Kemitraan dalam Rantai Pasok

42 Rantai pasokan pada komoditas ini melibatkan Perum Perhutani sebagai pemasok telur ulat, petani ulat sebagai pemasok kokon, perusahaan sebagai pemelihara sekaligus prosesor, dan kelompok penenun serta konsumen akhir sebagai konsumen.

4. Sistem Transaksi

Sistem transaksi yang diterapkan di dalam rantai pasokan sutera alam cukup sederhana. Pada lingkungan galeri perusahaan, transaksi jual-beli antara produsen dan konsumen berlangsung secara cash and carry, yaitu konsumen membayar langsung kepada karyawan perusahaan yang menjaga dan mendapatkan langsung produk yang diinginkan. Sementara, pada lingkungan penenun, transaksi penjualan umumnya menggunakan invoice atau faktur penjualan. Pelunasan pembayaran dari faktur penjualan tersebut umumnya dibayar setelah rentang waktu maksimal tiga bulan. Pembayaran seperti ini digunakan untuk sistem pembelian tetap yaitu penenun yang memesan benang, dan pasti akan membelinya setelah kokon dipanen dan diolah di waktu kemudian. Sistem transaksi seperti ini dilakukan dengan kesepakatan antara pihak penenun dan perusahaan terlebih dahulu pada setiap awal semester. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Kesepakatan kedua belah pihak hanya disampaikan melalui media suara tanpa ada perjanjian tertulis, dan dalam pelaksanaannya tidak pernah mengalami permasalahan. Setelah diproduksi, benang-benang tersebut kemudian dikirim kepada penenun kontrak melalui jasa pengiriman lain. Hanya sesekali saja pihak perusahaan mengantar benang-benang tersebut, langsung ke daerah asal penenun, yaitu Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya. Di samping itu, ada juga penenun yang membeli benang secara tidak menentu tidak tetap. Jika produksi benang melebihi pemesanan dari penenun kontrak, maka perusahaan akan menjualnya kepada penenun lain dengan melakukan penawaran terlebih dahulu. Sama seperti penenun kontrak, perusahaan melakukan penawaran kepada penenun tidak tetap hanya melalui telepon.

5. Kemitraan dalam Rantai Pasok

Pola kemitraan yang dianut oleh perusahaan ini adalah inti plasma. Inti plasma merupakan salah satu hubungan kemitraan antara kelompok mitra sebagai plasma, dalam hal ini yaitu petani ulat dengan industri pengolahan selaku perusahaan inti. Menurut Hafsah 2000, salah satu keunggulan dari pola inti plasma adalah dapat memberikan manfaat timbal balik antara perusahaan besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. Manfaat tersebut diperoleh melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran, dengan begitu perusahaan besar telah membagi resiko hasil serta peluang bisnis dengan pengusaha kecil sebagai plasma. Pada kemitraan ini, perusahaan memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, yaitu berkewajiban membeli telur ulat dari produsen telur, menetaskan telur, dan memelihara ulat sampai dengan instar III dikenal dengan istilah ulat kecil, mendistribusikan ulat kepada petani atau kelompok tani, dan membeli hasil panen kokon dari para plasma, sedangkan petani bertanggung jawab dalam pemeliharaan ulat sutera selama instar IV 43 dan V dikenal dengan istilah ulat besar sampai terjadi pengokonan, kemudian petani ulat menjual hasil panen kokon ke perusahaan inti. Sementara itu, kemitraan yang terjalin diantara petani ulat plasma terjadi di dalam kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok kecil biasanya terdiri atas 3-5 orang petani ulat yang mempunyai hubungan kekerabatan atau kedekatan tempat tinggal. Tidak semua petani ulat dalam satu kelompok memelihara ulat, biasanya hanya satu atau dua boks saja yang dipesan oleh satu kelompok plasma. Luas area pemeliharaan ulat yang dimiliki masing-masing kelompok berkisar antara 80 – 150 m 2 . Sementara luas kebun yang dimiliki yaitu sebesar 200-300 m 2 . Namun tidak sedikit pula kelompok plasma yang tidak mempunyai kebun murbei sendiri. Mereka biasanya menyewa lahan seseorang untuk dijadikan kebun murbei, dan lahan kebun teh yang biasanya menjadi sasaran mereka. Jika ingin memelihara ulat pada periode berikutnya, maka petani-petani ulat tersebut sudah harus menanam murbei sekitar 2-3 bulan sebelumnya. Jika ternyata jumlah daun murbei yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pakan ulat, maka plasma akan membeli daun murbei yang ditanam oleh petani murbei. Jumlah petani murbei sangat sedikit, biasanya di satu desa hanya ada satu orang yang menanam murbei namun bukan termasuk anggota kelompok plasma. Petani murbei biasanya menanam murbei enam bulan sekali. Harga jual yang ditawarkan oleh petani murbei pun sangat murah, hanya Rp 500,00 per karung, terdiri atas daun murbei dan pucuk daun tidak termasuk batang, serta sudah termasuk ongkos angkut dan kirim.

6. Resiko Rantai Pasok