Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok sutera alam berbasis web: studi kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor

(1)

1

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI

PASOK SUTERA ALAM BERBASIS WEB

(Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor)

SKRIPSI

KUSUMA RATIH

F34062004

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

2

WEB-BASED DECISION SUPPORT SYSTEM FOR NATURAL SILK

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

(CASE STUDY IN RUMAH SUTERA ALAM CIAPUS, BOGOR)

Marimin and Kusuma Ratih

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 251 8624622, email: ratihkusumaratih@yahoo.co.id

ABSTRACT

The ability to make decisions quickly and accurately will be a key to success in global competition in the future. Integration of hardware, software, and processes are necessary to produce a decision support system (DSS) is focused on helping executives to make decisions. Activities of natural silk in Indonesia, from year to year appear increasingly lethargic. One of natural silk agroindustry that still survive in West Java until now is Rumah Alam Sutera Ciapus, Bogor. Production costs which expensive and not worth with the benefits, is a constraint to sustaining the existence of natural silk agroindustry. These problems make the company opened the agrotourism sector and make silk processing business to be slightly less than the maximum set aside so that the main role as a manufacturer of silk. The main objective of this research is to design and develop web-based decision-making systems that can provide the output as a solution to existing problems and efforts to improve the supply chain so that the natural silk agroindusty can grow and increase profits. The need for a system that can assist in decision-making process to improve the performance of the agro-natural silk, charged with designing an application program called Letulet.This system provides a variety of models and decision alternatives, which are the prospective product model selection, the potential market model selection, strategy model selection to choose the best plasma, and the company's performance measurement model. The approach used to process and analyze data that is MPE method, AHP, and AHP SCOR.


(3)

3 Kusuma Ratih. F34062004. Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Sutera Alam Berbasis Web (Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor).Di bawah bimbingan Marimin : 2011

RINGKASAN

Kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan cermat akan menjadi kunci keberhasilan dalam persaingan global di waktu mendatang. Memiliki banyak informasi saja tidak akan cukup, bila tidak meramunya dengan cepat menjadi alternatif-alternatif terbaik untuk pengambilan keputusan. Perkembangan teknologi informasi telah memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan cermat. Penggunaan komputer telah berkembang dari sekedar pengolahan data ataupun penyaji informasi bagi manajemen, menjadi mampu untuk menyediakan pilihan-pilihan sebagai pendukung pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh manajemen. Integrasi dari perangkat keras, perangkat lunak, dan proses kebutuhan tersebut menghasilkan sistem penunjang keputusan (SPK). SPK berfokus untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif mengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat yang dapat dikendalikan oleh pengguna.

Sutera alam merupakan salah satu komoditi unggulan bagi Indonesia sebagai strategi dalam mengembangkan industri tekstil, mengingat iklim dan kondisi alamnya sangat mendukung untuk mengembangkan usaha tersebut. Kegiatan persuteraan alam di Indonesia, dari tahun ke tahun terlihat semakin lesu. Biaya produksi dalam pengolahan sutera yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan yang harus dimiliki dalam pemeliharaan ulat menjadi kendala dalam mempertahankan keberadaan agroindustri sutera alam.

Salah satu agroindustri sutera yang sampai saat ini masih bertahan di Jawa Barat adalah Rumah Sutera Alam yang terletak di Ciapus, Bogor. Sama halnya dengan agroindustri sutera lainnya, keuntungan yang dihasilkan berada dibawah biaya produksi yang dikeluarkan, sementara harga jual produk bersaing dengan produk ekspor. Perusahaan tersebut masih mampu bertahan karena dibantu dengan sektor agrowisata yang dibuat dan dikelola sendiri oleh karyawan-karyawannya. Hal ini membuat usaha pengolahan sutera menjadi sedikit dikesampingkan karena perusahaan lebih mengutamakan pemasukan dari bidang agrowisata yang dimilikinya, sehingga kurang maksimal dalam menjalani peran sebagai produsen sutera. Padahal, dengan memaksimalkan pengolahan produk unggulan dan pasar yang potensial juga dapat menjadi solusi dari masalah keterbatasan pemasukan perusahaan. Pengawasan yang rutin terhadap plasma sebagai mitra perusahaan juga akan mampu memperbaiki kualitas bahan baku yang dihasilkan sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.

Salah satu solusi untuk menjawab keterbatasan tersebut, yaitu dengan membangun suatu sistem penunjang keputusan guna membantu mempercepat dan mempermudah proses pengambilan keputusan. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna meningkatkan pengelolaan rantai pasok dan pengukuran terhadap rantai pasok dapat diukur. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan sistem pengambilan keputusan berbasis web yang dapat memberikan keluaran sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada serta sebagai upaya untuk meningkatkan rantai pasokan sehingga agroindustri sutera alam dapat berkembang lebih baik.

Metodologi penelitian ini terdiri dari analisis kebutuhan sistem, formulasi permasalahan, dan identifikasi sistem. Sementara, tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan data dan informasi dengan melakukan observasi dan wawancara dengan pakar, mengolah dan menganalisis data, mengembangkan sistem, menguji, dan mengevaluasi model. Data yang digunakan untuk memilih produk prospektif, pasar potensial, dan pemilihan strategi plasma unggul merupakan data-data yang telah ditentukan oleh pakar dari hasil wawancara. Sementara data-data yang digunakan untuk


(4)

4 memilih matrik kinerja dalam pengukuran merupakan data-data yang diperoleh dari pustaka yang menjadi faktor peningkatan performa dan pengembangan perusahaan.

LETULET merupakan sebuah sistem penunjang keputusan berbasis web yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan menyajikan berbagai model dan alternatif keputusan, yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan pasar potensial, model strategi pemilihan pemilihan plasma terbaik, dan model pengukuran kinerja perusahaan. Model-model dalam LETULETmerupakan representasi terhadap permasalahan nyata di perusahaan RSA. Model pemilihan produk prospektif dan model pemilihan pasar potensial dianalisis dengan pendekatan metode perbandingan eksponensial (MPE). Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul dianalisis dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Sementara untuk menentukan pemilihan metrik kinerja dalam model pengukuran kinerja perusahaan, dilakukan pembobotan dengan menggunakan SCOR yang dikombinasikan dengan AHP.

Hasil keluaran pada model pemilihan produk prospektif menghasilkan bahwa produk terbaik untuk diproduksi adalah kain sutera. Namun mengingat sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang menanganinya masih terbatas, maka diharapkan perusahaan mampu menyesuaikannya sehingga dapat tercapai produktivitas optimal dan keuntungan yang maksimal. Sementara pada model pemilihan pasar potensial menyimpulkan bahwa pasar terbaik untuk memasarkan produk olahan sutera alam adalah pasar Garut.

Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul menghasilkan alternatif-alternatif yang dapat mewakili penilaian perusahaan inti terhadap plasma sebagai mitra perusahaan dalam memelihara ulat dan menghasilkan kokon. Alternatif-altenatif tersebut diperoleh melalui pembobotan AHP berdasarkan faktor-faktor kunci yang membuat suatu plasma unggul. Alternatif dengan bobot terbesar yaitu memelihara ulat dan memproduksi kokon sesuai prosedur dengan bobot 0.350, menjadi hal terpenting dalam menilai keunggulan suatu plasma.

Pengukuran kinerja perusahaan dalam model ke-4 didasarkan hanya pada tiga aspek metrik kinerja yang mempunyai bobot tertinggi dari hasil AHP. Hasil yang diperoleh berdasarkan tabel pengukuran kinerja yaitu aspek kesesuaian dengan standar mutu mempunyai nilai cukup, sementara aspek siklus pemenuhan pesanan dan pemenuhan pesanan memiliki nilai baik. Keluaran rekomendasi dari sistem menunjukkan perbaikan pada aspek yang bernilai cukup, yaitu aspek kesesuaian dengan standar mutu. Perlu penelitian lebih lanjut dalam pengukuran kinerja sehingga faktor penilaian tidak hanya berupa tiga aspek metrik kinerja, melainkan semua aspek. Selain itu, sebaiknya diadakan pengukuran kinerja dari para mitra plasma sehingga hasil yang keluar terlihat lebih nyata.


(5)

5 Kusuma Ratih. F34062004. Web-Based Decision Support System For Supply Chain Management Of Natural Silk (Case Study In Rumah Sutera Alam, Ciapus, Bogor).Supervised by Marimin, 2011.

SUMMARY

The ability to make decisions quickly and accurately will be the key to success for global competition in the future. Having a lot of information will not be enough, if it does not mix quickly becoming the best alternative for making decisions. The development of information technology has enabled decision-making can be done more quickly and accurately. The use of computers has evolved from mere data processing or presenter of information to management, can provide options for decision support that can be done by management. Integration of hardware, software, and process necessary produce a decision support system (DSS). SPK-focused to assist top management and executive-decision making and depends on the flexibility, adaptability, and rapid response that can be controlled by the user.

Natural silk is one commodity for Indonesia as a strategy in developing textile industry, given the climate and natural conditions are very conducive to grow the business. Activities of natural silk in Indonesia, from year to year appear increasingly lethargic. Production costs in processing the more expensive silk and not worth the benefit, coupled with the strength that should be owned in the maintenance of a caterpillar into a constraint in sustaining agro-industrial existence of natural silk.

One of the silk agroindustry, which are still preserved in West Java was home from natural silk, located in Ciapus, Bogor. As with other silk agroindustry, the benefits that arise in production costs, while the selling price competitive products with export products. The company is still able to survive because it assisted with agro-tourism sector created and maintained solely by its employees. This makes the silk processing business into fewer priorities to be set aside because the company's income from agriculture-tourism, so less than the maximum in the main role as a manufacturer of silk. In fact, by maximizing the processing of superior product and market potential also can be a solution to the problem of limited income tax. Routine monitoring of plasma as a corporate partner will also be able to improve the quality of raw materials produced so that productivity can be improved.

One of solution to overcome this limitation by developing a decision support system to help accelerate and simplify the decision making process. The development of this system combined with supply chain management to improve supply chain management and supply chain measurement can be measured. The main objective of this research is to design and develop web-based decision-making systems that can provide the output as a solution to existing problems and efforts to improve the supply chain so that the natural silk agroindustry will increase.

The research methodology consists of system requirements analysis, problem formulation, and identification systems. Meanwhile, the research phase of data collection and information by conducting observations and interviews with experts, process and analyze data, develop systems, test and evaluate models, and maintain the model. The data used to select prospective products, market potential, and selection strategy is a superior plasma data which have been determined by experts from the interview. While the data used to select the performance metrics for measuring data obtained from the literature that the factors of performance improvement and business development.

LETULET is a web-based decision support system that is expected to overcome the existing problems within the company by presenting a variety of models and decision alternatives, ie the product model selection, the selection of potential market model, model selection strategy to choose the best plasma, and the company's performance measurement model. Models in LETULET are representation of the real problems in the company RSA. Model selection of prospective product and market destination are analyzed by the method selection of potential comparative approach to exponential (MPE). The strategy selection model for determining the plasma was analyzed with superior method of Analytic Hierarchy Process (AHP). As for determining the selection of


(6)

6 performance metrics in the model of corporate performance measurement, performed using SCOR weighting in combination with the AHP.

Result from output on the model selection of products that produce the best product was produced on silk, with MPE values for 6.339. However, given the facilities, infrastructure and human resources to overcome them is still limited, it is expected that the firm can adjust so as to achieve optimum productivity and maximum profit. While the potential market model selection concluded that the best market for refined products market is the market Garut natural silk, with a value of 1.444.

Determination of plasma model selection strategy produces superior alternative that can represent the core corporate assessment of plasma as a partner company in maintaining the caterpillar and cocoon results. The alternative obtained by weighting with AHP based on key factors that create superior plasma. Alternative with the greatest weight is to maintain the production of silkworm cocoon and in accordance with the procedure with a weight of 0.350, became the most important in assessing the benefits of plasma.

Measurement of company performance in the 4th model is based only on three aspects of performance metrics that have the highest weights of AHP. Results obtained on the basis of suitability aspects of performance measurement table with quality standards that have enough value, while aspects of order fulfillment order fulfillment cycles and good value. The output of the system, shows recommendations for improvements in the aspect of sufficient value, is aspects of compliance with quality standards. Needs further research in performance measurement, so the assessment is not only three aspects of performance metrics, but it requirement all aspects. In addition, performance measurement must be


(7)

7

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI

PASOK SUTERA ALAM BERBASIS WEB

(Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh KUSUMA RATIH

F34062004

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

8 Judul Skripsi : Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Sutera Alam Berbasis Web (Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor)

Nama : Kusuma Ratih

NRP : F34062004

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc) NIP 19610905 198609 001

Mengetahui, Ketua Departemen

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001


(9)

9

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Sutera Alam Berbasis Web (Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Kusuma Ratih


(10)

10

© Hak cipta milik Kusuma Ratih, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,


(11)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasokan Sutera Alam (Studi Kasus di Rumah Sutera Alam Ciapus, Bogor). Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan semangat yang diberikan oleh berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi ini.

3. Bapak, Mama, kedua kakakku serta keluarga tercinta, yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis.

4. Drs. Tatang Gozali dan keluarga selaku pemilik Rumah Sutera Alam yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Rumah Sutera Alam.

5. Drs. Wariso, Ibu Lincah, Ibu Clara, Kriston Panggabean, STP atas pengetahuan, informasi, dan masukan yang diberikan seputar agroindustri sutera alam.

6. Pak Rojak, Pak Rido, A’ Yayan, A’ Aca, Teh Neneng dan seluruh staf Rumah Sutera Alam atas bimbingannya selama penelitian.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan Rizqan, Yoga, Evi, Bagus, Wanto dan Zizah atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya.

8. Sahabat-sahabatku tercinta, Gabriella, Ajias, Eka, Amel, Uul, Devina, Tya, Dwi, Winda, Dyanza, Sukardi, Akbar, dan Mahesa, terimakasih atas kebersamaan, tawa canda serta indahnya persahabatan yang diberikan

9. Hari Endra Lesmana atas terima kasih untuk selalu menjadi partner yang baik, untuk semua dukungan dan doanya selama ini.

10.Rekan berbagi hidup Wisma Sakinah, Khaefa, Irna, Kaka, Titis, Piti, Vita, dan Ami atas motivasi dalam penyelesaian skripsi.

11.Teman-teman SONIC, Rido, Belinda, Dhida, Yudhi, Bayu, Destya, Dyah, Grisipa, dan Nuril serta sahabat rumahku, Dina Fitriana atas dukungan yang diberikan.

12.Teman-teman TIN 43 atas kebersamaan, perjuangan, dan persahabatan selama tiga tahun terakhir.

13.Seluruh pihak yang tidak disebutkan yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan pihak-pihak yang membacanya. Penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan, baik kesalahan pemikiran maupun kesalahan redaksional. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya.

Bogor, Maret 2011


(12)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... .... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

C. RUANG LINGKUP ... 2

D. MANFAAT PENELITIAN... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM... 4

B. MANAJEMEN RANTAI PASOKAN ... 9

C. PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN ... 10

D. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ... 11

E. METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL ……….…………... 12

F. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ... 13

G. SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) ... 14

H. WWW (WORLD WIDE WEB) ... 17

I. PENELITIAN TERDAHULU ... 18

III. METODOLOGI ... 19

A. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

B. PENDEKATAN SISTEM ... ... .. 21

1. ANALISA KEBUTUHAN ... 21

2. FORMULASI PERMASALAHAN ... 22

3. IDENTIFIKASI SISTEM ... 22

C. TATA LAKSANA ... ... ... ... 24

IV. PEMODELAN SISTEM ... 27

A. KONFIGURASI SISTEM ... ... ... ... 27

1. SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT ... 27

2. SISTEM MANAJEMEN DIALOG ... 27

3. SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA ... 28

4. SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL ……….. 29

B. DIAGRAM ALIRAN DATA (DATA FLOW DIAGRAM/DFD) ... 34


(13)

v

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. PROFIL DAN MEKANISME RANTAI PASOKAN PADA SUTERA ALAM... 39

1. ANGGOTA RANTAI PASOK ... 39

2. AKTIVITAS ANGGOTA RANTAI PASOK ... 39

3. POLA ALIRAN RANTAI PASOKAN ... 41

4. SISTEM TRANSAKSI ……… 42

5. KEMITRAAN DALAM RANTAI PASOK ……… 42

6. RESIKO RANTAI PASOK ………. 43

B. IMPLEMENTASI SISTEM PERANGKAT LUNAK ... ... ... ... 43

1. MODEL PEMILIHAN PRODUK PROSPEKTIF ... 46

2. MODEL PEMILIHAN PASAR POTENSIAL ... 47

3. MODEL PEMILIHAN STRATEGI PLASMA UNGGUL ... 48

4. MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK ………... 51

A. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN AHP ……….. 51

B. PROSES BISNIS RANTAI PASOK SUTERA ALAM ... 51

C. FAKTOR PENINGKATAN KINERJA ………... 52

D. ATRIBUT DAN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK .... 53

E. PEMILIHAN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK DENGAN AHP ... ... 55

C. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL ... ... ... ... 58

1. VERIFIKASI ……….………... 58

A. MODEL PEMILIHAN PRODUK PROSPEKTIF ... 58

B. MODEL PEMILIHAN PASAR POTENSIAL ... 59

C. MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK ... 59

2. VALIDASI ……….………... 61

D. IMPLIKASI MANAJERIAL ... ... ... 61

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. SIMPULAN ... 63

B. SARAN ... ... ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... ... 65


(14)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah produksi kokon dan raw silk ... 1

Tabel 2. Klasifikasi ulat sutera ... 5

Tabel 3. Model hierarki SCOR ... 15

Tabel 4. Atribut performa manajemen rantai pasokan beserta metrik performa ... 16

Tabel 5. Skala penilaian dengan metode MPE ... 46

Tabel 6. Metrik level 1 dan atribut performa SCOR ... 54


(15)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses produksi benang sutera mentah ... 8

Gambar 2. Proses produksi benang sutera ... 9

Gambar 3. Struktur dasar SPK ... 12

Gambar 4. Struktur dasar hierarki AHP ... 14

Gambar 5. Diagram alir kerangka pemikiran ... 20

Gambar 6. Diagram lingkar sebab-akibat ... 23

Gambar 7. Diagram input output. ... 24

Gambar 8. Konfigurasi SPK rantai pasok sutera alam ... 28

Gambar 9.Diagram alir deskripsi model pemilihan produk prospektif ... 30

Gambar 10.Diagram alir deskripsi model pemilihan pasar potensial ... 31

Gambar 11.Diagram alir deskripsi model strategi pemilihan plasma unggul... 32

Gambar 12.Diagram alir deskripsi model pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan ... 33

Gambar 13. DFD level 0 ... 35

Gambar 14. DFD level 1 ... 36

Gambar 15. DFD level 2 ... 37

Gambar 16. Diagram ER ... 38

Gambar 17.Pola aliran barang dan informasi rantai pasokan yang melibatkan RSA ... 41

Gambar 18. Tampilan halaman beranda pada sistem ... 44

Gambar 19. Tampilan login menuju menu pemilihan model ... 45

Gambar 20. Tampilan menu pemilihan model pada sistem ... 46

Gambar 21. Tampilan model 1 pada sistem ... 47

Gambar 22. Tampilan model 2 pada sistem ... 48

Gambar 23. Struktur hierarki model 3 pemilihan plasma unggul ... 49

Gambar 24. Tampilan model 3 pada sistem ... 50

Gambar 25. Pengisian bobot pada Expert Choice ... 50

Gambar 26. Penyusunan hierarki dan pembobotan pada Expert Choice ... 50

Gambar 27. Struktur hierarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot kepentingan di setiap levelnya ... 51

Gambar 28. Bobot akhir hasil analisa dengan pendekatan AHP metrik kinerja rantai pasok ... 56

Gambar 29. Tampilan model 4 pada sistem ... 57

Gambar 30. Tampilan tabel pengukuran kinerja rantai pasok pada sistem ... 57

Gambar 31. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan produk prospektif ... 58

Gambar 32. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan pasar potensial ... 59

Gambar 33. Nilai input dan hasil keluaran model pengukuran kinerja perusahaan ... 60


(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program LETULET melalui localhost .. 68

Lampiran 2. Rekapitulasi perhitungan hasil kuesioner dengan pakar ... 69

Lampiran 3. Contoh kuesioner dalam penentuan strategi pemilihan plasma unggul ... 72

Lampiran 4. Data perusahaan mengenai produksi kokon dan raw silk pada tahun 2010 ... 82


(17)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan cermat akan menjadi kunci keberhasilan dalam persaingan global di waktu mendatang. Memiliki banyak informasi saja tidak akan cukup, bila tidak meramunya dengan cepat menjadi alternatif-alternatif terbaik untuk pengambilan keputusan. Perkembangan teknologi informasi telah memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan cermat. Penggunaan komputer telah berkembang dari sekedar pengolahan data ataupun penyaji informasi bagi manajemen, menjadi mampu untuk menyediakan pilihan-pilihan sebagai pendukung pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh manajemen. Integrasi dari perangkat keras, perangkat lunak, dan proses kebutuhan tersebut menghasilkan sistem penunjang keputusan (SPK). SPK merupakan bentuk evolusi dari pengolahan data elektronik (PDE) dan sistem informasi manajemen (SIM) yang berfokus untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif mengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat yang dapat dikendalikan oleh pengguna. Sistem penunjang keputusan mempunyai komponen dasar subsistem dialog, basis data, basis model yang memungkinkan seorang pengambil keputusan untu menelusuri setiap konsekuensi keputusan dengan berinteraksi secara leluasa (Suryadi dan Ramdhani 1998).

Sutera alam merupakan salah satu komoditi unggulan bagi Indonesia sebagai strategi dalam mengembangkan industri tekstil, mengingat iklim dan kondisi alamnya sangat mendukung untuk mengembangkan usaha tersebut. Sutera alam telah dikembangkan di Indonesia sejak 1718 sampai dengan saat ini. Pengembangan yang dilakukan usaha sutera alam ini, khususnya kokon, benang, dan kain sutera, memberikan nilai ekonomi tinggi dengan skala investasi yang dapat dikelola oleh masyarakat (Atmosoedarjo et al. 2000).

Agroindustri sutera alam meliputi pengolahan yang mentransformasikan kokon menjadi benang, kain sutera, batik dan pakaian jadi sutera. Pada kenyataannya agroindustri ini belum maju karena beberapa agroindustri yang dibangun tidak didasarkan kepada keterkaitan pembangunan pertanian rakyat yang kuat (Tarigan 2008). Kegiatan persuteraan alam di Indonesia, dari tahun ke tahun juga terlihat semakin lesu. Banyak perusahaan yang pada akhirnya gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk ekspor yang harga jualnya lebih murah (Anonim 2010). Walaupun kualitas produk lokal diakui lebih baik dibanding dengan produk ekspor, namun ketersediaan produk lokal sampai saat ini masih terbatas. Biaya produksi dalam pengolahan sutera yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan yang harus dimiliki dalam pemeliharaan ulat menjadi kendala dalam mempertahankan keberadaan agroindustri sutera alam.

Salah satu agroindustri sutera yang sampai saat ini masih bertahan di Jawa Barat adalah Rumah Sutera Alam yang terletak di Ciapus, Bogor. Sama halnya dengan agroindustri sutera lainnya, keuntungan yang dihasilkan berada dibawah biaya produksi yang dikeluarkan, sementara harga jual produk bersaing dengan produk ekspor. Perusahaan tersebut masih mampu bertahan karena dibantu dengan sektor agrowisata yang dibuat dan dikelola sendiri oleh karyawan-karyawannya. Hal ini membuat usaha pengolahan sutera menjadi sedikit dikesampingkan, karena perusahaan lebih mengutamakan pemasukan dari bidang agrowisata yang dimilikinya, sehingga kurang maksimal dalam menjalani peran sebagai produsen sutera. Padahal, dengan memaksimalkan pengolahan produk unggulan dan pasar yang potensial juga


(18)

2 dapat menjadi solusi dari masalah keterbatasan pemasukan perusahaan. Jika semakin lama dibiarkan, kualitas dari produk yang dihasilkan, dikhawatirkan juga semakin memburuk karena selama ini terlihat perusahaan kurang mengontrol petani plasma yang menjadi mitra mereka. Kualitas bahan baku yang dihasilkan oleh petani plasma masih dirasa kurang oleh pihak perusahaan, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut perusahaan mengenai hal tersebut.

Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri sutera alam. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir.

Pengaruh globalisasi ekonomi menyebabkan lokasi geografis bukan menjadi hambatan organisasi untuk beraktivitas dengan bantuan sistem dan teknologi informasi. Kemudahan, kecepatan, dan keakuratan adalah kata kunci sukses sebuah sistem aplikasi. Kemudahan suatu sistem berkaitan dengan kemudahan penggunaan yaitu berupa sistem manajemen dialog yang

user friendly. Sementara kecepatan dan keakuratan data merupakan efektifitas dari sistem aplikasi berkaitan dengan bagaimana sebuah hasil pemrosesan data ditampilkan (Suryadi dan Ramdhani 1998). Oleh karena itu, sistem penunjang keputusan ini dibuat berbasis web agar para pengguna khususnya para agroindustri sutera alam serta investor yang ingin menanamkan modalnya dalam usaha pengolahan sutera alam, dapat menggunakan sistem ini dimana saja dan kapan saja dengan mudah.

B. TUJUAN

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan sistem pengambilan keputusan berbasis web yang dapat memberikan keluaran sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada serta sebagai upaya untuk meningkatkan rantai pasokan sehingga agroindustri sutera alam dapat berkembang lebih baik, sedangkan tujuan antara dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan model-model pengambilan keputusan yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan.

2. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasokan yang terdapat dalam agroindustri sutera alam. 3. Memberikan informasi mengenai budidaya ulat sutera dan pengolahannya, yang dapat

diakses dengan mudah oleh para pengguna kapanpun dan dimanapun.

C.

RUANG LINGKUP

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sutera Alam, Ciapus, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sebagai chain member utama dengan mengkaji manajemen rantai pasokan produk sutera alam mengenai anggota dan aktivitas masing-masing rantai pasok. Ruang lingkup penelitian ini adalah perancangan dan pengembangan sistem pengambilan keputusan sebagai fasilitas pendukung yang diperuntukkan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai aspek-aspek yang menjadi kendala dalam mengembangkan perusahaan, mencakup pemilihan produk


(19)

3 prospektif, pemilihan pasar potensial, strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kinerja perusahaan yang mampu memberikan rekomendasi perbaikan. Rangkaian kegiatan persuteraan alam yang dikaji lebih dalam dalam penelitian ini yaitu mulai dari pemeliharaan ulat sutera, produksi kokon, pengolahan kokon, pemintalan, dan penenunan kain. Sementara SPK berbasis web yang disajikan dapat digunakan pengguna hanya sebatas memberikan nilai inputan saja. Pengguna tidak dapat menambah, mengurangi, dan mengedit kriteriadan alternatif yang tersedia dalam sistem.

D.

MANFAAT PENELITIAN

Output yang dihasilkan oleh sistem diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di perusahaan dengan disediakannya sistem penunjang keputusan yang menyediakan model-model pengambilan keputusan mengenai produk prospektif, pasar potensial, strategi pemilihan petani ulat, dan pengukuran kinerja perusahaan sendiri. Selain itu, rekomendasi yang diberikan juga dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kinerja perusahaan dengan memperbaiki tahapan proses yang diwakilkan dengan metrik kinerja pada sistem.


(20)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. AGROINDUSTRI SUTERA ALAM

Sutra atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei (Bombyx mori) yang diternak (peternakan ulat itu disebut serikultur). Sutra bertekstur mulus, lembut, namun tidak licin. Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya pada berbagai sudut (Atmosoedarjo 2000).

Peningkatan kualitas bibit sutera masih perlu dilaksanakan di Indonesia, terutama karena bibit yang digunakan sekarang merupakan bibit dari daerah subtropik, yang biasa dipelihara pada kondisi optimum. Untuk kondisi tropik, yang agroklimatnya berfluktuasi, kualitas daun rendah dan kemampuan para pemelihara ulat terbatas, diperlukan jenis ulat yang lebih kuat. Menurut Balasubramanian (1988), daerah tropik sebaiknya mempunyai ras ulat yang relatif tahan terhadap iklim yang panas dan lembab. Sementara itu, menurut Kumar dan Yamamoto (1966), di Negara yang mempunyai zona agroklimat yang bervariasi, pengembangan jenis yang spesifik terhadap daerah dan musim benar-benar diperlukan.

Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera yang dikembangkan dari jenis bibit unggul yaitu

bivoltine. Pada saat sekarang telur diproduksi dan dikembangbiakkan oleh Perum Perhutani. Pemeliharaan ulat sutera yang berlokasi di Candiroto, Jawa Tengan dan Sopeng, Sulawesi Selatan, dengan produksi riil sebanyak 25.000 kota per tahun yang dapat menghasilkan kokon.

1. Pemeliharaan Ulat Sutera

Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu. Ulat sutera adalah serangga holometabola, yaitu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Hal ini berarti bahwa setiap generasi melewati empat stadia, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (kupu-kupu). Selama metamorfosis, stadia larva adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, merupakan massa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Klasifikasi ulat sutera diperlihatkan pada Tabel 2 (Atmosoedarjo et al. 2000).

Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak berabad-abad yang lalu. Leluhurnya adalah ulat sutera liar yaitu spesies Bombyx mandarina, yang ditemukan di pohon murbei di Cina, Jepang, dan Negara Asia Timur lainnya.

Ulat sutera menurut daerah asalnya dibagi dalam empat ras, yaitu ras Jepang, ras Cina, ras Eropa, dan ras Tropika. Jenis ulat sutera komersial yang biasa dipelihara di Indonesia adalah bivoltine yang merupakan hasil persilangan ulat sutera ras Jepang dan ras Cina.


(21)

5 Tabel 2. Klasifikasi ulat sutera

Sumber : Ryu (2000)

Ulat sutera termasuk serangga yang selama hidupnya mengalami metamorphosis sempurna, dimulai dari telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (kupu-kupu). Lama periode hidup mulai dari saat lahir (telur menetas) sampai masa membuat kokon adalah sekitar satu bulan, namun hal ini, sebenarnya bias berubah, dipengaruhi oleh iklim dan suhu tempat pemeliharaan (Atmosoedarjo et al. 2000).

Menurut Ryu (2000), tahapan pemeliharaan ulat sutera adalah sebagai berikut : a) Penanganan telur ulat sutera

Penanganan awal telur ulat sutera yang baru tiba dari produsen telur adalah dengan melakukan inkubasi telur. Inkubasi telur adalah penempatan telur pada suatu wadah yang disebut kotak penetasan telur dan diletakkan di dalam lemari inkubasi dengan suhu optimum 25oC dan kelembapan 85%. Selama melakukan inkubasi telur, ruangan dibuat menjadi gelap total. Hal ini dilakukan agar pada saat penetasan telur didapatkan hasil yang merata.

b) Pemeliharaan ulat sutera kecil

Tahapan pemeliharaan ulat sutera kecil atau yang lebih dikenal dengan ulat kecil, dimulai setelah proses hakitate dilakukan. Hakitate adalah pekerjaan pemindahan ulat sutera yang baru menetas ke kotak pemeliharaan disertai dengan pemberian pakan pertama kali. Pemeliharaan ulat kecil dilakukan dengan dilapisi dan ditutupi oleh kertas paraffin. Larva yang baru menetas mengandung kadar air yang rendah (75-78%) dan akan meningkat teratur hingga instar II (87%). Oleh karena itu, diharapkan daun yang memiliki kandungan air yang tinggi dapat diberikan untuk ulat instar I dan II. Instar adalah sebutan untuk siklus hidup ulat sutera dimulai dari ulat bangun, makan, sampai tidur kembali. Satu instar biasanya memakan waktu 4 hari, 3 hari ulat makan, dan 1 hari ulat tidur. Selama tidur, kulit ulat akan mengelupas dan berganti dengan kulit baru. Kandungan air yang tinggi pada tanaman murbei diperoleh pada daun bagian atas tanaman (4-7 daun dari pucuk), sedangkan untuk pemberian pakan pada instar III adalah daun ke 8-11 dari pucuk tanaman murbei. Kondisi lingkungan yang optimum untuk pemeliharaan ulat kecil adalah pada suhu 26-28oC dengan kelembapan 80-90%. Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat kali sehari selama instar I, II, dan III.

Klasifikasi Keterangan klasifikasi

Phyllum Arthropoda

Kelas Insecta

Ordo (bangsa) Lepidoptera

Family (suku) Bombycidae

Genus (marga) Bombyx


(22)

6 c) Distribusi ulat kecil

Pemeliharaan ulat kecil berakhir sampai dengan ulat instar III. Ulat kemudian disalurkan pada saat tidur memasuki instar IV. Penyaluran ulat sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari. Ulat didistribusikan pada kotak khusus yang disebut boks pendistribusian ulat.

d) Pemeliharaan ulat sutera besar

Pemeliharaan ulat sutera besar dilakukan setelah proses distribusi ulat kecil kepada petani. Kondisi lingkungan yang baik dalam pemeliharaan ulat sutera besar adalah pada suhu 22-25oC dan kelembapan 70-75%, serta harus mendapatkan cahaya dan aliran udara yang baik. Fase ulat besar mencakup instar IV dan V. Akan tetapi, kedua instar ini fisiologi sangat berbeda. Karena pada instar IV lebih dekat kepada fase ulat kecil, maka titik pemeliharaan harus diitekankan pada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit, dan cukup pakan daun murbei segar dan bergizi tinggi sehingga ulat sutera akan tumbuh dengan baik dan sehat.

Pada ulat sutera instar V, berat kelenjar suteranya bertambah dengan cepat sampai 40% dari jumlah berat tubuhnya bahkan mungkin lebih. Ini merupakan fase yang penting dalam produksi sutera. Keperluan pakan dalam fase ini hampir 90% dari jumlah keperluan semua fase pertumbuhan ulat. Ini adalah fase dimana daun murbei harus dimanfatkan secara efisien dan tenaga kerja harus dihemat untuk kegiatan panen daun dan pemberian pakan ulat. Pada umumnya daun murbei perlu diberikan empat sampai enam kali sehari selama IV dan V.

e) Desinfektan tubuh ulat sutera

Desinfektan tubuh ulat sutera dilakukan untuk mengurangi adanya kemungkinan tubuh ulat yang luka selama proses pergantian kulit. Desinfektan tubuh ulat dilakukan dengan menggunakan kapur atau kaporit 5%. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan ayakan plastik. Kapur atau kaporit 5% ditaburkan merata di atas tubuh ulat. Desinfeksi dilakukan sembilan kali, yaitu pada saat permulaan hakitate, sebelum dan sesudah pergantian kulit pada setiap fase pertumbuhan ulat.

Pengokonan dan panen kokon merupakan tahapan terakhir dalam pemeliharaan ulat sutera. Bila tahapan ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka akan berpengaruh buruk pada kualitas filamen kokon (Atmosoedarjo et al. 2000). Persiapan yang perlu dilakukan sebelum pengokonan adalah dengan melakukan pencucian, pembersihan, dan desinfeksi terhadap alat pengokon. Menurut bentuk dan strukturnya, alat/tempat pengokonan dapat diklasifikasikan menjadi alat pengokonan berputar (rotary), alat pengokonan berombak, bambu spiral, sarang plastik (seriframe), dan lain-lain. Material dan struktur tempat pengokonan sangat berpengaruh terhadap kualitas kokon dan filamen, serta terhadap tenaga kerja untuk membantu proses pengokonan dan panen kokon. Persyaratan utama untuk alat pengokonan adalah harus kuat, struktur alat cocok untuk proses pengokonan, alat pengokonan harus memberi kemudahan ulat dalam mengokon dan memberi kemudahan pekerja dalam melakukan panen (Wibowo 1998).

Peletakkan ulat pada alat pengokonan harus dilakukan tepat waktu. Jika pengokonan dilakukan pada saat belum dewasa atau sudah lewat matang, maka daya pintal (tingkat


(23)

7 kemudahan filamen kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang filamen yang didapat akan berkurang (Atmosoedarjo et al. 2000).

Kualitas kokon dipengaruhi oleh keadaan suhu, kelembapan, aliran udara, dan intensitas cahaya dalam ruang pengokonan. Suhu ideal untuk pengokonan adalah 24oC dengan kelembapan 60-90%. Sirkulasi udara di dalam ruang pengokonan harus diatur dengan baik, oleh karena itu ruangan harus mempunyai jendela yang cukup. Kebutuhan cahaya untuk proses pengokonan antara 10-20 lux (diibaratkan seperti keadaan cahaya dibawah meja). Cahaya harus merata, karena bila cahaya hanya datang dari salah satu arah, ulat akan mengokon di tempat yang lebih gelap dan mengumpul, sehingga akan banyak terjadi kerusakan kokon (Departemen Kehutanan 2007).

Menurut Ryu (2000), waktu yang diperlukan ulat dari mulai mengokon sampai menjadi pupa dipengaruhi oleh temperatur dan varietas ulat. Pada umumnya ulat selesai membuat kokon dalam dua hari dan dua hari kemudian digunakan untuk merubah diri menjadi pupa. Pupa yang mula-mula berwarna keputihan dan lunak dalam dua hari akan berubah menjadi berwarna cokelat tua dan mengeras. Kokon akan dipanen pada hari keenam dan ketujuh setelah mengokon. Standar mutu kokon kering dapat dilihat pada lampiran 4. 2. Agroindustri Benang Sutera

Proses produksi pada agroindustri benang sutera dibagi menjadi tiga, yaitu proses produksi pembuatan benang mentah, proses produksi pembuatan benang matang, dan pembuatan kain. Proses pembuatan benang sutera mentah secara singkat dijabarkan pada Gambar 1.

Flossing adalah pembersihan kokon segar dari kapas-kapas yang melekat pada kulit kokon. Kapas-kapas tersebut dinamakan flossom (Ryu 2000). Pengeringan (drying) kokon bertujuan untuk mencegah berkembangnya pupa menjadi kupu-kupu dan untuk mengurangi kandungan air di lapisan sutera dan pupa, sehingga dapat memungkinkan menyimpan kokon dalam jangka waktu yang lama. Pemasakan (cooking) merupakan tahapan yang bertujuan untuk menguraikan filamen kokon sehingga dapat dipintal (Atmosoedarjo et al, 2000).

Proses pemintalan benang (reeling) adalah proses penyatuan beberapa filamen untuk dipintal menjadi benang sutera. Jumlah filamen kokon yang disatukan untuk mendapatkan sehelai benang mentah berbeda-beda tergantung ukuran benang yang dikehendaki. Proses pemintalan ulang (rereeling) adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah dipintal dari gulungan dengan keliling yang lebih kecil ke gulungan yang lebih besar (keliling 1,5 meter) (Atmosoedarjo et al. 2000).

Setelah melalui proses pemintalan ulang dan inspeksi akhir maka produk yang didapatkan dinamakan benang sutera mentah. Sebelum dapat dijadikan kain, benang sutera mentah terlebih dahulu diproses menjadi benang sutera. Proses perubahan benang sutera mentah menjadi benang sutera dijabarkan pada Gambar 2.


(24)

8 Gambar 1. Proses produksi benang sutera mentah (Atmosoedarjo et al. 2000) Perendaman (soaking) adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan protein serisin dari filamen kokon. Menurut Jumaeri (1997) di dalam Purwaningrum (2007) protein serisin adalah protein yang tidak mengandung belerang, dan merupakan protein yang tidak larut dalam air dingin, tetapi lunak di dalam air panas, dan larut dalam alkali lemah atau sabun. Serisin menyebabkan benang sutera mentah, strukturnya menjadi kaku dan kasar, dan merupakan pelindung serat selama pengerjaan mekanik. Agar kain sutera menjadi lembut, berkilau dan dapat dicelup, protein serisin tersebut harus dihilangkan. Proses penghilangan protein serisin dilakukan dengan pemasakan di dalam larutan sabun. Dalam proses ini, lilin, dan garam-garam mineral ikut hilang.

Winding adalah proses pemindahan benang dari bentuk gulungan besar (skein) ke dalam bobbin (gulungan benang yang terbuat dari kayu) dengan panjang benang yang diinginkan untuk dikerjakan lebih lanjut. Doubling atau penggandaan adalah proses membuat benang menjadi rangkap. Benang dapat dibuat menjadi rangkap 2, 3, 4, 6, atau sesuai kebutuhan (Ryu 2000).

Twisting merupakan proses penggintiran benang untuk mencegah pecahnya benang, member daya penutup (covering capacity) yang lebih besar. Pada proses twisting, gulungan benang dipindah dari bobbin ke silinder (gulungan benang yang terbuat dari logam).

Rewinding adalah proses menggulung kembali benang sutera dari gulungan benang berbentuk silinder menjadi bentuk gulungan besar (Atmosoedarjo et al. 2000).


(25)

9 Gambar 2. Proses produksi pembuatan benang sutera (Atmosoedarjo et al. 2000)

B.

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

Manajemen rantai pasokan atau supply chain management merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tempat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan konsumen. Manajemen rantai pasokan bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya dari transportasi dan distribusi sampai dengan inventori bahan baku, bahan dalam proses, dan barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam rantai pasokan, yaitu pemasok, manufaktur, distributor, retailer, dan konsumen (David et al. 2000 dalam Indrajit dan Djokopranoto 2002).

Rantai pasok terdiri atas seluruh organisasi yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Rantai pasok tidak hanya meliputi manufaktur dan pemasok, tetapi juga transportasi, penggudangan, retailer, dan kosumen sendiri. Tujuan utama dari rantai pasok adalah memuaskan kebutuhan pelanggan, dan bagi perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Aktivitas rantai pasok dimulai dari permintaan kosumen (consumer order) dan berakhir ketika pelanggan atau konsumen telah terpuaskan (Chopra dan Meindl 2004)

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut :

1. Rantai 1 adalah pemasok. Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini dapat berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan


(26)

10 dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok untuk setiap perusahaan tentunya berbeda-beda.

2. Rantai 1-2 adalah pemasok manufaktur. Manufaktur yang melakukan pekerjaan, membuat, mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversi, ataupun menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventori bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi yang berada di pihak pemasok, manufaktur, dan tempat transit merupakan target penghematan ini. Penghematan sebesar 40-60 % bahkan lebih dapat diperoleh dengan menggunakan konsep supplier partnering.

3. Rantai 1-2-3 adalah pemasok – manufaktur – distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum dilakukan adalah melalui distributor dan ini biasanya merupakan bagian dari rantai pasokan. Barang yang akan disalurkan biasanya ditempatkan pada gudang untuk dibawa ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar nanti menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer.

4. Rantai 1-2-3-4 adalah pemasok – manufaktur – distributor – ritel. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun produk sebelum disalurkan. Pada rantai ini bisadilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang

5. Rantai 1-2-3-4-5 adalah pemasok – manufaktur – distributor – ritel - konsumen. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau konsumen. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti ketika barang tiba pada pemakai langsung.

Rantai pasokan harus saling mendukung diantara organisasi yang saling berhubungan agar kegiatan pengadaan dan penyaluran bahana baku dan produk akhir terintegrasi secara baik dan benar, sehingga mereka menjadi sama, yaitu “to gets the right goods or services to the right place, at the right time, and in the desired condition, while making the greatest contribution to the firm” (Siagian 2007).

Berdasarkan konsep rantai pasok, terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Bahan mentah didistribusikan oleh pemasokdan manufaktur melakukan pengolahan sehingga menjadi barang jadi dan siap didistribusikan kepada konsumen melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari pemasok hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Dimana, permintaan dari konsumen, diterjemahkan oleh distributor, dan distributor menyampaikan pada manufaktur. Selanjutnya manufaktur menyalurkan informasi tersebut pada pemasok.

C.

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN

Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja dilakukan untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian, ii)


(27)

11 mengorganisasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, iii) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan vi) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melynk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya mengandung : i) metrik individual; ii) serangkaian metrik kinerja dan iii) sistem pengukuran kinerja yang menyeluruh.

Metrik individual berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan paling sempit. Metrik adalah ukuran yang dapat diverifikasi, diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan tertentu. Menurut Pujawan (2005), ada beberapa hal yg harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif, yaitu : i) mudah dimengerti, ii) value-based, iii) dapat menangkap karakteristik atau hasil dalam bentuk numerik maupun nominal, iv) tidak menciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi, dan v) dapat melakukan distilasi data.

Menurut Gunasekaran et al. (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik, dan tingkatan operasional. Metrik pengukuran kinerja SCM perlu diklasifikasikan dalam level strategi, taktik, dan opersional manajemen. Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklarifikasikan berdasarkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja operasional maupun finansial. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses-proses dalam rantai pasok memang dimonitor dalam satuan non-finansial.

D.

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

Konsep sistem pendukung keputusan (SPK) pertama kali diungkapkan pada 1970-an oleh Michael S. Scoot Morton dengan istilah Management Decision Sistem. SPK merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk membantu pengambil keputusan dalam memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur (Daihani 2001).

Sistem Penunjang Keputusan digunakan untuk memaparkan secara detail elemen-elemen sistem sehingga dapat membantu para pengambil kebijakan dalam proses pengambilan keputusannya. Dalam sistem penunjang keputusan dikenal dengan adanya istilah kriteria dan alternatif. Kriteria digunakan untuk menggambarkan tujuan dari sistem serta sebagai basis untuk merancang dan mengembangkan sistem. Alternatif merupakan tindakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan sistem (Eriyatno 1999).

Landasan utama dalam pengembangan SPK menurut Eriyatno (1999) dalah konsepsi model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu pengambil keputusan atau pengguna, model, atau data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, sedangkan untuk pelaksanaan perintah model, dikelola oleh manajemen basis model, dan data akan dikelola oleh sebuah basis data. Struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Syamsi (1995), pengambilan keputusan itu meliputi :

1. Identifikasi masalah.


(28)

12 3. Perancangan alternatif kebijakan yang nantinya akan dijadikan

alternatif-alternatif keputusan.

4. Pemilihan satu alternatif terbaik untuk dijadikan keputusan. 5. Pelaksanaan keputusan.

6. Pemantauan dan evaluasi hasil pelakasanaan keputusan.

Gambar 3. Struktur dasar SPK (Turban 1990)

E.

METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pendekatan dalam membantu pengguna untuk mengambil keputusan dengan kriteria jamak pada model pemilihan produk prospektif dan pemilihan pasar potensial. Menurut Eriyatno (1996), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata.

Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total pada setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Data Model

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Model

Sistem Pengolahan

Sistem Manajemen Dialog


(29)

13 Keterangan :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin 2004).

F.

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP) merupakan suatu metode atau alat yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem serta membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah serta pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberi pertimbangan. Mekanisme prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi dari suatu sistem sebagai suatu satuan. Analisis ini dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah terukur (kuantitatif) maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement) (Saaty 1986).

Tahap terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparation) terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Penilaian dilakukan untuk membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan proses transformasi dalam perhitungan matematis dari bentuk pendapat (kualitatif) ke dalam bentuk nilai angka (kuantitatif). Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan nilai skala 1 sampai 9 yang merupakan skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat (Saaty 1986).

Nilai-nilai perbandingan relative kemudian diolah untuk menentukan peringkat relative dari seluruh alternative. Baik criteria kualitatif, maupun criteria kuntitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan pendapat (judgement) yang diberikan untuk menghasilkan bobot. Kemudian bobot dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Tingkat kesahihan (validitas) pendapat bergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi (Marimin 2004).


(30)

14 Gambar 4. Struktur Dasar Hirarki AHP (Saaty 1980)

Dalam proses penjabaran tujuan hirarki terdapat tiga hal yang perlu dicermati. Pertama, setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut. Kedua, perlu dihindarkan terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik ke arah lateral maupun vertikal. Ketiga, tes kepentingan perlu dilakukan karena kriteria-kriteria dalam hirarki harus relevan dengan tujuan (Mangkusubroto dan Trisnadi 1987).

G.

SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE)

SCOR adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan sebagai alat diagnosa Supply Chain Management yang digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Dasar model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pemodelan proses, pengukuran performa atau kinerja rantai pasokan, dan penerapan best practice (Supply Chain Council 2008).

Model SCOR mempunyai indikator-indikator penilaian yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Banyaknya metrik dan tingkatan metrik yang digunakan sesuai dengan jenis dan banyaknya proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan (Supply Chain Council

2008). Proses SCOR terbagi menjadi beberapa level detail proses untuk membantu perusahaan menganalisa kinerja supply chainnya. Model SCOR diperkenalkan pada lima proses berbeda, yaitu perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), and pengembalian (Return) yang terdapat pada level 1. Tabel di bawah ini menjelaskan model hierarki proses dalam SCOR.

Fokus yang hendak dicapai Fokus

Faktor

Aktor

Alternatif

Faktor-1 Faktor -2 Faktor -m

Aktor-1 Aktor-2 Aktor-n


(31)

15 Tabel 3. Model hierarki SCOR

Sumber : Supply Chain Council (2008)

Model SCOR memiliki lima aspek penilaian, yaitu reliability, responsiveness, flexibility, cost

dan assets. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Menurut Bolstroff (2003), pada umumnya para pimpinan perusahaan menggunakan metrik level 1 ini sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasokan yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut performa tersebut dijelaskan pada Tabel 4.


(32)

16 Tabel 4. Atribut performa manajemen rantai pasokan beserta metrik performa

Atribut Performa Definisi Metrik Level 1 Reliabilitas

Rantai Pasokan

Performa rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesaan pembeli dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan dokumentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada pembeli bahwa pesanannya akan dapat terpenuhi dengan baik.

Pemenuhan Pesanan Sempurna

Responsivitas Rantai Pasokan

Waktu (kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen.

Siklus Pemenuhan Pesanan Fleksibilitas

Rantai Pasokan

Keuletan rantai pasokan perusahaan dan kemampuan untuk beradaptasinya terhadap perubahan pasar untuk memelihara keuntungan kompetitif rantai pasokan.

Fleksibilitas Rantai Pasok Atas

Penyesuaian Rantai Pasok Atas

Penyesuaian Rantai Pasok Bawah

Biaya Rantai Pasokan

Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasokan.

Biaya SCM Biaya Pokok Produk

Manajemen Aset Rantai Pasokan

Efektivitas suatu perusahaan dalam memanajemen asetnya untuk mendukung terpenuhinya kepuasan konsumen.

Siklus Cash-to-Cash

Return on Supply Chain Fixed Assets Return on Working Capital

Sumber : Bolstroff (2003)

Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bias cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasrkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output, dan sebagainya. Banyak proses dalam rantai pasok memeang dimonitor dalam satuan non-finansial.

Menurut Gunasekaran et al (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik, dan tingkat operasional. Untuk itu dibutuhkan lebih besar untuk studi pengukuran dan metirk dalam konteks manajemen rantai pasok karena dua alasan, yaitu kurangnya pendekatan yang seimbang dan kurang jelasnya perbedaan antara metrik level strategi, taktik dan operasional. Model SCOR fokus pada aspek-aspek seperti semua kegiatan yang berkaitan dengan interaksi pembeli mulai dari pesanan barang yang masuk hingga ke pelunasan pembayaran oleh pembeli, semua trnsaksi produk (barang atau jasa) mulai dari produsen hulu hingga ke konsumen akhir, dan semua interaksi pasar mulai dari memehami permintaan pasar secara agregat hingga ke pemenuhannya dari masing-masing permintaan. Namun, bukan berarti SCOR berusaha untuk mendeskripsikan semua kegiatan dan proses bisnis yang ada.


(33)

17

H. WWW (WORLD WIDE WEB)

Web adalah jaringan informasi yang menggunakan protocol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan FTP (File Transfer Protocol), dimana sumberdaya- sumberdaya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global berupa alamat URL (Uniform Resource Locator). Web dapat diakses melalui interface sederhana dan mudah digunakan. Informasi ini biasanya disajikan dalam bentuk hypertext atau multimedia, dan disediakan oleh server yang berlokasi di berbagai penjuru dunia.

Halaman web terbagi menjadi dua macam, yaitu halaman statis dan halaman dinamis. Web statis biasanya hanya merupakan HTML yang diketik melalui teks editor yang disimpan dalam bentuk.html atau .htm. Web dinamis adalah halaman web yang hanya berhubungsn dengan halaman web yang lain, user hanya bias melihat isi dokumen pada halaman web dan jika diklik maka dokumen akan berpindah ke halaman web selanjutnya. Interaksi user dengan

browser hanya sebatas melihat informasi tetapi tidak bisa mengolah informasi yang dihasilkan. Web yang dinamis memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan menggunakan form sehingga kita bisa mengolah informasi yang ditampilkan .

1. Desain website

Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan bahasa program (scripts program), unsur website yang penting dan utama adalah desain. Desain website menentukan kualitas dan keindahan sebuah website. Desain sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya sebuah website.

Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa website

designer. Kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan web designer tentang beragam program/software pendukung pembuatan situs maka akan dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya.

2. Publikasi website

Keberadaan situs tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi.

Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan pamflet-pamflet, selebaran, baliho dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. Cara yang biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine

(mesin pencari, seperti : Yahoo, Google, search Indonesia, dsb). Cara publikasi di search engine

ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung.

3. Pemeliharaan Website

Untuk mendukung kelanjutan dari situs diperlukan pemeliharaan setiap waktu sesuai yang diinginkan seperti penambahan informasi, berita, artikel, link, gambar atau lain sebagainya. Tanpa pemeliharaan yang baik situs akan terkesan membosankan atau monoton juga akan segera ditinggal pengunjung.

Pemeliharaan situs dapat dilakukan per periode tertentu seperti tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan sekali secara rutin atau secara periodik saja tergantung kebutuhan (tidak rutin). Pemeliharaan rutin biasanya dipakai oleh situs-situs berita, penyedia artikel, organisasi atau


(34)

18 lembaga pemerintah, sedangkan pemeliharaan periodik bisanya untuk situs-situs pribadi, penjualan/e-commerce, dan lain sebagainya. (Saputro 2007).

I. PENELITIAN TERDAHULU

Panggabean (2010) dengan skripsi yang berjudul Pengembangan Model Perencanaan untuk Pendirian Agroindustri Sutera Alam. Program SiDiKuu 1.0 dapat membantu menganalisa perencanaan pendirian agroindustri sutera alam ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis khususnya pemilihan lokasi, aspek produksi, dan aspek kelayakan finansial. Kriteria investasi yang digunakan untuk mengukur kelayakan dalam model ini adalah Net Present Value (NPV),

PaybackPeriode (PBP), Profitability Index (PI), dan Break Even Point (BEP).

Sementara Muhardika (2009) dengan skripsi yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Rantai Pasok Krisan dan Kedelai Edamame melakukan pengukuran kinerja terhadap para mitra perusahaan dengan metode SCOR dan DEA. Selain itu, dalam sistem yang dibuatnya, terdapat pula model pengukuran nilai tambah masing-masing komoditas terhadap berbagai pihak, diantaranya konsumen, perusahaan, dan mitra tani.

Setiawan (2009) dalam tesisnya yang berjudul Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat melakukan pengukuran kinerja komoditas lettuce head dengan menggunakan pendekatan DEA dan SCOR fuzzy AHP. Pengukuran kinerja jaringan rantai pasok produk sutera alam menggunakan teknik AHP untuk memilih metrik pengukuran prioritas yang diadaptasi dari metode SCOR. Dengan mengadopsi SCOR, model dapat dirancang dengan metrik kinerja yang seimbang dan mencakup kinerja keseluruhan dari rantai pasok dalam berbagai sisi.

Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasokan sutera alam merupakan penelitian studi kasus di suatu agroindustri yang permasalahannya diambil dari agroindustri tersebut. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengoptimalkan potensi produk dan pasar, membantu menentukan strategi pengembangan plasma, serta mengukur kinerja perusahaan yang terangkum dalam suatu sistem penunjang keputusan berbasis web sehingga pengguna dapat mengaksesnya dengan mudah. Metode yang digunakan dalam memilih keputusan mengenai produk dan pasar yaitu dengan MPE, sementara metode AHP digunakan dalam menentukan strategi plasma unggul. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan dengan SCOR yang dikombinasikan dengan AHP. Sistem ini juga dilengkapi dengan informasi mengenai budidaya ulat sutera, proses pengolahan sutera, serta mekanisme rantai pasok yang terjadi dalam agroindustri sutera tersebut.


(35)

19

III.

METODOLOGI

A.

KERANGKA PEMIKIRAN

Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi alamnya sangat mendukung untuk mengembangkan usaha tersebut, namun kenyataannya kegiatan budidaya dan agroindustri sutera alam semakin ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Biaya produksi dalam pengolahan sutera yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan yang harus dimiliki dalam pemeliharaan ulat menjadi kendala utama dalam mempertahankan keberadaan agroindustri sutera alam.

Rumah Sutera Alam (RSA) yang terletak di Ciapus Bogor merupakan salah satu agroindustri sutera yang sampai saat ini masih bertahan di Jawa Barat. Sama halnya dengan agroindustri sutera lainnya, keuntungan yang dihasilkan berada dibawah biaya produksi yang dikeluarkan. RSA masih mampu bertahan karena dibantu dengan sektor agrowisata yang dibuat dan dikelola sendiri oleh pemilik dan karyawan-karyawannya. Hal ini membuat usaha pengolahan sutera menjadi sedikit dikesampingkan, karena perusahaan lebih mengutamakan pemasukan dari bidang agrowisata yang dimilikinya, sehingga kurang maksimal dalam menjalani peran sebagai produsen sutera.

Sampai saat ini produk dengan jumlah terbanyak yang dihasilkan oleh RSA adalah benang sutera matang (thrown silk). Keputusan mengenai jumlah dari masing-masing produk yang akan diproduksi didasarkan pada ketersediaan sarana dan sumberdaya manusia terampil yang dibutuhkan selama proses produksi berlangsung. Sementara untuk memasarkan produknya, RSA lebih banyak menjualnya kepada konsumen skala besar seperti penenun atau pembatik. Banyaknya permintaan yang tidak didukung oleh ketersediaan produk yang memadai, membuat pemasaran produk menjadi terbatas sehingga pihak perusahaan tidak memikirkan potensi pasar, biaya pengiriman, jarak, dan sebagainya. Padahal, dengan mengoptimalkan pengolahan produk unggulan dan pasar yang potensial, dapat menjadi solusi dari masalah keterbatasan pemasukan perusahaan.

Selain kedua hal tersebut, pasokan bahan baku berupa kokon yang diperoleh dari mitra plasma (petani ulat), mempunyai kuantitas dan kualitas yang masih kurang menurut pihak perusahaan, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut perusahaan mengenai hal itu. Dalam hal ini, RSA yang berperan sebagai perusahaan inti masih belum dapat menyaring dan mengawasi para plasma dengan baik. Keuletan dalam memelihara ulat adalah hal utama yang wajib dimiliki oleh plasma, karena salah satu kunci keberhasilan dalam menghasilkan kokon yang baik, adalah dengan menghasilkan ulat yang baik dan sehat pula. Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya juga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menghasilkan kokon yang berkualitas. Pihak RSA sebaiknya dapat memilih dan meninjau keberadaan para plasma terlebih dahulu sebelum membuat kesepakatan dalam proses jual-beli dan pemeliharaan.

Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri sutera alam ini. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan


(36)

20 model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Model-model yang tersedia yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan pasar potensial, dan model pemilihan strategi plasma unggul. Selain itu, dalam sistem ini juga dilengkapi dengan model pengukuran kinerja perusahaan. Model tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai kinerja agroindustri ini. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir. Selain itu, dalam program aplikasi Letulet juga dilengkapi dengan informasi-informasi mengenai budidaya ulat, proses pengolahan benang, standar mutu kokon kering dan benang sutera berdasarkan SNI, dan mekanisme manajemen rantai pasok dalam agroindustri sutera alam. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.


(37)

21

B.

PENDEKATAN SISTEM

Sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi dan analisa kebutuhan, serta diakhiri dengan hasil berupa sistem operasi yang efektif dan efisien.

Marimin (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan sistem adalah penerapan sistem ilmiah dan manajemen. Dengan cara ini, hendak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi atau sistem. Metode ilmiah dapat menghindarkan manajemen mengambil kesimpulan yang sederhana dan searah oleh suatu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Pendekatan sistem ini dicirikan dengan adanya metodologi perencanaan atau pengelolaan yang bersifat multidisiplin dan teroganisir, penggunaan model matematika, mampu berpikir secara kualitatif, penggunaan teknik simulasi, dan optimasi, serta diaplikasikan dengan computer. Pendekatan sistem dengan model yaitu suatu abstraksi keadaan nyata atau penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem (Eriyatno, 1999)

1. Analisa Kebutuhan

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang telah dideskripsikan. Analisa kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil survey, pendapat ahli, observasi lapangan, dan sebagainya (Marimin, 2004). Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Komponen-komponen yang berpengaruh dalam pengembangan sistem ini adalah sebagai berikut :

a. Pelaku Industri (Perusahaan Inti)

•Memperoleh keuntungan yang maksimal

•Potensi mengembangkan industri lebih besar

•Bahan baku yang diperoleh berkualitas

•Kinerja agroindustri meningkat b. Pemerintah

•Terjaganya agroindustri sutera alam

•Menurunnya angka pengangguran

•Meningkatkan pendapatan daerah c. Lembaga Litbang

•Pengembangan dan inovasi produk

•Adanya upaya mengembangkan industri sutera alam d. Plasma

•Meningkatkan pendapatan

•Meningkatkan kepercayaan perusahaan inti


(1)

62 Lampiran 3. Produksi kokon dan raw silk di wilayah Indonesia dalam waktu lima tahun


(2)

(3)

63 Lampiran 4. Standar mutu kokon kering berdasarkan SNI

Kokon adalah materi yang dibuat oleh alat sutera (Bombyx Mori L.). Pada fase metamorfosa (proses pembentukan pupa), yang terdiri dari kulit kokon dan pupa. Kulit kokon merupakan materi lapisan serat sutera alam yang terdiri dari seirisin dan fibroin yang berfungsi sebagai pembungkus pupa.

Adapun klasifikasi kokon segar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kokon normal dan kokon tidak normal (cacat). Kokon normal adalah kokon yang bersih, sehat, dan tidak cacat dan pada umumnya berbentuk telur. Kokon tidak normal adalah kokon cacat yang bentuk dan warna fisiknya tidak normal, terdiri atas :

1. Kokon yang berbentuk aneh adalah kokon yang bentuknya tidak wajar seperti kerucut, besar sebelah atau tidak beraturan.

2. Kokon bertekuk adalah kokon yang bagian tengah atau tepinya bertekuk. 3. Kokon berlubang adalah kokon yang kulit kokonnya berlubang.

4. Kokon tercetak adalah kokon yang yang mempunyai noda disebabkan teretak oleh alat pengokon.

5. Kokon ujung tipis adalah kokon yang kulit bagian ujungnya tipis. 6. Kokon kembar merupakan kokon yang berisi dua pupa atau lebih.

7. Kokon kotor dalam adalah kokon yang kulit bagian dalamnya mengandung kotoran. 8. Kokon kotor luar adalah kokon yang kulit bagian luarnya terkena kotoran yang berasal

dari ulat lain atau ulat mati.

9. Kokon lembek adalah kokon yang sebagian besar kulitnya tipis. Untuk berat kokon kering, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

No Parameter yang Diuji Satuan

Utama Pertama Kedua Ketiga 1 Berat kokon gr/butir >-2.0 1.7-1.9 1.3-1.6 <1.3 2 Kulit kokon % >-23.0 20.0-22.9 17.0-19.9 <17.0 3 Kokon cacat % >-2.0 2.0-5.0 5.1-8.0 <8.0


(4)

64 KUISIONER

Penggunaan Analytical Hierarchy process (AHP) untuk

STRATEGI PEMILIHAN ATRIBUT PENILAIAN KINERJA RANTAI PASOK SUTERA ALAM

Hasil pengisian kuisioner ini akan digunakan untuk keperluan memenuhi tugas akhir (skripsi) oleh Kusuma Ratih (F34062004) di Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Nama Responden :

Jabatan :

Tanggal Pengisian : Tandatangan :


(5)

65 PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER

I. Umum

1. Isi kolom indentitas yang terdapat di halaman depan kuisioner.

2. Berikan penilaian terhadap Hirarki Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasok Sutera Alam dengan cara mengisi Lembar Penilaian.

3. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan atau peran komponen-komponen dalam 1 level hirarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya menggunakan Skala Penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.

4. Lembar Penilaian berisi penjelasan masing-masing elemen yang

diperbandingkan, pertanyaan, dan kolom-kolom untuk menuliskan hasil penilaian.

5. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah disediakan.

II. Skala Penilaian

Skala yang digunakan adalah 1, 3, 5, 7, dan 9 serta 2, 4, 6, dan 8 untuk penilaian diantara skala tersebut. Apabila hasil penilaian menunjukkan sebaliknya maka yang digunakan adalah 1, ½, 1/3, ... dan 1/9. Contoh penerapannya adalah sebagai berikut:

• Jika A sama pentingnya dengan B 1

• Jika A sedikit lebih penting daripada B 3

Jika sebaliknya (B sedikit lebih penting daripada A) 1/3

• Jika A jelas lebih penting daripada B 5

Jika sebaliknya (B jelas lebih penting daripada A) 1/5

• Jika A sangat lebih penting daripada B 7

Jika sebaliknya (B sangat lebih penting daripada A) 1/7

• Jika A mutlak lebih penting daripada B 9

Jika sebaliknya (B mutlak lebih penting daripada A) 1/9

• Nilai skala 2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 diberikan apabila terdapat sedikit saja perbedaan dengan patokan tersebut di atas.


(6)