sutera Alam, semakin mahal penawaran yang mereka berikan, maka semakin banyak pula kuantitas produk yang akan disediakan untuk pasar tersebut. Berbeda dengan biaya distribusi, semakin mahal biaya distribusi produk, maka perusahaan akan semakin menurunkan jumlah produk yang dijual ke pasar tersebut. Tampilan model 2 dapat dilihat pada Gambar 22. Output dari model ini menunjukkan bahwa pasar Garut merupakan pasar potensial yang dapat dijadikan sebagai tujuan utama perusahaan dalam menjual produknya. Berdasarkan pendekatan MPE, Garut memiliki bobot akhir sebesar 1444, diikuti dengan pasar Tasikmalaya dengan perolehan bobot sebesar 1269, dan Sukabumi dengan bobot 937. Bobot akhir dari ketiga pasar tersebut merupakan hasil perhitungan dari masing-masing bobot alternatif yang dimasukkan oleh pengguna. Dengan output ini diharapkan perusahaan mampu melakukan perencanaan pemasaran produk di setiap periode produksinya dengan mengutamakan pemasaran ke pasar potensial dari hasil penilaian model 2. Gambar 22. Tampilan model 2 pada sistem 49

C. Model Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul