4.2.1.2 Kedalaman dan Kecerahan
Kedalaman perairan yang digunakan untuk kegiatan wisata bahari berkisar antara 3 - 10 meter. Kecerahan perairan pada stasiun pengamatan
berkisar antara 80 – 100 . Pada saat pengamatan, secchidisk maksimum terlihat pada kedalaman 9 meter sehingga pada 4 stasiun penyelaman yang
memiliki kedalama 10 meter, kondisi terumbu yang ada di dalam perairan tidak terlihat dengan jelas dari atas perairan perahu. Hal ini berbeda dengan 7
stasiun pengamatan yang lain dimana kisaran kedalaman 4 meter hingga 9 meter, secchidisk dapat terlihat sehingga kecerahan perairan pada keenam
stasiun tersebut 100. Kecerahan dan kedalaman sangat berpengaruh terhadap kondisi terumbu
karang karena kemampuan penetrasi cahaya kedalam perairan akan mempengaruhi proses fotosintesa zooxantellae yang berasosiasi dengan hewan
karang. Hal ini banyak dikemukan oleh para ahli terumbu karang, salah satunya adalah Supriharyono 2007 yang mengatakan bahwa hewan karang hermatypic
reef building corals hidupnya bersimbiosis dengan ganggang Zooxanthellae yang melakukan proses fotosintesa sehingga pengaruh cahaya illumination
adalah sangat penting. Terkait dengan pengaruh cahaya tersebut, maka kedalaman juga membatasi kehidupan hewan karang.
4.2.1.3 Suhu dan Salinitas
Kisaran suhu pada suatu tempat sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, salinitas air laut dan arus-arus global.
Suhu yang teramati pada lokasi penelitian cenderung stabil diseluruh stasiun penelitian dengan kisaran antara 30,48°C–31,37°C. Kisaran suhu yang teramati
merupakan kisaran normal untuk perairan tropis dan memungkinkan terumbu karang dapat berkembang dengan baik sesuai pernyataan Nybakken 1992
bahwa terumbu karang dapat tumbuh secara optimal pada suhu 23°C–25°C dan dapat mentolerir suhu kira-kira 36°C – 40°C namun tidak dapat bertahan pada
suhu minimum tahunan dibawah 18°C. Supriharyono 2007 menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25°C – 29°C, batas
minimum 16°C – 17°C dan batas maksimum sekitar 36°C. Salinitas adalah jumlah berat semua garam dalam gram yang terlarut
dalam satu liter air yang dinyatakan dengan satuan ppt gram per liter. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air,
50 100
150 200
250
10. 00
13. 00
16. 00
19. 00
22. 00
01. 00
04. 00
07. 00
10. 00
13. 00
16. 00
19. 00
22. 00
01. 00
04. 00
07. 00
10. 00
T ing
g i P
a sa
ng S
ur ut
cm
Waktu Pengamatan jam
penguapan, curah hujan dan aliran sungai Nontji, 1993. Pengukuran salinitas pada lokasi penelitian berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan terumbu
karang yaitu 28 – 32 ppt. Salinitas yang rendah terdapat di stasiun 10 sisi utara bagian timur pulau dengan 28 ppt yang kemungkinan disebabkan oleh
dekatnya muara sungai yang terdapat di mainland.
4.2.1.4 Pasang Surut
Pasang surut merupakan gejala naik dan turunnya muka air laut secara periodik akibat pengaruh gravitasi bulan dan matahari. Kedudukan bulan dan
matahari terhadap bumi mengakibatkan pengangkatan badan air pada satu bagian bumi yang berada pada sumbu bumi-bulan dan penurunan badan air
pada bagian bumi yang berada tegak lurus terhadap sumbu bumi-bulan. Pasang dan surut pada suatu pantai umumnya dapat terjadi masing-masing sekali dalam
sehari diurnal tide atau 2 kali sehari semi-diurnal tide. Pada lokasi pantai tertentu dapat pula terjadi bahwa sifat pasut terletak di antara keduanya, yang
disebut sebagai pasut campuran mixed tide. Hasil pengamatan pasang surut selama 48 jam yang dilakukan di dermaga Bontolebang dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Pasang surut yang teramati di Pulau Pasi dalam 48 jam pengamatan. Berdasarkan pengamatan, tipe pasang surut Pulau Pasi merupakan
pasang surut bertipe campuran condong ke harian ganda mixed tide prevailing semidiurnal. Pasang surut dengan tipe seperti ini, dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi dan periodenya berbeda.