Anggota Rantai Pasok Aktivitas Anggota Rantai Pasokan

39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL DAN MEKANISME RANTAI PASOKAN SUTERA ALAM

Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi aliran barang produk maupun aliran informasi dan aliran dana atau uang. Aliran barang merupakan bentuk fisik dari gambaran hubungan rantai pasokan. Dari aliran barang tersebut dapat diketahui pihak mana saja yang tidak terlibat langsung namun masih memiliki andil dalam kegiatan didalam rantai pasokan tersebut. Sebelum diterima oleh konsumen, suatu produk jadi terlebih dahulu mengalami proses panjang dimulai dari berupa bahan mentah yang kemudian diolah dengan penambahan nilai pada setiap prosesnya. Pada umumnya, aliran barang bermula dari tahapan awal rantai pasokan menuju ke pengguna akhir. Sementara aliran informasi dan aliran uang bergerak berlawanan dari aliran barang. Menurut Hugos 2006, secara sederhana sebuah rantai pasokan terdiri atas sebuah perusahaan, pemasok, serta pelanggan perusahaan tersebut. Umumnya anggota rantai pasokan terdiri atas produsen, distributor, retailer, pelanggan, serta penyedia layanan. Pada rantai pasokan sutera alam, anggota rantai pasokan dibagi menjadi dua yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer dari rantai pasokan ini terdiri atas pemasok, perusahaan inti, petani ulat, dan penenun sebagai konsumen. Sementara anggota sekunder, terdiri atas petani murbei, supplier plastik, dan pembatik.

1. Anggota Rantai Pasok

Perum Perhutani sebagai penyedia telur ulat dan penyedia bahan-bahan pendukung menjadi pemasok utama bahan baku dalam rantai pasokan sutera alam ini. Prosesor dalam rantai pasokan ini adalah Rumah Sutera Alam yang menjadi anggota utama dari rantai pasokan. Selain bertanggung jawab dalam pembelian telur, penetasan, dan pemeliharaan, perusahaan juga bertanggung jawab dalam pengolahan kokon menjadi produk olahannya, yaitu raw silk, thrown silk, dan kain. Anggota terakhir dalam rantai pasokan ini adalah konsumen, baik konsumen akhir maupun penenun. Konsumen akhir biasanya membeli produk yang telah menjadi kain. Dalam hal pemasaran produk, perusahaan telah mempunyai galeri sendiri yang letaknya masih di lingkungan perusahaan. Galeri ini digunakan untuk memasarkan produk jadi dari industri sutera alam, yaitu kain, selendang, kerudung dan baju siap pakai. Sementara, penenun hanya membeli produk berupa raw silk atau thrown silk. Bentuk kerjasama penenun dengan perusahaan merupakan bentuk kerjasama yang telah disepakati sebelumnya, namun tidak berupa kotrak perjanjian tertulis, melainkan hanya berupa kesepakatan yang diperbincangkan melalui telepon.

2. Aktivitas Anggota Rantai Pasokan

Rantai pasok dimulai ketika perusahaan inti memesan telur kepada pemasok. Pemesanan dilakukan oleh bagian pembelian berdasarkan jumlah daun murbei yang tersedia di kebun. Perusahaan membeli telur dari Perum Perhutani Kab. Soppeng, 40 Sulawesi Selatan dan Perum Perhutani Candiroto Kab. Temanggung, Jawa Tengah secara bergantian. Dalam melakukan pembelian, perusahaan mengajukan order setiap minggu ke-2 kepada pemasok tanpa adanya ikatan kontrak yang tetap dengan perusahaan. Begitu pun halnya dengan bahan pendukung produksi, perusahaan melakukan pembelian dengan pemasok tanpa ikatan kontrak. Biasanya perusahaan memasok bahan pendukung seperti kaporit, kapur, arang sekam, dan gas selama dua bulan sekali. Perusahaan biasanya membeli 6-8 boks telur ulat setiap periode dan hanya 1 boks ulat saja yang ditangani secara penuh oleh perusahaan, mulai dari penetasan hingga pengokonan, sedangkan yang lainnya akan dijual kepada petani. Tidak ada prakiraan permintaan yang dilakukan oleh perusahaan RSA untuk merencanakan produksi di setiap periodenya. Penetapan jumlah boks ulat yang dipesan, berdasar pada jumlah ketersediaan daun murbei di kebun RSA. Setiap akhir periode produksi, biasanya para plasma menghubungi perusahaan inti jika ingin ikut membesarkan ulat pada periode berikutnya. Sama halnya dengan perusahaan, ketersediaan para plasma tersebut juga berdasarkan pada ketersediaan daun murbei yang mereka miliki. Ketersediaan daun murbei menjadi hal yang paling utama dalam industri sutera alam karena kelangsungan hidup ulat, baik buruknya kualitas ulat, dan kesehatan ulat juga dipengaruhi daun murbei yang dimakannya. Ulat-ulat didistribusikan kepada para petani plasma ketika telah mencapai instar III. Perusahaan sendiri yang mendistribusikan ulat-ulat tersebut kepada masing-masing plasma yang tersebar di daerah Kab. Bogor, Kab. Cianjur, dan Kab. Sukabumi. Ulat-ulat tersebut dikemas ke dalam boks-boks yang terbuat dari kayu yang telah dilubangi pada bagian sampingnya dan dialasi dengan karung. Satu boks distribusi ulat berisi setengah dari jumlah boks telur ulat + 9.000 ulat dan dihargai Rp 175.000,00 oleh perusahaan. Plasma menunggu pendistribusian ulat di rumah masing-masing ketua kelompok. Sebuah kelompok plasma beranggotakan antara tiga sampai lima orang, namun ada juga yang hanya seorang diri menjadi plasma dengan dibantu oleh para anggota keluarganya. Sekitar dua minggu kemudian, perusahaan kembali kepada para plasma untuk mengambil hasil panen kokon dari masing-masing kelompok plasma. Harga kokon yang memenuhi standar kualitas, dihargai sekitar Rp 22.000,00-25.000,00kg, sedangkan kokon yang cacat dihargai sekitar Rp 18.000,00-20.000,00kg. Namun harga yang ditetapkan setiap periode produksinya merupakan keputusan yang diambil oleh pihak perusahaan berdasarkan harga rata-rata di pasaran. Informasi pasar tidak dapat diakses secara bebas oleh petani. Mereka hanya mengetahui harga beli kokon yang ditetapkan perusahaan dan diberlakukan sama kepada para plasma. Proses selanjutnya yaitu sortasi kokon. Sortasi yang dilakukan oleh perusahaan masih manual, yaitu dengan menggunakan tangan atau dibantu dengan bilah bambu atau kayu. Kokon cacat berupa kokon ganda, kokon kotor, dan kokon tipis harus dipisahkan karena tidak dapat diporses lebih lanjut. Kokon-kokon yang memenuhi standar kemudian dipindahkan ke ruang penyimpanan. Jumlah kokon yang diolah menjadi benang, baik raw silk maupun thrown silk, didasarkan pada persediaan produk, bukan karena permintaan. Namun jika dirata-ratakan, kapasitas produksi per harinya adalah 6 kg benanghari. Seluruh kegiatan pengolahan kokon menjadi benang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan proses lanjutan berupa penenunan kain dilakukan hanya 30 41 dari total thrown silk yang dihasilkan, sisanya dibeli oleh para penenun di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penenun hanya mengajukan order ketika mereka membutuhkan produk dan biasanya dilakukan setiap awal semester. Pengiriman produk kepada konsumen penenun dilakukan melalui perusahaan jasa pengiriman. Sementara uang dari konsumen dikirim melalui transfer antar bank.

3. Pola Aliran Rantai Pasokan