3. Kecerahan Kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disc
3.3.4 Data Sosial Kemasyarakatan
Data sosial kemasyarakatan merupakan data yang dibutuhkan untuk : 1. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi laut daerah.
2. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari 3. Mengetahui tingkat dukungan sosial masyarakat Pulau Pasi terhadap
pengembangan ekowisata bahari. Untuk memperoleh gambaran tentang kondisi sosial kemasyarakat pada 3
aspek pokok seperti yang disebutkan di atas, maka dilakukan observasi dan wawancara semi terstruktur dengan penduduk Pulau Pasi. Wawancara semi
terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai pedoman pertanyaan, namun dapat mengembangkan pertanyaan lebih dalam untuk
memperoleh gambaran secara utuh dari objekresponden Sugiyono 2010. Pemilihan responden dengan metode purposive sampling terhadap penduduk 3
desa. Menurut Sugiyono 2010, metode purposive sampling adalah tekhnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu seperti orang
tersebut dianggap paling mengerti tentang permasalahan yang akan diteliti atau sebagai orang yang terlibat langsung dalam suatu permasalahan yang diteliti.
3.4 Analisa Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa berdasarkan jenisnya. Adapun analisa tersebut dijelaskan sebagai berikut :
3.4.1 Penutupan Karang
Untuk menghitung besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, alga, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus English et al. 1997:
Data kondisi penutupan karang yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap 1984 :
a. Baik sekali : 75 – 100 b. Baik
: 50 – 74,9 c. Baik
: 50 – 74,9 d. Buruk : 0 – 24,9
Percent Cover =
Total length of category X 100
Length of transect
3.4.2 Ikan Karang
Analisis data ikan karang dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil sensus yang dilakukan pada transek seluas 250 m
2
3.4.3 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari .
Menurut Yulianda 2007 kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian.
Parameter kesesuaian wisata selam antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis lifefrom, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan
kedalaman terumbu karang Tabel 5.
Tabel 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam
No Parameter
Bobot Standar
Parameter Skor
N Bobot x skor
1 Kecerahan Perairan 5
80 3
50 - 80 2
20 - 50 1
20 2 Tutupan Komunitas Karang
5 75
3 50 - 75
2 25 - 50
1 25
3 Jenis lifeform 3
12 3
7 - 12 2
4 - 7 1
4 4 Jenis Ikan Karang
3 50
3 30 - 50
2 10 - 30
1 10
5 Kecepatan Arus cmdet 1
0 - 15 3
15 - 30 2
30 - 50 1
50 6 Kedalaman Terumbu
Karang m 1
6 - 15 3
15 - 20 2
20 - 30 1
30 SN
= S Nmax
= 54 IKW
=
Sumber : Yulianda 2007
Keterangan : IKW
= indeks kesesuaian wisata S Ni
= nilai parameter ke-i bobot x skor S Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Ketentuan kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata selam adalah : S1 = sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100
S2 = sesuai, dengan IKW 50 - 83 N
= tidak sesuai, dengan IKW 50 Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan
tujuh parameter dengan empat klasifikasi Yulianda, 2007. Adapun matriks kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling
No Parameter
Bobot Standar
Parameter Skor
N Bobot x skor
1 Kecerahan Perairan 5
100 3
80 100 2
20 – 50 1
20 2 Tutupan Komunitas
Karang 5
75 3
50 – 75 2
25 – 50 1
25 3 Jenis lifeform
3 12
3 7 – 12
2 4 – 7
1 4
4 Jenis Ikan Karang 3
50 3
30 – 50 2
10 – 30 1
10 5 Kecepatan Arus
cmdet 1
0 – 15 3
15 – 30 2
30 – 50 1
50 6 Kedalaman Terumbu
Karang m 1
3 – 6 3
1 – 3 2
6 – 10 1
10 - 15 7 Lebar Hamparan
Datar Karang 1
500 3
100 – 500 2
20 – 100 1
20 SN
= S Nmax
= 57 IKW
=
Sumber : Yulianda 2007
Keterangan : IKW
= indeks kesesuaian wisata S Ni
= nilai parameter ke-i bobot x skor S Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata
Ketentuan kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata snorkeling adalah: S1 = sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100
S2 = sesuai, dengan IKW 50 - 83 N
= tidak sesuai, dengan IKW 50 Untuk menilai kesesuaian lokasi wisata, maka disusun kategori yang dapat
menjelaskan kondisi sumberdaya seperti : Kategori S1 : Sangat sesuai highly suitable. Kawasan ekosistem terumbu
karang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari diving dan snorkelling secara lestari, atau hanya
mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti dan tidak terpengaruh secara nyata terhadap kondisi kawasan tersebut, serta tidak menambah masukan input
untuk dikembangkan sebagai objek wisata bahari. Kategori S2 : Sesuai Suitable. Kawasan ekosistem terumbu karang yang
mempunyai pembatas agak berat untuk pemanfaatan sebagai kawasan wisata bahari secara lestari. Faktor pembatas akan mengurangi pemanfaatan kawasan,
sehingga diperlukan upaya tertentu dalam membatasi pemanfaatan dan mengupayakan konservasi dan rehabilitasi.
Kategori N : Tidak Sesuai Not Suitable Kawasan ekosistem terumbu karang yang mengalami tingkat kerusakan yang tinggi, sehingga tidak memungkinkan
untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari. Untuk itu sangat disarankan untuk dilakukan perbaikan dengan teknologi tinggi dengan tambahan
biaya dan perlu waktu yang lama untuk memulihkannya melalui konservasi dan rehabilitasi kawasan tersebut.
3.4.4 Indeks Kesesuaian Wisata
Analisa indeks kesesuaian wisata IKW merupakan lanjutan dari matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata senorkeling dan wisata selam. Rumus
yang digunakan untuk indeks kesesuaian wisata Yulianda, 2007 adalah :
IKW = Σ [NiNmaks] x 100
Keterangan : IKW
= Indeks kesesuaian wisata Ni
= Nilai parameter ke-i Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
3.4.5 Analisis Deskriptif Persepsi Masyarakat dalam Pengembangan
Ekowisata Bahari Analisis data strategi pengembangan ekowisata ini bertujuan untuk
menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan observasi mengenai persepsi
masyarakat tentang pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi laut daerah. Data kualitatif yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif
yang tersajikan dalam bentuk tabel, gambar atau grafik.
3.4.6 Dukungan Sosial
Tekhnik yang digunakan untuk menentukan tingkat dukungan sosial adalah dengan menggunakan metode analisis multiatribut. Atribut sosial dalam
penelitian ini adalah tingkat keamanan, penerimaan masyarakat lokal, dukungan pemerintah, sarana transportasi laut, peruntukan kawasan, ketersediaan
peralatan wisata, akomodasi dan ketersediaan air tawar. Setiap atribut yang ditetapkan, memiliki bobot dan skor sesuai dengan
kepentingan suatu parameter dalam pengembangan wisata bahari. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5, dan skor berkisar antara 0 – 2. Penentuan skor
berdasarkan urgensi atribut tersebut yang berpedoman pada indikator skor masing-masing atribut penilaian yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Matriks
analisis tingkat dukungan sosial dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Matriks analisis tingkat dukungan sosial kegiatan wisata bahari
No ParameterAtribut
Bobot Skor
Nilai Max Keterangan
1 Tingkat Keamanan
5 0 - 2
10 Sangat Penting
2 Penerimaan masyarakat Lokal
5 0 - 2
10 Sangat Penting
3 Dukungan Pemerintah
3 0 - 2
6 Penting
4 Dukungan swasta
3 0 - 2
6 Penting
5 Aksesibilitas
3 0 - 2
6 Penting
6 Peruntukan kawasan
1 0 - 2
2 Cukup Penting
7 Kelembagaan Masyarakat
1 0 - 2
2 Cukup Penting
8 Kearifan lokal
1 0 - 2
2 Cukup Penting
Nilai Maksimum 44
Sumber : Modifikasi dari Ketjulan, 2010
Keterangan : Skor 30 – 44 = Sangat mendukung Skor 15 – 29 = Cukup mendukung
Skor 0 – 14 = Tidak mendukung Bobot 5 pada parameter tingkat keamanan dan penerimaan masyarakat
lokal merupakan faktor utama dalam penilaian sosial, dimana jika salah satu dari dua faktor tersebut memiliki nilai 0, maka secara otomatis dinyatakan bahwa
tidak terdapat dukungan sosial untuk pengembangan wisata pada daerah tersebut. Bobot 3 terdiri atas parameter atau atribut yang penting, dimana
keberadaannya sangat membantu dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata. Bobot 1 merupakan atribut cukup penting yang
merupakan faktor pendukung dalam menilai kesiapan sosial dari masyarakat. Pemberian skor pada setiap parameter berdasarkan penilaian secara
langsung di lapangan dan pengkajian dokumen perencanaan yang ada. Setelah menentukan bobot dan skor, maka tingkat dukungan sosial dihitung berdasarkan
total perkalian bobot dan skor semua parameter.
3.4.7 Daya Dukung Kawasan
Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal yaitu kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia dan
standar keaslian sumberdaya alam. Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara
fisik dapat ditampung di kawasan yang telah disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Yulianda 2007
menjelaskan bahwa :
DDK = K x LpLt x WtWp
Keterangan : DDK = Daya dukung kawasan
K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt = Unit area untuk kategori tertentu
Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam
satu hari Wp
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan Tabel 8. Luas suatu area yang dapat
digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian tetap terjaga. Setiap melakukan kegiatan
ekowisata, pengunjung akan memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktifitas seperti diving menyelam dan snorkeling untuk menikmati
keindahan pesona alam bawah laut, sehingga perlu adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Tabel 9.
Tabel 8 Potensi ekologis pengunjung K dan luas area kegiatan Lt
Jenis kegiatan Σ Pengunjung
orang Unit area Lt
Keterangan
Snorkeling 1
500 m² Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m
Selam 2
2000 m² Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m
Sumber : Yulianda 2007
Tabel 9 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata
Jenis kegiatan Waktu yang dibutuhkan
Wp - jam Total waktu 1 hari
Wt - jam
Selam 2
8 Snorkeling
3 6
Sumber : Yulianda 2007
3.4.8 Analisis Spasial
Pembuatan peta tematik menggunakan peta dasar, peta data citra dan data hasil survei. Peta dasar yang digunakan adalah format data vektor diperoleh
dari BAKOSURTANAL edisi 1993, data citra Landsat-7 ETM+ akuisisi tahun 2002 dan data hasil survey adalah fenomena yang diobservasi secara langsung
di lapangan. Proses pengolahan citra adalah import data, crop pemotongan area kajian, koreksi radiometrik, koreksi geometrik, komposit RGB, interpretasi objek
dan digitasi. Data jenis ini selanjutnya ditransformasi menjadi data vektor baik melalui digitasi langsung maupun dengan cara mengubah format .dbf format
data base menjadi data spasial kemudian dilakukan revisi data dengan tujuan untuk mendapatkan data terkini up to date. Peta tematik yang dihasilkan dari
kompilasi peta Rupa Bumi Indonesia RBI, peta data citra dan survey lapangan adalah peta tematik potensi sumber daya, kesesuaian kawasan wisata bahari
dan zonasi kawasan wisata bahari di pulau Pasi.
3.4.9 Analisis SWOT
Penentuan strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi menggunakan pendekatan SWOT strength, weakness, opportunity
dan threat berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategis suatu pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan stenght dan peluang opportunity namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threat Rangkuti, 1997
Sebelum dibuat matriks SWOT, Rangkuti 1997 menjelaskan bahwa terlebih dahulu ditentukan faktor strategi eksternal EFE dan faktor stategi
internal IFE dengan langkah sebagai berikut : 1. Menyusun kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman pada
kolom 1 2. Masing-masing faktor dalam kolom 2 diberi bobot mulai 1,00 sangat
penting sampai 0,00 tidak penting berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi
3. Menghitung rating dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sangat baik sampai 1 buruk berdasarkan
pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan ekowisata di P. Pasi. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom untuk
memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasil perkalian pada masing-masing faktor akan menjelaskan kualitasnya dengan nilai 4,00
sangat baik hingga 1,00 buruk. 5. Menjumlahkan skor pembobotan pada kolom 4 sehingga diperoleh total skor
pembobotan. yang menunjukkan bagaimana unit analisis bereaksi terhadap faktor-faktor strategis baik eksternal maupun internalnya.
Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki. Penyusunan strategi berdasarkan faktor-faktor strategi eksternal dan internal yang ada. Dari analisis SWOT diperoleh empat strategi
yaitu SO, ST, WO dan WT Tabel 10. Setelah memperoleh empat strategi, kemudian menentukan prioritas
strategi mana yang lebih diutamakan dengan cara menjumlahkan nilai kode pembobotan dari tiap strategi yang telah ditemtukan dalam matriks SWOT. Total
skor yang terbesar menjadi prioritas strategi yang paling utama dan urutan strategi selanjutnya berdasarkan urutan total skor.
Tabel 10 Matriks hasil analis SWOT
Faktor Internal IFE
KEKUATAN S KELEMAHAN W
Menentukan faktor - faktor kekuatan internal
Menentukan faktor - faktor kekuatan internal
Faktor Eksternal EFE
PELUANG O STRATEGI S - O
STRATEGI W - O
Menentukan faktor – faktor kekuatan eksternal
Menghasilkan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang
Menghasilkan strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang
ANCAMAN T STRATEGI S - T
STRATEGI W - T
Menentukan faktor – faktor kekuatan eksternal
Menghasilkan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman Menghasilkan strategi
yang meminimalkan kelemahan untuk
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti 1997
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Kepulauan Selayar, yang secara geografis terletak pada 5°42 - 7°35 Lintang Selatan dan 120°15 - 122°30 Bujur Timur, merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, dan satu-satunya kabupaten yang terpisah dari Pulau Sulawesi. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kepulauan
Selayar adalah sebagai berikut: − sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba
− sebelah timur berbatasan dengan Laut Flores − sebelah selatan berbatasan dengan ProvinsiNusa Tenggara Timur
− sebelah barat berbatasan dengan Laut Flores dan Selat Makassar
Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki wilayah seluas 10.503,69 km
2
, yang terdiri dari wilayah darat seluas 1357,03 km
2
12,92 dan wilayah laut 9.146,66 km
2
Pulau Pasi merupakan salah satu pulau yang secara geografis dekat dengan mainland Pulau Selayar yang secara administratif masuk ke dalam
Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar. Pulau ini terdiri atas tiga pemerintahan desa, yaitu Desa Bonto Borusu, Desa Bonto Lebang, dan Desa
Kahu-Kahu. Posisi geografis 6° 5’ – 6° 13’ LS dan 120° 23’ – 120° 27’ BT. 87,08. Di Kabupaten Kepulauan Selayar terdapat 130 pulau
besar dan kecil yang membentuk garis pantai sepanjang 6.440,89 km. Dari gugusan pulau-pulau yang ada, telah diketahui 34 pulau berpenghuni dan
sisanya tidak berpenghuni.
Pulau Pasi memiliki luas 2.355 ha BPS 2009, dengan garis pantai sepanjang 29.545,66 meter, luas mangrove 66,62 ha, terumbu karang 408,36 ha,
terumbu karang bercampur dengan pasir 603,61 ha, padang lamun bercampur pasir 799,53 ha, hamparan pasir tergenang air laut 171,32 ha, hamparan pasir
putih di pantai 58,95 ha, pemukiman 25,99 ha, kebunkelapa 845,42 ha, dan tegalanladang 1391,40 ha PPTK, 2007.
Pulau Pasi berjarak sekitar 1 km dari Pulau Selayar Kota Benteng, yang dicapai melalui perjalanan laut selama 10-15 menit dengan perahu bermesin
tempel. Sisi selatan dan barat pulau memiliki pesona alam dengan pantai berpasir putih yang indah pada pantai Dongkalan, Jeneiya, dan pantai
Liangtarussu.
4.1.1 Kondisi Kependudukan
Jumlah penduduk Pulau Pasi sebanyak 4.058 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.037. Penduduk terbanyak berada di Desa Kahu-Kahu
sebanyak 1.854 jiwa, kemudian Desa Bontoborusu sebanyak 1.428 jiwa dan yang paling sedikit adalah Desa Bontolebang sebanyak 776 jiwa Tabel 11
Tabel 11 Luas desa dan kondisi penduduk Pulau Pasi
Desa Luas Desa
Km2 Jumlah Rumah
Tangga Jumlah
Penduduk Kepadatan Penduduk
Per Km
2
Bontoborusu 10,00
463 1 639
164 Bontolebang
3,31 250
897 271
Kahu-kahu 10,04
482 1918
191 Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Selayar 2010
Pada umumnya, masyarakat Pulau Pasi berprofesi sebagai nelayan dan selebihnya bekerja di sektor formal seperti pegawai pemerintahan dan guru.
4.1.2 Aksesibilitas
Untuk mencapai Pulau Pasi dari Pulau Selayar mainland secara reguler, dapat ditempuh dengan dua 2 cara yaitu menyeberang melalui dermaga depan
pasar lama Benteng menuju Desa Bontolebang atau dari dermaga Desa Bontosunggu Kampung Padang menuju desa Bontoborusu atau Kahu-Kahu.
Transportasi regular antara pulau Pasi dengan maninland berupa kapal taradisional katinting dan jarangka semacam perahu kecil dengan mesin tempel
untuk katinting dan mesin dalam untuk jarangka serta keduanya menggunakan cadik yang melayani penyebrangan secara regular. Jarak tempuh dari mainland
ke Pulau Pasi berkisar antara 10 – 15 menit waktu tempuh. Desa Bontoborusu merupakan desa pemekaran dari Desa Kahu-Kahu dan
jarak antara kedua desa sangat dekat. Kedua desa tersebut dihubungkan dengan jalan setapak yang terbuat dari paving block untuk memudahkan
masyarakat kedua desa berinteraksi. Desa Bontolebang merupakan desa yang terletak di sisi utara pulau dan dipisahkan jaraj yang cukup jauh dari kedua desa
yang lain. Untuk menuju Desa Bontolebang dari Kahu-Kahu sebagai desa yang berbatasan, sebaiknya menggunakan transportasi laut karena selain jarak yang
cukup jauh ditempuh dengan jalan kaki, juga belum terdapat jalan umum yang menghubungkan kedua desa.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Pulau Pasi memiliki masyarakat yang cukup modern karena kedekatan dengan ibu kota kabupaten dan aksesibilitas yang mudah untuk melakukan
perjalanan ke kota. Namun demikian, karasteristik sebagai sebuah pulau tetap terasa, seperti jalan yang menghubungkan desa dan kampung adalah jalan
setapak yang terbuat dari paving block, sumber air bersih yang tidak mudah ditemukan, keterbatasan penerangan pada jam-jam tertentu karena
menggunakan listrik non-PLN serta terbatasnya sarana pendidikan, pasar dan kesehatan seperti yang terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sarana yang dimiliki masing-masing desa di Pulau Pasi
No Sarana
Desa Bontolebang Desa Bontoborusu Desa Kahu-Kahu
1 Mesjid
3 4
4 2
Sarana Pendidikan - TK
2 3
2 - SD
1 2
1 - SMP
1 1
- - SMU
- -
- 3
Sarana Kesehatan 1
1 1
4 Pasar Tradisonal
- -
- 5
Lembaga Keuangan 1
2 2
6 Dermaga
2 1
1 7
Jalan Paping Block
Paping Block Paping Block
8 Penerangan
Listrik Non PLN Listrik Non PLN
Listrik Non PLN 9
Komunikasi Seluler, TV, Radio
Seluler, TV, Radio Seluler, TV, Radio
10 Sanitasi - Air Bersih
Sumur Sumur
Sumur - WC Umum
Ada Ada
Ada - Tempat Sampah
AdaPantai AdaPantai
AdaPantai
4.1.4 Sumber Air Bersih
Sumber air bersih merupakan salah satu kendala yang lazim ditemukan di kawasan pulau-pulau kecil. Masyarakat Pulau Pasi memanfaatkan sumber air
bersih dari sumur-sumur umum yang terdapat pada masing-masing desa meskipun memiliki kadar garam yang agak tinggi atau payau. Selain
mengandalkan air bersih dari sumur, masyarakat juga menadah air hujan ketika sedang musim hujan dan jika musim kemarau tiba, banyak yang mengambil air
tawar dari mainland. 4.1.5
Kelistrikan
Pada umumnya masyarakat Pulau Pasi di tiga desa sudah dapat menikmati penerangan listrik. Sumber energi listrik berasal dari mesin-mesin
pembangkit tenaga diesel yang dikelola dan dimiliki swasta atau oleh kelompok.
Aliran listrik tersedia mulai pukul 18.00 – 23.00 setiap hari. 4.2 Analisis Kesesuaian
4.2.1 Kondisi Fisik Perairan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 10 stasiun penelitian yang terdapat di sisi utara, barat dan selatan Pulau Pasi, tidak ditemukan perbedaan
yang mencolok pada kondisi lingkungan perairan seperti terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kondisi lingkungan perairan Pulau Pasi pada 10 stasiun pengamatan
Stasiun Lokasi
Parameter Lingkungan Perairan Suhu
Kedalaman Kecerahan Salinitas Kec. Arus
°c m
ooo cmdetik
1 Selatan P. Pasi 31,16
10 90
32 20,83
2 Selatan P. Pasi 31,17
4 100
32 20,83
3 Selatan P. Pasi 30,48
10 90
31 0,55
4 Barat P. Pasi
30,57 9
100 32
3,82 5
Barat P. Pasi 30,56
10 80
32 3,72
6 Barat P. Pasi
31,16 5
100 32
7,72 7
Barat P. Pasi 31,37
10 95
32 0,59
8 Barat P. Pasi
31,17 5
100 32
3,62 9
Utara P. Pasi 30,57
5 100
33 3,82
10 Utara P. Pasi
30,56 9
100 28
3,79
4.2.1.1 Kecepatan Arus
Hasil pengukuran dan pengamatan kecepatan arus memperlihatkan bahwa pada sisi barat dan utara memiliki kecepatan arus yang rendah yakni
berkisar antara 0,55 cmdetik – 7,72 cmdetik. Sisi selatan pulau memiliki kecepatan arus yang lebih kuat yakni 20,83 cmdetik pada stasiun 1 dan 2 Tabel
22. Hal ini disebabkan oleh selat sempit yang terdapat di ujung selatan Pulau
Pasi sehingga massa air mengalir lebih kencang pada sisi selatan Pulau Pasi.
PPTK 2007 menjelaskan bahwa kondisi arus permukaan Laut Flores di sekitar perairan Kabupaten Selayar, termasuk kawasan pulau-pulaunya pada
bulan Nopember - Maret musim barat mengalir ke arah timur dengan kecepatan 33-50 cmdtk, pada awal musim timur bulan April, arus menuju ke barat dengan
kecepatan lemah yakni 12-38 cmdtk, pada musim timur arus permukaan semakin meningkat dan kecepatan maksimum terjadi pada bulan Juni mengalir
ke arah timur sekitar 75 cmdtk. Akhir musim timur bulan Oktober kecepatan
arus mulai menurun yang mengalir ke barat dengan kecepatan 25-38 cmdtk.
4.2.1.2 Kedalaman dan Kecerahan
Kedalaman perairan yang digunakan untuk kegiatan wisata bahari berkisar antara 3 - 10 meter. Kecerahan perairan pada stasiun pengamatan
berkisar antara 80 – 100 . Pada saat pengamatan, secchidisk maksimum terlihat pada kedalaman 9 meter sehingga pada 4 stasiun penyelaman yang
memiliki kedalama 10 meter, kondisi terumbu yang ada di dalam perairan tidak terlihat dengan jelas dari atas perairan perahu. Hal ini berbeda dengan 7
stasiun pengamatan yang lain dimana kisaran kedalaman 4 meter hingga 9 meter, secchidisk dapat terlihat sehingga kecerahan perairan pada keenam
stasiun tersebut 100. Kecerahan dan kedalaman sangat berpengaruh terhadap kondisi terumbu
karang karena kemampuan penetrasi cahaya kedalam perairan akan mempengaruhi proses fotosintesa zooxantellae yang berasosiasi dengan hewan
karang. Hal ini banyak dikemukan oleh para ahli terumbu karang, salah satunya adalah Supriharyono 2007 yang mengatakan bahwa hewan karang hermatypic
reef building corals hidupnya bersimbiosis dengan ganggang Zooxanthellae yang melakukan proses fotosintesa sehingga pengaruh cahaya illumination
adalah sangat penting. Terkait dengan pengaruh cahaya tersebut, maka kedalaman juga membatasi kehidupan hewan karang.
4.2.1.3 Suhu dan Salinitas
Kisaran suhu pada suatu tempat sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan, salinitas air laut dan arus-arus global.
Suhu yang teramati pada lokasi penelitian cenderung stabil diseluruh stasiun penelitian dengan kisaran antara 30,48°C–31,37°C. Kisaran suhu yang teramati
merupakan kisaran normal untuk perairan tropis dan memungkinkan terumbu karang dapat berkembang dengan baik sesuai pernyataan Nybakken 1992
bahwa terumbu karang dapat tumbuh secara optimal pada suhu 23°C–25°C dan dapat mentolerir suhu kira-kira 36°C – 40°C namun tidak dapat bertahan pada
suhu minimum tahunan dibawah 18°C. Supriharyono 2007 menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25°C – 29°C, batas
minimum 16°C – 17°C dan batas maksimum sekitar 36°C. Salinitas adalah jumlah berat semua garam dalam gram yang terlarut
dalam satu liter air yang dinyatakan dengan satuan ppt gram per liter. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air,
50 100
150 200
250
10. 00
13. 00
16. 00
19. 00
22. 00
01. 00
04. 00
07. 00
10. 00
13. 00
16. 00
19. 00
22. 00
01. 00
04. 00
07. 00
10. 00
T ing
g i P
a sa
ng S
ur ut
cm
Waktu Pengamatan jam
penguapan, curah hujan dan aliran sungai Nontji, 1993. Pengukuran salinitas pada lokasi penelitian berada pada kisaran normal untuk pertumbuhan terumbu
karang yaitu 28 – 32 ppt. Salinitas yang rendah terdapat di stasiun 10 sisi utara bagian timur pulau dengan 28 ppt yang kemungkinan disebabkan oleh
dekatnya muara sungai yang terdapat di mainland.
4.2.1.4 Pasang Surut
Pasang surut merupakan gejala naik dan turunnya muka air laut secara periodik akibat pengaruh gravitasi bulan dan matahari. Kedudukan bulan dan
matahari terhadap bumi mengakibatkan pengangkatan badan air pada satu bagian bumi yang berada pada sumbu bumi-bulan dan penurunan badan air
pada bagian bumi yang berada tegak lurus terhadap sumbu bumi-bulan. Pasang dan surut pada suatu pantai umumnya dapat terjadi masing-masing sekali dalam
sehari diurnal tide atau 2 kali sehari semi-diurnal tide. Pada lokasi pantai tertentu dapat pula terjadi bahwa sifat pasut terletak di antara keduanya, yang
disebut sebagai pasut campuran mixed tide. Hasil pengamatan pasang surut selama 48 jam yang dilakukan di dermaga Bontolebang dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Pasang surut yang teramati di Pulau Pasi dalam 48 jam pengamatan. Berdasarkan pengamatan, tipe pasang surut Pulau Pasi merupakan
pasang surut bertipe campuran condong ke harian ganda mixed tide prevailing semidiurnal. Pasang surut dengan tipe seperti ini, dalam satu hari terjadi dua
kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
4.2.2 Kondisi Ekologis
Kondisi ekologis sumberdaya perairan Pulau Pasi berdasarkan pengamatan pada 10 stasiun penelitian adalah sebagai berikut :
4.2.2.1 Terumbu Karang
Hasil pengamatan dengan menggunakan Line Intercept Trancsect LIT, pada 10 stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam beberapa
penelitian, tutupan karang hidup hanya dilihat dari karang keras sebagai indikator utama kesehatan karang. Namun dalam pengembangan ekowisata bahari,
sumberdaya karang tidak hanya dinilai dari karang keras tapi juga penutupan karang lunak. Hal ini disebabkan oleh tujuan pengunjung yang ingin melihat dan
menikmati keindahan secara utuh sehingga informasi tentang karang tidak hanya terbatas pada karang keras saja. Karang lunak, Meliopora dan Heliopora dapat
meningkatkan nilai estetika suatu kawasan dalam konteks pengembangan ekowisata bahari. Keseluruhan karang hidup dikelompokkan dalam penutupan
komunitas karang hidup yang persentase penutupannya pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Persentase tutupan karang dan jumlah lifeform
Stasiun Lokasi
Coral Community Cover
Hard Coral Cover
Jumlah Lifeform
1 Selatan P. Pasi
62,67 59,60
11 2
Selatan P. Pasi 50,23
43,73 12
3 Selatan P. Pasi
60,50 46,00
8 4
Barat P. Pasi 74,83
60,33 11
5 Barat P. Pasi
56,00 51,00
9 6
Barat P. Pasi 46,67
46,67 11
7 Barat P. Pasi
69,67 69,67
14 8
Barat P. Pasi 60,67
58,33 12
9 Utara P. Pasi
72,83 62,67
11 10
Utara P. Pasi 69,33
64,00 14
Penutupan komunitas karang hidup tertinggi pada stasiun 4 di sisi barat Pulau Pasi dengan persentase penutupan sebesar 74,83. Penutupan
komunitas karang hidup di stasiun 4 susun oleh karang keras dari bentuk penutupan acropora dan non-acropora sebesar 60,33, karang lunak 13,33
dan sponges 1,17. Penutupan komunitas karang hidup terendah berada di stasiun 6 pada sisi barat pulau dimana pada stasiun ini hanya ditemukan
penutupan karang keras sebesar 46,67.
59, 60
43, 73
46, 00
60, 33
51, 00
46, 66
69, 67
58, 33
62, 67
64, 00
10 20
30 40
50 60
70 80
St. 1 St. 2
St. 3 St. 4
St. 5 St. 6
St. 7 St. 8
St. 9 St. 10
P e
rs e
n ta
se P
e n
u tu
p a
n
Stasiun Pengamatan
Kisaran persentase penutupan karang keras yang hidup berkisar antara 43,73 - 69,67, berasal dari bentuk pertumbuhan acropora dan non-acropora.
Berdasarkan kategori Gomes dan Yap 1984 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang, maka 7 stasiun pengamatan dalam kategori baik dengan
kisaran 50 – 74,9 dan 3 stasiun yang berada pada kategori sedang dengan kisaran 25 - 49,9 tutupan karang hidup. Stasiun dengan kategori baik yaitu
stasiun 1 di sisi utara pulau, stasiun 4, 5, 7 dan 8 di sisi barat pulau dan stasiun 9 dan 10 di sisi utara pulau. Stasiun dengan kategori sedang yaitu stasiun 2 dan 3
pada sisi selatan pulau dan stasiun 6 pada sisi barat pulau Gambar 4. Jumlah lifeform yang teramati berkisar antara 8 – 14 jenis. Jumlah jenis
lifeform yang terbanyak berada pada stasiun 7 di sisi barat pulau dan stasiun 10 di sisi utara pulau, sedang lifeform yang paling sedikit terdapat di stasiun 3 di sisi
selatan pulau.
Gambar 4 Persentase penutupan hard coral hidup per stasiun pengamatan. Penutupan karang keras yang hidup hard coral cover dibagi dalam 2
kelompok menurut English et al 1997 yaitu acropora dan non-acropora. Acropora merupakan hewan karang dari spesies acropora dengan bentuk
pertumbuhan bercabang dan non-acropora merupakan hewan karang lainnya yang memiliki berbagai bentuk pertumbuhan. Dead coral merupakan koloni
hewan karang yang baru mati dan masih memiliki bentuk yang belum berubah dari bentuk pertumbuhannya meski terkadang ditumbuhi algae. Sponge dan
karang lunak masuk dalam kategori others sedangkan pasir dan pecahan karang masuk dalam kategori abiotik.
15 30
45 60
St. 1 St. 2
St. 3 St. 4
St. 5 St. 6
St. 7 St. 8
St. 9 St. 10
P res
en ta
se
Stasiun Penelitian
Acropora Non Acropora
Dead Coral Other
Abiotic
Hasil pengamatan yang dilakukan pada 10 stasiun penelitian menunjukkan rerata penutupan karang didominasi oleh non-acropora yaitu
sebesar 36,96, menyusul dead coral sebesar 27,16 lalu acropora sebesar 19,24 kemudian abiotic dan others masing-masing 10,18 dan 6,46.
Penutupan bentik per stasiun dibagi kedalam acropora, non-acropora, dead coral, others dan abiotic. Pada Gambar 5 dapat dilihat kisaran persentase
penutupan acropora pada 10 stasiun pengamatan yaitu 3,34 - 36,00. Penutupan terendah sebesar 3,34 di stasiun 9 sisi utara pulau, sedangkan
penutupan tertinggi sebesar 36,00 yang berada di stasiun 3 sisi selatan pulau. Dari 36 penutupan acropora di stasiun 3, sebanyak 29,60 merupakan
ACB dan selebihnya merupakan ACS, ACE dan ACT. Selain stasiun 3, juga terdapat stasiun 1 sisi selatan pulau yang didominasi oleh acropora dengan
persentase penutupan sebesar 34,03. Jenis lifeform acropora di stasiun 1 adalah ACB sebesar 31,87 dan ACT sebesar 2,17.
Gambar 5 Persentase penutupan bentik per stasiun. Penutupan non-acropora pada 10 stasiun penelitian merupakan yang
terbanyak dari seluruh kategori benthic lifeform yaitu 36,96. Non-acropora adalah seluruh jenis karang keras selain acropora dengan bentuk pertumbuhan
branching, encrusting, foliose, massive, submassive, mushroom, heliopora dan milleopora non-acropora mayoritas ditemukan dalam jumlah yang besar pada
setiap stasiun. Persentase terendah ditemukan pada stasiun 2 dan 3 yang masing-masing 10 dan stasiun 1 sebesar 25,57. Persentase penutupan
tertinggi ditemukan di stasiun 9 pada sisi utara pulau sebanyak 59,33 dan
stasiun 8 pada sisi barat pulau sebanyak 53,50. Pada stasiun 9, kategori non- acropora dihuni oleh coral massive sebesar 30,33 dan coral encrusting sebesar
20,83, coral melliopora sebesar 3,5, coral branching 3 dan coral submassive sebesar 1,67. Pada stasiun 8, kategori non-acropora didominasi
oleh penutupan coral branching sebanyak 31 dan selebihnya dihuni oleh coral massive sebanyak 10,83, coral encrusting 7, coral feliosa 4,17 dan coral
submassive sebesar 0,5. Beberapa lifeform yang teramati dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Beberapa jenis pertumbuhan karang yang terdapat di Pulau Pasi. a coral massive, b acropora tabulate, c coral branching dan d coral
encrusting Photo by Irwan. Perbedaan persentase penutupan acropora dan non-acropora pada
masing-masing stasiun dapat dilihat pada letak stasiun pengamatan. Penutupan lifeform acropora lebih mendominasi pada sisi selatan pulau stasiun 1 sebanyak
34,03, stasiun 2 sebanyak 33,50 dan stasiun 3 sebanyak 36 sedangkan non-acropora lebih mendominasi pada sisi barat dan utara pulau kisaran
penutupan non-acropora dari stasiun 4 – 10 berkisar antara 36,63 – 59,33. Hal ini terjadi karena pengaruh faktor arus yang lebih kuat pada sisi selatan
pulau. Kecepatan arus pada saat pengamatan di stasiun 1 dan 2 sisi selatan pulau adalah 20,83 cmdetik dan merupakan arus yang tercepat dari seluruh
stasiun pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriharyono 2007 bahwa bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kekuatan arus dan hempasan gelombang.
Pada 10 stasiun penelitian, kemunculan dan persentase dead coral cukup besar yang berkisar antara 14,67 - 41,27. Persentase terbesar berada pada
stasiun 2 di sisi selatan dan stasiun 6 di sisi barat pulau dengan penutupan masing-masing 41,27 dan 40. Penutupan dead coral terendah berada pada
stasiun 3 di sisi selatan pulau dengan jumlah 14,67 tutupan. Dominansi lifeform dead coral yang teramati adalah dead coral with algae DCA sebanyak 91,32
sedangkan dead coral hanya sebanyak 8,68. Selain lifeform karang keras, juga terdapat bentik lain berupa sponge dan
soft coral yang masuk dalam kategori others. Dari 10 stasiun pengamatan, tutupan kategori others berkisar antara 0,33 - 15,17. Persentase tutupan
terendah 0,33 berada di stasiun 7 pada sisi barat pulau sedangkan
persentase tinggi berada pada stasiun 3 di sisi selatan pulau sebesar 15,17 dan stasiun 4 di sisi barat pulau sebesar 14,50. Pada kedua stasiun tersebut,
kategori others di dominasi oleh soft coral sebanyak 14,50 pada stasiun 3 dan 13,33 pada stasiun 4.
Tutupan pasir dan rubble atau kategori abiotic terendah diperoleh di stasiun 4 pada sisi barat pulau sebanyak 1 sedangkan tertinggi diperoleh di
stasiun 3 pada sisi selatan pulau sebanyak 24,16. Pada stasiun 3, penutupan pasir diperoleh 17,17 dan penutupan rubble sebesar 7.
4.2.2.2 Ikan Karang
Pengamatan pada 10 stasiun penelitian, ditemukan 171 jenis ikan karang dari 33 famili. Jumlah individu dalam 250m
2
Jumlah spesies yang teramati pada masing-masing stasiun beragam. Jumlah spesies terbanyak ditemukan di stasiun 4 yaitu sebanyak 107 spesies
dari 28 jumlah famili. Sedangkan jumlah yang terendah diperoleh di stasiun 3 pada sisi selatan pulau yaitu sebanyak 47 spesies dari 11 jumlah famili. Pada
stasiun 3, meskipun jumlah spesies dan jumlah famili kurang namun memiliki jumlah individu yang tinggi dalam satu transek yaitu sebanyak 1.273 spesies.
Hal ini terjadi karena melimpahnya salah satu jenis ikan mayor pada stasiun tersebut.
terbanyak ditemukan di stasiun 4 pada sisi barat pulau sebanyak 1.578 ekor dan terendah ditemukan di stasiun 10
pada sisi utara pulau yaitu sebanyak 975 ekor Tabel 15 dan Lampiran 2.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
K e
lim p
a h
a n
Stasiun
lain-lain Scaridae
Plotosidae Lethrinidae
Lutjanidae Nemipteridae
Chaetodontidae Serranidae
Acanthuridae Caesionidae
Labridae Pomacentridae
Tabel 15 Jumlah individu, spesies, famili dan kelimpahan iIndividu per meter pada 10 stasiun pengamatan
Stasiun Lokasi
Jumlah Individu 250 m
2
Jumlah Spesies
Jumlah Famili
Kelimpahan Individu meter
2
1 Selatan P. Pasi
1432 90
24 5,73
2 Selatan P. Pasi
1578 91
23 6,31
3 Selatan P. Pasi
1273 47
12 5,09
4 Barat P. Pasi
1184 107
28 4,74
5 Barat P. Pasi
1290 100
24 5,16
6 Barat P. Pasi
1202 93
22 4,81
7 Barat P. Pasi
1260 99
23 5,04
8 Barat P. Pasi
977 72
20 3,91
9 Utara P. Pasi
1406 83
24 5,62
10 Utara P. Pasi
1238 95
24 4,95
Kepadatan rata-rata pada 10 stasiun penelitian adalah 5,14 ekorm
2
dimana stasiun 8 di sisi barat pulau memiliki kepadatan terendah yaitu sebesar 3,91 ekorm
2
sedangkan kepadatan tertinggi berada pada stasiun 2 di sisi selatan pulau dengan 6,31 ekorm
2
Jumlah famili yang teramati pada 10 stasiun penelitian sebanyak 30 famili. Famili yang teramati adalah Pomacentridae, Labridae, Caesionidae,
Acanthuridae, Serranidae, Chaetodontidae, Nemipteridae, Lutjanidae, Lethrinidae, Plotosidae, Sacridae, Muraenidae, Holocentridae, Haemulidae,
Apogonidae, Pseudochromidae, Siganidae, Mullidae, Balistidae, Pomachantidae, Ephippidae, Gobiidae, Tetraodontidae, Aulostomidae, Zanclidae, Bleniidae,
Fistulariidae, Syngnathidae, Ostrachiidae dan Dasytidae. Persentase kelimpahan 11 famili terbanyak per stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
.
Gambar 7 Kelimpahan 11 famili terbanyak per stasiun pengamatan.
Pada Gambar 7, hanya 11 famili yang memiliki persentase di atas 1 yang ditampilkan dalam grafik dan famili lainnya digabung dalam kelompok lain-
lain. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa famili Pomacentridae mendominasi masing-masing stasiun penelitian. Kelimpahan Pomacentridae pada seluruh
stasiun penelitian sebesar 50,11, Labridae 13,24, Caesionidae 11,82 dan famili-famili lainnya berkisar antara 3,90 - 0,02. Kelimpahan tertinggi famili
Pomacentridae terdapat di stasiun 7 sebanyak 820 individu atau 65,08, dan stasiun 1 sebanyak 915 individu atau 63,85. Kelimpahan yang terendah berada
di stasiun 3 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 512 atau 40,22. Kelimpahan famili tertinggi kedua adalah Labridae yang terdapat pada seluruh
stasiun pengamatan. Kelimpahan tertinggi Labridae berada di stasiun 3 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 555 atau 43,60 dan kelimpahan
terendah berada di stasiun 9 dengan jumlah individu yang teramati sebanyak 43 individu atau 3,06. Famili Caesionidae merupakan famili dengan kelimpahan
tertinggi ketiga. Famili Caesionidae terbanyak ditemukan di stasiun 2 sebanyak 650 individu atau 41,19, kemudian pada stasiun 9 ditemukan sebanyak 250
individu atau 17,78 dan stasiun 1 ditemukan sebanyak 200 individu atau 13,96. Beberapa jenis dan famili ikan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Beberapa jenis ikan yang teramati berdasarkan famili a Amphiprion ocellaris dari famili Pomacentridae, b Caesio cuning dari famili
Caesionidae, c Chlorurus sp dari famili Scaridae dan Zanclus canescens dari famili Zanclidae dan d Platax teira dari famili
Ephippidae Photo by Irwan.
60 48
39 82
95 88
66 65
55 51
1095 804
1060 905
987 891
997 794
1001 1055
277 726
174 177
208 223
197 118
350 132
200 400
600 800
1000 1200
St. 1 St. 2
St. 3 St. 4
St. 5 St. 6
St. 7 St. 8
St. 9 St. 10
Ju ml
a h
e ko
r
Stasiun Pengamatan
Indikator Mayor
Target
Terumbu karang memberikan kapasitas daya dukung yang besar untuk kehidupan makhluk lain di dalamnya, terutama ikan karang. Konsep relung
ekologi ecology niche dan jaring makanan telah memberikan pemahaman yang baik bahwa bagaimana ekosistem terumbu karang menciptakan
keanekaragaman jenis biota ikan dan non ikan yang tinggi Lieske Myers, 1994; Nybakken, 1992. Ketika komponen atau fungsi relung ekologi terganggu,
maka ikan meninggalkan tempat tersebut untuk mencari tempat lain yang lebih sesuai dengan kebutuhannya.
Komposisi ikan karang yang ditemukan pada 10 stasiun pengamatan dibagi ke dalam kelompok ikan indikator, ikan mayor dan ikan target seperti yang
terlihat pada Gambar 9. Kelompok ikan indikator merupakan ikan yang berasal dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Scarridae, Pomacantihidae,
Zanclidae dan Labridae yang kehadirannya dalam suatu area terumbu karang dapat dijadikan indikator status kesehatan karang. Rerata kehadiran ikan
indikator dalam 10 stasiun pengamatan adalah 64,9. kemunculan terbanyak ikan indikator di stasiun 5 dengan jumlah 95 ekor. Spesies terbanyak yang ditemukan
dari famili Chaetodontidae berupa Chaetodon kleinii sebanyak 17 ekor dan Chaetodon baronessa sebanyak 13 ekor, dari famili Pomacentridae berupa
amblyglyphidodon sp. sebanyak 10 ekor, dari famili Zanclidae berupa Zanclus canescens sebanyak 10 ekor. Stasiun 3 merupakan stasiun yang paling sedikit
memiliki ikan dari indikator. Jumlah ikan yang teramati adalah 39 ekor dan ikan Amblyglyphidodon sp dari famili Pomacentridae sebanyak 25 ekor.
Gambar 9 Komposisi ikan target, mayor dan indikator per stasiun pengamatan.
Kelompok ikan mayor paling banyak dijumpai di stasiun 1 pada sisi selatan pulau sebanyak 1095 individu 250m
2
. Ikan yang umum dijumpai berasal dari famili Pomacentridae sebanyak 910 individu. Spesies terbanyak dari famili
Pomacentridae adalah spesies Acanthochromis polyacanthus sebanyak 400 individu. Kelompok ikan mayor yang paling sedikit dijumpai berada di stasiun 8
pada sisi barat pulau sebanyak 794 individu250m
2
Kelompok ikan target paling banyak ditemukan di stasiun 2 pada sisi selatan pulau sebanyak 726 individu250 m
.
2
. Kepadatan ikan target pada stasiun ini karena ditemukan gerombolan ikan Caesio cuning dan Caesio teres dari
famili Caesionidae sebanyak 650 individu250 m
2
. Stasiun 8 di sisi barat pulau merupakan lokasi pengamatan yang paling sedikit ditemukan ikan target. Jumlah
ikan yang teramati adalah 116 individum
2
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh CRITC- LIPI 2007 di perairan selayar yang menemukan 273 jenis ikan dari 33 famili dan
penelitian CRITC-LIPI 2009 yang menemukan 226 jenis ikan dari 31 famili, maka jumlah jenis dan famili yang teramati di Pulau Pasi masih lebih sedikit
jumlahnya yang hanya 171 jenis dengan jumlah famili 30. .
4.2.2.3 Interaksi Biofisik
Pengembangan ekowisata bahari kategori selam dan snorkeling sangat membutuhakn dukungan biofisik dan lingkungan yang baik. Berdasarkan hasil
pengamatan, tingkat penutupan karang hidup dan kelimpahan ikan sangat baik untuk keperluan ekowisata selam dan snorkeling.
Selain menjadikan keanekaragaman ikan dan karang sebagai daya tarik wisatawan, interaksi keduanya juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengelolaan kawasan yang lebih bijaksana. Pada sisi selatan pulau, bentuk pertumbuhan karang lebih didominasi oleh karang acropora dan ikan lebih
banyak dari famili Pomacentridae, Labridae dan Caesionidae. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika pada sisi selatan pulau telah mengalami
tekanan ekologis yang kuat dibanding sisi pulau yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keseragaman biota yang cenderung lebih tinggi hingga
terdapat salah satu spesies yang lebih dominan dibanding spesies yang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alam karena letak sisi selatan yang
merupakan daerah pergerakan massa air dari kota Benteng menuju laut lepas sehingga arus cenderung kuat dan banyak partikel yang dapat terbawa. Dapat
pula merupakan pengaruh manusia yang sering melakukan penangkapan ikan di daerah tersebut karena sisi selatan pulau merupakan daerah penangkapan ikan
tradisional oleh masyarakat dua desa di Pulau Pasi yaitu desa Kahu-Kahu dan desa Bontoborusu serta nelayan-nelayan dari Pulau Selayar yang dekat dengan
lokasi tersebut. Pada sisi utara dan barat pulau yang memiliki pantai berpasir, penyelam
seringkali menemukan penyu yang berenang di sekitar terumbu sehingga kemungkinan daerah tersebut merupakan salah satu tempat untuk hidup atau
jalur migrasi penyu atau bahkan dapat saja merupakan tempat bertelurnya penyu namun hal ini masih perlu penelitian yang lebih dalam. Pada sisi utara pulau,
penyelam juga menemukan ikan hiu yang merupakan salah satu daya tarik bagi penyelam untuk melihat ikan yang dianggap ganas tersebut.
4.2.3 Analisis Kesesuaian Kawasan untuk Pengembangan Ekowisata
Bahari Keseuaian kawasan wisata bahari yang ditinjau dari aspek ekologis
berupa kondisi ekosistem terumbu karang dan lingkungannya. Analisis kesesuaian ekologis berikut ini :
4.2.3.1 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Snorkeling
Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling dilakukan di stasiun yang memiliki kedalaman 3 - 6 meter. Hasil analisis disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling di Pulau Pasi
Stasiun Lokasi
IKW Kategori
Keterangan
2 sisi selatan pulau Pasi
75,44 S2
Sesuai 6
sisi barat pulau Pasi 77,19
S2 Sesuai
8 sisi barat pulau Pasi
85,96 S1
Sangat Sesuai 9
sisi utara pulau Pasi 85,96
S1 Sangat Sesuai
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Hasil analisis pada Tabel 16 memperlihatkan bahwa terdapat 2 stasiun yang sangat sesuai S1 yaitu stasiun 8 dan 9 di sisi barat dan utara pulau. Nilai
IKW stasiun 8 dan 9 sama yaitu 85,96 sedangkan nilai pada stasiun 2 dan 6 masing-masing 75,44 dan 77,19.
Kekuatan stasiun 8 dalam analisis snorkeling adalah kecerahan yang mencapai 100, tutupan karang hidup sebanyak 58,33 yang terdiri dari
53,50 non-acropora dan 4,83 acropora, jumlah bentic lifeform 12 jenis, kecepatan arus 3,62 cmdetik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan lebar
hamparan datar terumbu di atas 500 meter. Sedangkan pada stasiun 9, kecerahan sebanyak 100, tutupan karang hidup 62,67 yang terdiri dari
57,33 non-acropora dan 3,33 acropora, jumlah benthic lifeform sebanyak 11 jenis, kecepatan arus 3,82 cmdetik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan
lebar hamparan terumbu di atas 500 meter. Pada stasiun 2 dan stasiun 6, berdasarkan perhitungan kesesuaian
kawasan hanya mencapai kategori sesuai S2. Untuk peruntukan kawasan wisata bahari kategori snorkeling, stasiun ini masih dapat dikembangkan namun
kondisi yang tidak optimal disebabkan beberapa kelemahan. Adapun kelemahan yang dimiliki stasiun 2 adalah tutupan karang hidup yang hanya sebesar 43,73
yang terdiri dari acropra 33,50 dan non acropora 10,23, kecepatan arus yang kuat yaitu sebesar 20,83 cmdetik dan jumlah lifeform sebanyak 11 jenis.
Kelemahan stasiun 6 adalah tutupan karang hidup yang hanya 46.67 yang terdiri dari acropora 4,33 dan non acropora 42,33, dan jumlah lifeform hanya
11 jenis. Nilai tambah yang dimiliki stasiun 2 adalah tingginya persentase tutupan karang acropora yaitu sebanyak 33,50 berupa karang jenis lifeform acropora
tabulate 17,67, acropora branching 9,83 dan acropora submassive 6. Peta kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Gambar 10.
Berdasarkan perhitungan kesesuaian wisata snorkeling pada 10 stasiun penelitian, masih terdapat satu stasiun yang sangat cocok S1 yaitu stasiun 10
dengan IKW 87,72 Lampiran 3, namun karena wisata snorkeling hanya diperuntukkan bagi kawasan terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 6
meter, maka stasiun 10 tidak memenuhi syarat tersebut karena memiliki kedalaman 9 meter.
P. Pasi P. Selayar
Tg. Gosong
Kahu-Kahu Dongkalang
Benteng
6 °1
3 3
6 °1
3 3
6 °1
2 6
°1 2
6 °1
3 6
°1 3
6 °9
6 °9
6 °7
3 6
°7 3
6 °6
6 °6
6 °4
3 6
°4 3
120°2230 120°2230
120°2400 120°2400
120°2530 120°2530
120°2700 120°2700
120°2830 120°2830
N E
W S
1 2 Km
Sekala 1:120.000
Peta Kesesuaian Wisata Snorkeling
Sesuai Sangat Sesuai
Daratan Sungai
Garis Pantai Keterangan:
Penutupan LahanTipe Substrat: Karang Campur Pasir
Kebun Lamun Campur Pasir
Mangrove Pasir
Pemukiman TegalLadang
Terumbu Karang Kedalaman m:
5 - 10 0 - 5
10 - 20 20 - 30
30 - 50 50 - 100
100
6 °2
6° 2
6 °0
6°
120°20 120°20
120°40 120°40
Gambar 10 Peta kesesuaian untuk wisata snorkeling di Pulau Pasi.
4.2.3.2 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Selam
Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata selam dilakukan pada stasiun yang memiliki kedalaman lebih dari 6 meter. Hasil analisis disajikan dalam Tabel
17. Berdasarkan perhitungan kesesuaian wisata selam pada 6 stasiun yang terpilih, diperoleh gambaran bahwa secara umum seluruh stasiun dapat
dikembangkan wisata bahari kategori wisata selam. Terdapat 4 stasiun pengamatan yang memiliki nilai sangat sesuai S1 yaitu stasiun 1 dengan IKW
83,33, stasiun 4 dengan IKW 85,19, stasiun 7 dengan IKW 90,74 dan stasiun 10 dengan IKW 90,74. Stasiun dengan kategori sesuai adalah stasiun
3 dengan IKW 70,37 dan stasiun 5 dengan IKW 75,93. Tabel 17
Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam di Pulau Pasi
Stasiun Lokasi
IKW Kategori
Keterangan
1 sisi selatan pulau Pasi
83,33 S1
Sangat Sesuai 3
sisi selatan pulau Pasi 70,37
S2 Sesuai
4 sisi barat pulau Pasi
85,19 S1
Sangat Sesuai 5
sisi barat pulau Pasi 75,93
S2 Sesuai
7 sisi barat pulau Pasi
90,74 S1
Sangat Sesuai 10
sisi utara pulau Pasi 90,74
S1 Sangat Sesuai
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Nilai IKW tertinggi berada di stasiun 7 dan 10 dengan masing-masing nilai IKW 90,74. Keunggulan stasiun 7 dan stasiun 10 adalah persentase karang
hidup dan jumlah lifeform yang didapatkan. Dari 10 stasiun penelitian, stasiun 7 merupakan stasiun yang memiliki tutupan karang hidup tertinggi yaitu 69,67
dan diikuti oleh stasiun 10 sebanyak 64,00. Jenis lifeform yang ditemukan di stasiun 10 dan 7 sejumlah 14 jenis lifeform dan merupakan stasiun dengan jenis
lifeform terbanyak dari seluruh stasiun pengamatan. Peta kesesuaian wisata selam dapat dilihat pada Gambar 11.
Pada stasiun 4, IKW 85,19 atau sangat sesuai untuk ekowisata selam. Namun berdasarkan zonasi peruntukan kawasan, stasiun 4 merupakan zona inti
KKLD sehingga kawasan tersebut tidak direkomendasikan dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata bahari. Perhitungan kesesuaian wisata selam
pada 10 stasiun penelitian dapat lilihat pada Lampiran 4.
P. Pasi P. Selayar
Tg. Gosong
Kahu-Kahu Dongkalang
Benteng
6 °1
3 3
6 °1
3 3
6 °1
2 6
°1 2
6 °1
3 6
°1 3
6 °9
6 °9
6 °7
3 6
°7 3
6 °6
6 °6
6 °4
3 6
°4 3
120°2230 120°2230
120°2400 120°2400
120°2530 120°2530
120°2700 120°2700
120°2830 120°2830
N E
W S
1 2 Km
Sekala 1:120.000
Peta Kesesuaian Wisata Selam
Sesuai Sangat Sesuai
Daratan Sungai
Garis Pantai Keterangan:
Penutupan LahanTipe Substrat: Karang Campur Pasir
Kebun Lamun Campur Pasir
Mangrove Pasir
Pemukiman TegalLadang
Terumbu Karang Kedalaman m:
5 - 10 0 - 5
10 - 20 20 - 30
30 - 50 50 - 100
100
6 °2
6° 2
6 °0
6°
120°20 120°20
120°40 120°40
Gambar 11 Peta kesesuaian untuk wisata selam di Pulau Pasi.
12 4
3 3
3 6
3 66
Karasteristik Responden
Pemerintah Lokal Tokoh Agama
Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat
Motivator Desa Guru
Tukang Perahu Nelayan
4.3 Kondisi Sosial
Jumlah responden sebanyak 87 orang yang berasal dari 3 desa. Adapun persentase jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 12. Besarnya
persentase jumlah nelayan disebabkan nelayan adalah mata pencaharian utama di Pulau Pasi dan dianggap bahwa nelayan merupakan masyarakat utama
pengguna kawasan konservasi dan yang dapat menerima dampak yang besar dalam pengembangan ekowisata bahari.
Gambar 12 Persentase responden pada 3 desa di Pulau Pasi berdasarkan jenis
pekerjaan. 4.3.1 Persepsi Masyarakat Tentang Terumbu Karang dan KKLD
Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang bagi masyarakat Pulau Pasi telah dimulai sejak mereka mendiami pulau tersebut mengingat bahwa hamparan
terumbu karang di sekeliling pulau telah menyediakan sumberdaya ikan untuk konsumsi maupun untuk diperdagangkan. Berdasarkan hasil wawancara, pada
umumnya masyarakat memiliki perhatian yang lebih terhadap kondisi terumbu karang seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Pada Gambar 13, dapat diketahui bahwa 55,17 responden menyatakan bahwa kondisi terumbu karang masih dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan pada 10 stasiun penelitian yang memiliki rata-rata penutupan karang hidup dalam kondisi ‘baik’. PPTK 2007 menyatakan bahwa
kondisi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Pasi dalam kondisi baik. Sebanyak 33,33 responden menyatakan kondisi terumbu karang dalam kondisi
yang sudah mengalami penurunan kualitas. Menurut masyarakat, kondisi fisik terumbu karang semakin rusak di beberapa tempat dan menyebabkan
berkurangnya hasil tangkapan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh perilaku nelayan yang merusak terumbu karang dengan penggunaan bom dan bius di
10,34 4,60
8,05 11,49
8,05 35,63
21,84 33,33
81,61 59,77
70,11 55,17
10 20
30 40
50 60
70 80
90 Penerimaan terhadap KKLD
Pengetahuan terhadap KKLD Pengaruh Karang bagi
keseharian Kondisi kekinian terumbu karang
Presentase Jawaban
Baik Buruk
Tidak Tahu masa lalu. 11,49 responden tidak memiliki jawaban yang pasti atau tidak tahu
tentang kondisi terumbu karang di Pulau Pasi.
Gambar 13 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap terumbu karang dan KKLD.
Terumbu karang memiliki nilai yang penting bagi kehidupan keseharian masyarakat baik berpengaruh secara langsung maupun tidak. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa 70,11 responden merasa memiliki hubungan dengan dengan keberadaan terumbu karang. Karena 66 responden adalah nelayan,
maka hubungan langsung yang dapat diperoleh dengan keberadaan terumbu karang adalah tersedianya lokasi penangkapan ikan yang baik. 21,84
responden merasa tidak atau belum memiliki pengaruh langsung terumbu karang dengan kehidupan sosialnya dan sebanyak 8,05 responden tidak mengetahui
dengan pasti keterkaitannya dengan terumbu karang. Pengetahuan masyarakat terhadap KKLD belum menyeluruh. Yang
mengetahui bahwa KKLD telah terbentuk adalah 59,77 dan yang tidak mengetahui sebanyak 35,63 sedangkan yang tidak memiliki jawaban pasti
adalah 4,6. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pengelola. Berdasarkan informasi dari masyarakat, sejak dibentuk KKLD baru
dua kali diadakan sosialisasi secara formal oleh pengelola. Davos et al. 2007 menyatakan bahwa konflik dapat terjadi dalam pengelolaan kawasan konservasi
laut karena banyak stakeholder yang terlibat sehingga perlu persamaan persepsi dan kepetingan untuk mencegah terjadinya salah paham dan konflik. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka sosialisasi merupakan jalan yang harus ditempuh pengelola kawasan.
Modal utama dalam pengelolaan kawasan konservasi selain ekosistem atau biota yang ingin dilindungi adalah penerimaan masyarakat. Tingkat
penerimaan masyarakat Pulau Pasi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada persentase tingkat penerimaan jika Pulau Pasi akan dijadikan KKLD. 81,6
menyatakan setuju, 8,05 menyatakan tidak setuju dan 10,34 menyatakan tidak tahu. Tingkat penerimaan dapat meminimalisir konflik Davos et al., 2007;
Dredge, 2010 dan membuka ruang komunikasi antara pengelola, pemerintah dan masyarakat.
Perubahan tingkat kesadaran terhadap kelestarian sumberdaya alam terutama terumbu karang disebabkan intensnya kampaye panyadaran yang
dilakukan oleh pemerintah baik melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Pogram COREMAP yang menempatkan masing-masing dua
orang motivator di tiap desa dan satu orang fasilitator di Pulau Pasi maupun program-program penyadaran informal oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemauan
yang kuat untuk belajar dan mengetahui lebih banyak tentang program rehabilitasi terumbu karang terlihat dari antusiasme masyarakat dalam mengikuti
program-program yang berhubungan dengan pelestarian terumbu karang seperti pembentukan kelompok-kelompok masyarakat dan pengembangan mata
pencaharian alternative. Masyarakat berharap dengan keberadaan KKLD sebagai kawasan
tabungan ikan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik kepada mereka dan berharap pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat
nelayan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan skala usahanya. Menurut masyarakat, KKLD dapat bertahan dari gangguan nelayan apabila
mereka mendapat manfaat dari keberadaan kawasan konservasi. Untuk hal tersebut, masyarakat mengharap peran pemerintah dan LSM agar pengetahuan
dan pemahaman tentang eksosistem terumbu karang dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat mengelola sendiri sumberdaya yang mereka miliki.
4.3.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengembangan Ekowisata
Pulau Pasi merupakan salah satu tujuan wisata pantai skala lokal di Kabupaten Kepulauan Selayar. Jarak yang tidak jauh dari pulau utama serta
panorama pasir putih yang halus merupakan daya tarik tersendiri. Kunjungan biasanya dilakukan oleh masyarakat dari kota Benteng untuk menikmati
hamparan pasir putih yang halus serta keunikan pantai berbatu terjal.
Objek wisata yang sering dikunjungi di Pulau Pasi adalah Liang Kareta, dan Jenne’iyya. Keseluruhan nama tersebut adalah nama pantai yang berada di
sisi barat pulau, namun memiliki keunikan dan daya tarik masing-masing. Liang kareta berada di sisi selatan Pulau Pasi yang masuk dalam wilayah administrasi
Desa Bontoborusu dengan panjang pantai hanya sekitar 50 meter, namun berbentuk unik karena terdapat tebing setinggi 4 meter yang melengkung dan
membuat teluk melindungi pasir putih halus. Masyarakat banyak yang memanfaatkan lokasi ini untuk berwisata bersama bersama keluarga di musim
libur karena akses yang cukup mudah dari Benteng dan dapat pula menikmati terumbu karang hanya dengan melakukan snorkeling. Di pantai ini, wisatawan
dapat pula menikmati sunset dikala senja. Jenneiyya adalah pantai pasir putih sepanjang 3 km yang membentang di sisi barat Pulau Pasi dan masuk dalam
wilayah administrasi Desa Bontolebang. Pantai Jenneiyya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu dari Benteng. Keunikan pantai ini adalah pasir
putih halus dan perairan dangkal sehingga cocok untuk rekreasi keluarga. Di belakang pantai, terdapat rimbunan pohon kelapa milik penduduk sekitar
sehingga dapat menjadi lokasi yang baik untuk sejenak beristirahat. Seiring perkembangan waktu dan kemajuan sarana informasi, banyak
masyarakat yang memanfaatkan pulau Pasi untuk berwisata bahari seperti snorkeling, berenang dan menyelam meskipun masih terbatas pada komunitas
tertentu dan wisatawan yang datang dari luar kabupaten. Kedatangan wisatawan membuat interaksi baru antara pengunjung dengan masyarakat penghuni pulau.
Salah satu faktor pendukung keberhasilan pengembangan ekowisata bahari adalah tingkat dukungan masyarakat. Masyarakat Pulau Pasi pada
umumnya menyetujui jika dikembangkan ekowisata bahari di Pulau Pasi. 85,06 responden menyatakan setuju, 11,49 menyatakan tidak setuju dan
3,45 tidak mengetahui dengan pasti atau belum memiliki sikap yang jelas antara menyetujui atau menolak. Data persepsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi dapat dilihat pada Gambar 14. Sebanyak 72,41 responden menyatakan bahwa Pulau Pasi memiliki
prospek yang baik untuk pengembangan ekowisata bahari, 20,69 menyatakan tidak memiliki cukup sumberdaya untuk pengembangan ekowisata bahari seperti
kesiapan masyarakat, keterbatasan fasilitas wisata jika dibanding dengan daerah lain. 6,90 responden memiliki sikap yang kurang jelas tentang prospek
pengembangan wisata bahari. Keyakinan tentang prospek yang cerah terhadap
3,45 6,90
8,05 0,00
10,34
11,49 20,69
74,71 0,00
72,41
85,06 72,41
17,24 100,00
17,24
20 40
60 80
100 120
5. Presepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari
4. P. Pasi memiliki prospek pengembangan wisata
3. Penerimaan masyarakat tdp wisatawan
2. Masyarakat dapat menjamin keamanan
1. Terdapat potensi konflik
persentase
Setuju Tidak biasa untuk no. 3
Tidak Tahu
pengembangan wisata bahari disebabkan kondisi alam yang masih terjaga dengan baik serta kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung
kegiatan kepariwisataan.
Gambar 14 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap pengembangan ekowisata bahari.
Penerimaan masyarakat adalah sikap masyarakat terhadap kehadiran orang asing atau wisatawan ke pulau mereka. Berdasarkan hasil pengamatan,
74,71 masyarakat tidak merasa terganggu dengan kedatangan wisatawan, 17,24 menyatakan akan menyambut dengan baik wisatawan dan bahkan jika
diminta, mereka bersedia berbagi tempat tinggal dan fasilitas umum dengan wisatawan. Dukungan keamanan juga diberikan oleh masyarakat terhadap
kegiatan wisata bahari. 100 responden menyatakan bahwa Pulau Pasi adalah daerah aman yang jauh dari konflik SARA, huru-hara dan arogansi masyarakat.
Mereka menyatakan siap menjaga keamanan daerah dan wisatawan yang berkunjung. Larsen et al. 2009 melakukan penelitian di Norwegia tentang hal-
hal yang menjadi kekhawatiran utama turis ketika berkunjung di suatu tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keamanan seperti ancamana teror
merupakan ancaman utama bagi wisatawan Dalam pengembangan ekowisata bahari, potensi konflik merupakan hal
yang perlu dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, 17,24 masyarakat menyatakan bahwa terdapat potensi konflik seperti konflik pemilikan
lahan, persaingan usaha, konflik antar pengguna lahan dll. 72,41 menyatakan bahwa potensi konflik tidak ada dan 10,34 menyatakan bahwa mereka tidak
tahu atau belum
memiliki keputusan
dalam memandang
masalah. Dredge 2010 menyatakan bahwa pengembangan lahan untuk keperluan wisata
rentan terhadap konflik jika pengembangan tersebut mengurangi atau menghalangi kepentingan masyarakat terhadap lahan tersebut. Namun dalam
hal ini, budaya pemerintahan harus mampu menetapkan nilai dan struktur yang dapat mengatur dan mengelola konflik di lapangan.
4.3.3 Dukungan Sosial
Pemanfaatan dan pengembangan kawasan wisata sangat dipengaruhi oleh tingkat penerimaan masyarakat lokal. Dalam menentukan tingkat dukungan
sosial terhadap pengembangan wisata bahari, terdapat delapan atribut atau parameter yang digunakan yaitu: tingkat keamanan, penerimaan masyarakat
lokal, dukungan pemerintah, dukungan swasta, aksesibilitas, peruntukan kawasan, kelembagaan masyarakat dan kerifan lokal. Setiap atribut yang
ditetapkan, memiliki bobot dan skor sesuai dengan kepentingan suatu parameter dalam pengembangan wisata bahari. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5,
tergantung pada urgensi atribut tersebut. Skor berkisar antara 0 – 2 dengan mengacu pada indikator skoring yang terdapat pada Lampiran 5.
Berdasarkan observasi dan penelusuran pustaka, maka diperoleh nilai masing-masing atribut yang dirangkum dalam Tabel 18.
Tabel 18 Tingkat dukungan sosial pengembangan wisata bahari
No Parameteratribut
Bobot Skor
Nilai
1 Tingkat Keamanan
5 2
10 2
Penerimaan masyarakat Lokal 5
1 5
3 Dukungan Pemerintah
3 1
3 4
Dukungan swasta 3
1 3
5 Aksesibilitas
3 2
6 6
Peruntukan kawasan 1
1 1
7 Kelembagaan masyarakat
1 2
2 8
Kearifan lokal 1
Total Nilai 30
Tingkat dukungan sosial pengembangan wisata bahari di Pulau Pasi sangat tinggi dengan nilai total yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 33
Tabel 18 dengan kategori sangat mendukung. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat dijelaskan masing-masing atribut sebagai berikut :
4.3.3.1 Tingkat Keamanan
Secara umum, Kabupaten Kepulauan Selayar adalah kabupaten yang aman dari konflik-konflik sosial, huru-hara dan kejahatan massive. Latar
belakang kekeluargaan dan budaya menjadi modal utama dalam menciptakan kerukunan masyarakat. Selayar merupakan pulau tersendiri yang terpisah dari
pulau Sulawesi dan memiliki luas daratan yang tergolong kecil sehingga interaksi dan hubungan kekerabatan masih terjaga dengan baik. Berdasarkan
pengalaman penulis, meninggalkan kunci kendaraan bermotor di jalan raya dan tempat umum adalah hal yang mudah dijumpai di ibu kota kabupaten sekalipun.
Dalam pengembangan ekowisata bahari, tingkat keamanan tidak hanya terletak pada masyarakat itu sendiri, namun juga pada manajemen pengelolaan
dan kondisi alam Bentley et al., 2009 selanjutnya Johnson 2008 meyatakan bahwa keamanan dan kenyamanan pengunjung merupakan salah satu faktor
penting keberhasilan pengelolaan ekowisata. Berdasarkan hasil survey, 100 responden masyarakat Pulau Pasi menyatakan tingkat kemanan yang tinggi di
daerah mereka. Karena wisatawan dapat merasa aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas wisata bahari, maka atribut tingkat keamanan diberikan skor
penuh 2
4.3.3.2 Penerimaan Masyarakat Lokal
Penerimaan masyarakat Pulau Pasi terhadap kedatangan wisatawan beragam, namun pada umumnya mereka siap menerima kedatangan wisatawan
ke pulau mereka. Budaya masyarakat terbuka membuat mereka siap menerima kunjungan dari orang luar. Penerimaan masyarakat dibagi dalam tiga kategori,
kategori pertama yaitu siap menerima kedatangan wisatawan, berbagi fasilitas, bersedia menjemput dan berbagi tempat tinggal. Kategori kedua, bersedia
menerima mereka dan merasa tidak terganggu dengan kedatangan wisatawan. Kategori ketiga adalah menolak kedatangan wisatawan ke pulau mereka.
Hasil observasi menunjukkan 74,71 responden merasa tidak terganggu dengan kedatangan wisatawan. Perbedaan aktifitas antara bekerja mencari
nafkah bagi responden dan kegiatan wisata bagi pengunjung merupakan penyebab utama masyarakat merasa tidak terganggu, karena masing-masing
memiliki kesibukan sendiri pada tempat yang berbeda. 17,24 responden bersedia menerima kedatangan wisatawan, berbagi fasilitas, menjemput dan
berbagi tempat tinggal. Sedangkan 8,05 menolak kedatangan wisatawan ke lokasi mereka. Alasan utama menolak wisatawan adalah mengganggu daerah
penangkapan ikan mereka dan menganggap dapat mengganggu program rehabilitsi terumbu karang. Berdasarkan persentase tingkat penerimaan
masyarakat, maka parameter kedua memperoleh skor 1.
4.3.3.3 Dukungan Pemerintah
Dukungan pemerintah sangat baik dari segi perencanaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.37UM.001MKP07
tanggal 2 Januari 2007 tentang Kriteria dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan, menetapkan Sulawesi Selatan sebagai salah satu dari lima propinsi
sebagai destinasi pariwisata unggulan yang kemudian oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan membagi 4 klaster wisata dimana Kabupaten Kepulauan
Selayar satu-satunya daerah dalam klaster 4 atau klaster pengembangan wisata bahari. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2003 – 2003,
menempatkan pulau Pasi sebagai salah satu daerah tujuan wisata bahari khusus untuk kategori wisata selam Lampiran 6
Pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata menetapkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah RIPPDA dengan membagi 4 Kawasan
Pengembangan Pariwisata KPP. Kecamatan Bontoharu wilayah administrasi P. Pasi masuk ke dalam KPP 1 yang berfokus pada wisata budaya dan alam.
Sedangkan KPP 2 dalam dokumen tersebut juga memasukkan pulau-pulau kecil sebagai kawasan unggulan pengembangan wisata bahari.
Meskipun segi perencanaan sangat mendukung, namun pelaksanaan kegiatan, belum optimal. Hal ini terlihat dari infrastruktur pendukung wisata yang
spesifik belum terlihat seperti penginapan, akses jalan menuju lokasi wisata dan dukungan kelistrikan yang masih dikelola oleh swasta. Promosi yang dilakukan
oleh pemerintah cukup baik, namun lebih fokus ke wisata bahari di kawasan taman nasional laut Taka Bonerate. Peran pemerintah dalam mempromosikan
potensi pariwisata sangat membantu peningkatan jumlah kunjungan seperti penelitian yang dilaksanakan oleh Horng dan Tsai 2010 terhadap objek wisata
tertentu di enam Negara Asia Timur dan ternyata peran promosi pemerintah
melalui website sangat efektif untuk meningkatkan kunjungan wisata. Berdasarkan hal tersebut, maka skor yang diberikan pada atribut ini adalah 1.
4.3.3.4 Dukungan Swasta
Dalam pengembangan ekowisata bahari, tingkat dukungan sosial diperlukan untuk membantu meningkatkan nilai wisata dan daya jual kawasan.
Dukungan pihak swasta seperti penyediaan villa, penyewaan alat wisata air, money changer, tour travel dan penyewaan kendaraan tidak terdapat di Pulau
Pasi, namun berada di Pulau Selayar. Pulau Pasi hanya merupakan salah satu tujuan wisata selam dari beberapa pengusaha pariwisata. Berdasarkan hal
tersebut, maka skor yang diberikan pada parameter ini adalah 1.
4.3.3.5 Aksesibilitas
Untuk menuju dan meningglakan pulau pasi dapat dilakukan dengan mudah. Waktu tempuh dengan menggunakan kapan angkutan reguler sekitar 15
menit dari kota Benteng atau sekitar 20 menit dari Bandara Aroeppala. Untuk menuju ke Pulau Pasi, terdapat 2 alternatif yaitu melalui dermaga Benteng dan
dermaga Padang. Akses dari Benteng dan Padang ke Pulau Pasi tergolong lancar dengan transport reguler. Perahu dari Benteng melayani penumpang yang
ingin ke Bontolebang sementara perahu dari Padang melayani penumpang yang ingin ke Bontoborusu dan Kahu-kahu. Dermaga Padang adalah dermaga yang
dekat dengan bandara Aroeppala dapat ditempuh hanya 5 menit menggunakan kendaraan bermotor. Aksesibilitas yang mudah dan ketersediaan sarana
transportasi memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan sehingga memperoleh skor 2.
4.3.3.6 Peruntukan Kawasan
Pulau Pasi saat ini merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi pengembangan perikanan terpadu dan mendukung program wisata bahari
berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW tahun 2003 – 2013. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang COREMAP II
juga menetapkan P. Pasi sebagai KKLD berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 03. A Tahun 2009 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah
KKLD Kabupaten Kepulauan Selayar. Skor yang diberikan adalah 1.
4.3.3.7 Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat yang berjalan dengan baik adalah lembaga binaan pemerintah maupun program - program pemberdayaan masyarakat.
Terdapat Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK yang menjembatani kepentingan pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya terumbu karang. Lembaga ini sangat berperan dalam pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi laut daerah di Pulau Pasi. Terdapat juga
kelompok kelompok masyarakat seperti kelompok masyarakat konservasi, LKMD, remaja mesjid, kelompok keswadayaan masyarakat, kelompok nelayan,
kelompok perempuan dan kelompok pemuda. Kelembagaan non formal yang terdapat di pulau ini adalah ‘punggawa–sawi’ sebuah model kelembagaan antara
juragan kapal dengan anak buah kapalnya. Kelembagaan masyarakat yang dapat menjaga nilai–niai sosial kemasyarakatan diharap mampu mendukung jika
dikembangkan ekowisata bahari di P. Pasi. Karena terdapat lembaga-lembaga atau kelompok masyarakat yang berfungsi dengan baik, maka diberikan skor 2.
4.3.3.8 Kearifan Lokal
Kearifan lokal berhubungan dengan kepercayaan dan kegiatan yang dilakukan secara turun temurun dengan maksud tertentu. Kearifan lokal sebagai
masyarakat nelayan adalah ketika hari pertama melabuhkan perahu baru, maka akan diadakan ritual khusus dan barzanji. Kearifan lokal yang berhubungan
langsung dengan ekowisata bahari sudah tidak ditemukan lagi sehingga skor 0.
4.4 Perencanaan Pengelolaan Ekowisata Bahari
Perencanaan pengelolaan dilakukan berdasarkan kemampuan lingkungan menerima kedatangan dan aktivitas wisatawan tanpa mengganggu
keaslian ekosistem. Perencanaan zonasi dilakukan untuk memberikan batasan ruang terhadap jenis wisata yang dapat dilakukan tanpa mengganggu kegiatan
wisata lainnya dan melindungi kawasan dari aktivitas berlebihan oleh wisatawan yang dapat merusak keaslian ekosistem.
4.4.1 Rencana Strategis Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Pasi
Penentuan strategi prioritas dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi menggunakan pendekatan SWOT strength, weakness, opportunity
dan threat berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan strength dan peluang opportunity namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan weakness dan ancaman threat. Adapun faktor – faktor strategi eksternal dan internal dijelaskan sebagai berikut :
4.4.1.1 Identifikasi Faktor-Faktor Strategi Internal Kekuatan
1. Potensi sumberdaya terumbu karang yang masih bagus Kekuatan utama yang dimiliki Pulau pasi adalah kondisi terumbu karang yang
masih bagus. Berdasarkan hasil pengamatan pada 10 stasiun penelitian, sebanyak 7 stasiun yang kondisi karangnya dalam kategori baik atau tutupan
karang hidup berada pada kisaran 50 – 74,9 dan 3 stasiun yang berada dalam kategori sedang tutupan karang hidup berada pada kisaran 25 –
49,9. 2. Merupakan Kawasan Konservasi Laut daerah KKLD
Kawasan Pulau Pasi merupakan kawasan konservasi laut daerah yang ditetapkan oleh Bupati melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 03. A Tahun
2009 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Zona inti KKLD berada di sisi selatan pulau. Di Pulau Pasi
juga terdapat Daerah Perlindungan Laut DPL di sisi utara pulau yang dikelola oleh masyarakat desa Bontolebang. Penetapan Pulau Pasi sebagai
kawasan konservasi didukung oleh program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang COREMAP Kabupaten Selayar. Dalam KKLD, terdapat
berbagai zona yang dapat dimanfaatkan diantaranya zona pengembangan ekowisata bahari.
3. Mendapat dukungan PEMDA dan masyarakat Pengembangan wisata bahari di Pulau Pasi didukung oleh pemerintah daerah
dengan menempatkan Pulau Pasi sebagai salah satu pengembangan wisata bahari yang tertuang dalam dokumen RTRW dapat dilihat pada Lampiran 6.
Dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD 2010, pengembangan wisata bahari masuk dalam salah satu program unggulan pemerintah daerah.
Masyarakat Pulau Pasi juga mendukung pengembangan ekowisata bahari. Survey yang dilakukan pada 87 orang masyarakat Puau Pasi, 85,06
masyarakat menyatakan setuju jika di pulau mereka dilakukan pengembangan
ekowisata bahari, 11,49 menyatakan tidak setuju dan 3,45 menyatakan tidak tahu atau tidak memberikan tanggapan.
4. Persepsi masyarakat tentang ekowisata yang baik Masyarakat Pulau Pasi mendukung jika kawasan perairan pulau mereka
dijadikan kawasan ekowisata bahari. Hal ini merupakan salah satu kekuatan yang dapat menopang pengembangan ekowisata bahari, dimana 85,6
responden d Pulau pasi setuju jika pulau mereka dijadikan kawasan wisata bahari.
Kelemahan
1. Kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang masih terbatas
Kuantitas dan kualitas aparatur dalam merencanakan, mengelola dan mengembangkan wisata bahari masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari
keseimbangan antara perencanaan pemerintah untuk memajukan wisata bahari dengan kenyataan bahwa wisata bahari di Pulau Pasi masih belum
berkembang dengan baik. Masyarakat juga belum terlatih untuk menyediakan keperluan maupun penambah daya tarik wisatawan seperti cenderamata,
atraksi kesenian dan budaya, homestay, guide dan lain-lain. 2. Kurangnya informasi dan promosi wisata
Untuk memperkenalkan potensi wisata di dunia luar, pengelola dan pemerintah harus banyak melakukan perkenalan, promosi maupun kegiatan
yang dilakukan pada tempat tersebut. Informasi dan promosi wisata yang banyak ditempuh pada saat ini melalui website agar penerima informasi lebih
luas dan lebih banyak. Promosi yang dilakukan pihak pemerintah maupun pihak swasta pada saat ini belum mampu menjangkau masyarakat seluruh
Indonesia dan masyarakat internasional. 3. Infrastruktur ekowisata bahari yang terbatas
Pembangunan sarana khusus wisatawan di Pulau Pasi belum terlihat, seperti villa, cottage, tempat ganti dan berbilas, jalanan yang menghubungkan antara
pemukiman dengan pantai objek wisata dan lain-lain. Infrastruktur yang dapat digunakan adalah fasilitas umum yang terdapat di Pulau Pasi seperti
dermaga, tambatan perahu, jalan dan tempat ibadah. 4. Industri pendukung pariwisata belum berkembang
Keberhasilan program wisata yang dicanangkan oleh pemerintah akan berhasil jika mendapat dukungan dari industri pendukung wisata seperti hotel,
restoran, sentra kerajinan tangan, toko souvenir, biro perjalanan, money changer dan lain-lain. Industri pendukung wisata tersebut belum dikelola
dengan baik di Kabupaten Kepulauan Selayar.
4.4.1.2 Identifikasi Faktor – Faktor Strategi Eksternal Peluang
1. Wisata bahari merupakan salah satu program prioritas dalam rencana pembangunan daerah 2010
Salah satu program prioritas pemerintah adalah pengembangan wisata bahari. Peluang pengembangan wisata bahari akan mendapat perhatian dari
pemerintah sehingga dapat memudahkan investor dalam berinvestasi. Perencanaan program yang mendukung wisata bahari akan membuka
kesempatan bagi pengusaha maupun wisatawan untuk datang ke Selayar. 2. Menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan
PAD bagi pemerintah Jika wisata bahari berkembang, maka akan membuka lapangan pekerjaan
bagi masyarakat Selayar dan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya. Aktivitas wisata juga akan memberikan dampak pada
Pendapatan Asli Daerah PAD dari sektor pajak. 3. Pengelolaan kawasan ekowisata bahari berbasis masyarakat
Pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga
kualitas lingkungan. Agar kawasan konservasi tetap dapat berlangsung tanpa harus tergantung dari dana donor, maka pengelolaan kawasan harus
melibatkan masyarakat. Pengelolaan yang berbasis masyarakat dapat meminimalkan biaya operasional dan meningkatkan pemasukan untuk biaya
operasional kawasan konservasi. Dana yang diperoleh dari kegiatan ekowisata bahari dapat digunakan kembali oleh masyarakat untuk membiayai
konservasi kawasan maupun usaha lain yang disetujui oleh masyarakat. 4. Membangun kerjasama antara stakeholder dalam pengembangan KKLD dan
berbagai kegiatan di dalam kawasan konservasi. Dalam pengembangan kawasan konservasi, terdapat banyak pihak yang
memiliki kepentingan terhadap kawasan tersebut. Manajemen pengelolaan kawasan diperlukan agar semua pihak dapat bekerjasama dalam berbagai
kegiatan dalam kawasan konservasi. Kerjasama antar stakeholder dapat
terjalin anatar pihak pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat.
Tantangan
1. Konflik kepemilikan lahan, kepentingan bisnis dalam pengembangan ekowisata bahari.
Tantangan yang dapat ditemukan adalah potensi konflik antara sesama masyarakat maupun dengan pemerintah. Pengkaplingan wilayah laut atau
penutupan akses terhadap sumberdaya oleh pihak swasta atau pemerintah tanpa mendapatkan persetujuan masyarakat dapat menimbulkan konflik.
Persaingan usaha juga dapat menjadi salah satu ancaman jika pemerintah tidak cerdas dalam merencanakan program pengembangan wisata bahari dan
tidak tegas dalam menerapkan aturan. 2. Degradasi ekosistem terumbu karang
Terumbu karang merupakan modal utama dalam pengembangan wisata bahari snorkeling dan selam. Kondisi sumberdaya terumbu karang dapat
mengalami degradasi sehingga kualitas sumberdaya akan menurun dan akan mematikan prospek wisata bahari di Pulau Pasi. Pemerintah dan seluruh
stakeholders harus bekerja bersama untuk menjaga kondisi terumbu karang dan lingkungan di sekitarnya senantiasa dalam kondisi yang baik.
3. Pencemaran lingkungan perairan Peningkatan populasi penduduk, aktivitas industri dan perencanaan tata kota
yang buruk dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan perairan. Pencemaran lingkungan dapat mengganggu ekosistem terumbu karang yang
merupakan obyek utama dalam pengelolaan wisata bahari selam dan snorkeling.
4. Eksistensi konsep wisata sejenis pada daerah yang tidak berjauhan. Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang indah
termasuk alam bawah laut. Keindahan bawah laut tidak hanya dapat dinikmati di Pulau Pasi, namun pada banyak tempat di sekitarnya yang menawarkan
konsep wisata sejenis. Pemerintah dan pengelola akan mendapatkan pesaing dalam mendatangkan wisatawan.
4.4.1.3 Penilaian Internal dan Eksternal Factor Evaluation IFE dan EFE
Penentuan nilai IFE dan EFE berdasarkan perkalian bobot dengan skor. Bobot dan sokor merupakan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap faktor
yang telah ditentukan. Bobot berkisar antara 1,00 sangat penting sampai 0,00 tidak penting berdasarkan pengaruhnya terhadap pengembangan ekowisata
bahari di Pulau Pasi. Skor untuk masing-masing faktor berkisar pada skala 4 sangat baik sampai 1 buruk berdasarkan pengaruhnya terhadap
pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Adapun matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 19 dan 20.
Tabel 19 Matriks Internal Factors Evaluations IFE pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Pasi
No Faktor Strategis Internal
Bobot Skor
Nilai
1 Potensi sumberdaya terumbu karang yang masih bagus
0,16 4
0,64 2
Merupakan Kawasan Konservasi Laut daerah KKLD 0,13
3 0,39
3 Mendapat dukungan Pemerintah Daerah dan
masyarakat 0,14
3 0,42
4 Persepsi masyarakat tentang ekowisata yang baik
0,10 2
0,20 5
Kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang masih terbatas
0,14 4
0,56 6
Kurangnya informasi dan promosi wisata 0,12
3 0,36
7 Infrastruktur ekowisata bahari yang terbatas
0,11 3
0,33 8
Industri pendukung pariwisata belum berkembang 0,10
2 0,20
TOTAL 1,00
3,10
Berdasarkan hasil analisis matriks IFE, diperoleh gambaran bahwa potensi sumberdaya teumbu karang yang masih bagus memiliki nilai tertinggi
yaitu 0,64 dan merupakan kekuatan penting dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Skor terendah untuk kekuatan strategis adalah 0,20 bagi
persepsi masyarakat. Skor yang rendah dipengaruhi oleh tingkat persepsi itu sendiri yang cukup baik di masyarakat namun dalam pengembangan ekowisata
bahari, prsepsi masyarakat dapat terbentuk seiring dengan dampak yang diperoleh masyarat secara langsung maupun tidak langsung. Kelemahan yang
utama dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi adalah kualitas SDM aparatur dan masyarakat tentang pengelolaan wisata bahari yang masih
terbatas 0,56. Perencanaan yang baik dan pelaksanaan kegiatan yang terstruktur dapat meningkatkan pencapaian hasil kegiatan, namun hal ini belum
dapat terlihat dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Demikian juga dengan masyarakat yang belum memiliki keahlian khusus untuk menerima
dan memanfaatkan peluang kehadiran wisatawan ke daerah mereka.
Total nilai yang diperoleh pada matriks IFE adalah 3,10. Nilai ini menunjukkan kekuatan internal yang mampu menanggulangi serta mengatasi
kelemahan yang dimiliki dalam rencana pengembangan Pulau Pasi sebagai kawasan wisata bahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Rangkuti 1997 bahwa
jika total nilai pembobotan IFE berada dibawah 2,5 maka kondisi internal lemah dan jika berada di atas 2,5 maka kondisi internal yang kuat.
Tabel 20 Matriks External Factors Evaluations EFE pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Pasi
No Faktor Strategis Eksternal
Bobot Skor
Nilai
1 Wisata bahari merupakan salah satu program prioritas
pemerintah dalam rencana pembangunan daerah 2010 0,14
4 0,56
2 Menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan
masyarakat dan PAD bagi pemerintah 0,13
4 0,52
3 Pengelolaan kawasan ekowisata berbasis masyarakat
0,10 2
0,20 4
Membangun kerjasama antara stakeholder dalam pengembangan KKLD dan berbagai kegiatan di dalam kawasan
konservasi 0,12
2 0,24
5 Konflik kepemilikan lahan, kepentingan bisnis dan
pengembangan ekowisata bahari 0,10
3 0,30
6 Degradasi ekosistem terumbu karang
0,16 3
0,48 7
Pencemaran lingkungan perairan 0,13
3 0,39
8 Eksistensi konsep wisata sejenis pada daerah yang tidak
berjauhan 0,12
2 0,24
TOTAL 1,00
2,93
Berdasarkan matriks EFE pada Tabel 20, nilai tertinggi dari faktor strategis peluang adalah wisata bahari merupakan salah satu program prioritas
pemerintah dalam rencana pembangunan daerah dengan jumlah nilai 0,56. Dukungan pemerintah merupakan peluang yang dapat ditangkap oleh
masyarakat dalam ikut serta mengembangkan wisata bahari. Nilai terendah pada peluang adalah 0,20 pada pengelolaan kawasan berbasis masyarakat.
Tantangan terbesar adalah degradasi terumbu karang dengan skor 0,48. Wisata bahari kategori selam dan snorkeling merupakan kegiatan yang menjual
keindahan ekosistem terumbu karang. Jika terjadi degradasi terumbu karang maka semua perencanaan dan pengembangan wisata bahari akan sia-sia.
Total skor dalam matriks EFE adalah 2,93 yang berarti kondisi eksternal juga cukup kuat. Hal ini berarti bahwa pengembangan ekowisata bahari di Pulau
Pasi mampu memanfaatkan peluang yang ada untuk menghadapi serta mengantisipasi ancaman yang datang dalam pengembangan ekowisata bahari.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rangkuti 1997 bahwa jika total nilai pembobotan EFE berada 2,5 maka hal tersebut menyatakan bahwa kondisi
eksternal lemah dan jika berada di atas 2,5 maka menunjukkan kondisi eksternal yang kuat.
Berdasarkan Tabel 19 dan 20, dapat diketahui bahwa faktor – faktor internal memiliki pengaruh yang lebih kuat dibanding faktor – faktor eksternal
dengan rasio 3,10 : 2,93.
4.4.1.4 Perangkingan Strategi Prioritas
Analisis selanjutnya adalah memadukan faktor-faktor internal dan eksternal dalam matriks SWOT untuk mendapatkan formulasi strategi-strategi dalam
pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Dalam matriks formula strategi, terdapat 4 strategi, yaitu gabungan kekuatan - peluang Strategi S – O,
kelemahan - peluang W – O, kekuatan - tantangan S – T dan kelemahan - tantangan W – T yang dapat dilihat pada Lampiran 7.
Untuk menentukan prioritas strategi pengembangan maka dilakukan perangkingan berdasarkan penjumlahan skor masing - masing unsur SWOT
yang terdapat dalam matriks formula strategi pengembangan pada matriks IFE dan EFE. Perangkingan strategi dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan perangkingan strategi pada Lampiran 8, maka urutan strategi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi dapat disusun sebagai berikut :
1. Pembentukan struktur pengelola kawasan KKLD dan ekowisata bahari
2. Penyusunan zonasi rinci dan regulasi pengelolaan ekowisata bahari
3. Pelatihan manajemen kepariwisataan, monitoring dan evaluasi program
bagi pengelola 4.
Penyusunan buku panduan pengelolaan ekowisata bahari berbasis masyarakat
5. Pembangunan infrastruktur pendukung wisata di Pulau Pasi
6. Mengembangkan industri pariwisata skala rumah tangga seperti
cinderamata khas Selayar, homestay, tourist guide, dll 7.
Peningkatan pengawasan terhadap sumberdaya terumbu karang. 8.
Kontrol yang ketat terhadap bahan pencemar yang dapat mengganggu kondisi kesehatan karang, terutama pencemar antropogenik
9. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang wisata bahari agar tidak
terjadi konflik dalam pemanfaatan lahan 10. Sosialisasi dan pengenalan konsep ekowisata bahari di masyarakat
11. Pengelolaan Kawasan secara terpadu berdasarkan sistem zonasi
12. Pembangunan infrastruktur wisata sebagai ciri khas daerah dan mendukung pengawasan sumberdaya.
13. Membuka pusat informasi pariwisata on-line di kota Benteng agar wisatawan memperoleh informasi yang cukup
14. Menonjolkan kondisi sumberdaya yang masih bagus sebagai modal dasar dalam persaingan dengan wilayah lain yang menawarkan wisata sejenis
15. Promosi dan paket kemasan wisata yang inovatif untuk mendapat pelanggan
16. Pengembangan industri pendukung wisata yang kreatif untuk sebagai daya tarik tambahan bagi wisatawan
Dari 16 strategi pengembangan, rangking 1 sampai 5 merupakan prioritas utama dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Strategi prioritas
pengembangan yang dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah maupun pengelola wisata bahari di Pulau Pasi sebagai berikut :
Strategi Pengelolaan I : Pembentukan struktur pengelola kawasan KKLD
dan ekowisata bahari. Dalam pelaksanaan program pengembangan ekowisata bahari struktur pengelola yang bertanggung jawab terhadap perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program perlu dibentuk. Struktur pengelola dapat berasal dari berbagai kalangan stakeholder namun diharap lebih
diprioritaskan bagi masyarakat penghuni Pulau Pasi.
Strategi Pengelolaan II : Penyusunan zonasi rinci dan regulasi
pengelolaan ekowisata bahari. Penyusunan zonasi di kawasan konservasi akan memudahkan pemerintah maupun masyarakat dalam mengontrol dan mengelola
sumberdaya berdasarkan peruntukannya. Zonasi mencegah tekanan yang berlebihan terhadap sumberdaya karena pemanfaatan yang melampaui
kapasiatasnya. Pembatasan peruntukan pada masing-masing zona sesuai dengan daya dukung lingkungan terhadap aktivitas manusia pada zona tersebut.
Penyusunan zona dan regulasi yang mengatur tentang perencanaan dan pengelolaan kawasan Pulau Pasi akan menghindarkan kerusakan lingkungan
dan meminimalisir konflik yang dapat terjadi karena pencaplokan dan penguasaan lahan.
Strategi Pengelolaan III : Pelatihan manajemen kepariwisataan,
perencanaan, monitoring dan evaluasi program bagi pengelola. Untuk meningkatkan kapasitas dan kemampaun pengelola kawasa konservasi dan
ekowisata, maka hal ini penting dilakukan mengingat pengelola dapat berasal
dari latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda. Keberhasilan pengelola dalam pengembangan kawasan ekowisata bahari sangat dipengaruhi
oleh kemampuan personal maupaun kemampuan kelembagaan pengelola.
Strategi Pengelolaan IV : Penyusunan buku panduan pengelolaan
ekowisata bahari berbasis masyarakat. Penyusunan buku panduan penting agar pengelola dapat mengetahui tugas dan fungsi pokoknya sehingga masing-
masing dapat bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selain hal tersebut, masyarakat secara luas dapat menilai dan mengevaluasi kinerja
pengelola kawasan ekowisata. Buku panduan pengelolaan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pengelolaan.
Strategi Pengelolaan V : Pembangunan infrastruktur pendukung wisata di
Pulau Pasi. Sebagai salah satu daerah pengembangan wisata bahari, maka pembangunan infrastruktur pendukung wisata menjadi penting karena berkaitan
dengan keamanan dan kenyamanan wisatawan dalam melakukan aktifitas. Pembangunan infrastruktur seperti penginapan, MCK umum, ruang ganti akan
membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat. Pembangunan infrastruktur pendukung wisata sebaiknya menampilkan ciri khusus dan memiliki
keunikan agar dapat menjadi pembeda bagi wisata sejenis di tempat lain.
4.4.2 Rencana Zonasi Wisata Bahari
Zonasi dilakukan dengan menganalisis karasteristik sumberdaya dan hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata IKW snorkeling dan selam berdasarkan
pendekatan metode tumpang susun overlay. Nilai IKW snorkeling yang memiliki nilai sangat sesuai S1 terdapat di stasiun 8 dan 9, sedangkan stasiun yang
sangat sesuai berdasarkan perhitungan IKW selam adalah stasiun 1,4,7, dan 10. Sistem zonasi wisata bahari mengacu pada zonasi KKLD agar tidak terjadi
tumpang tindih peruntukan pada satu wilayah. Zonasi KKLD dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan zonasi KKLD, maka tidak semua stasiun yang sangat
sesuai untuk pengembangan ekowisata selam dimasukkan dalam zonasi ekowisata bahari karena pada wilayah tersebut memiliki peruntukan lain. Hal ini
dapat dilihat pada stasiun 1 dan 4 yang tidak dihitung karena pada stasiun 1 di sisi selatan pulau merupakan stasiun yang dekat dengan zona inti dan
merupakan kawasan penangkapan ikan tradisional masyarakat .
Stasiun 4 juga tidak dimasukan dalam zonasi ekowisata bahari karena merupakan zona inti
KKLD. Zona inti merupakan kawasan full protected area yang penentuan
luasannya banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Robert and Hawkins 2010, yang menyatakan bahwa 10 – 20 dari seluruh kawasan terumbu
karang perlu ditetapkan sebagai kawasan full protected area dan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan yang lain. Sementara itu, Committee on the
Evaluation, Design, and Monitoring of Marine Reserves and Protected Areas in the United States 2001 juga menyarankan untuk melindungi kawasan seluas
20 dari total kawasan dan selebihnya dapat digunakan untuk mendukung kegiatan konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan overlay dari kesesuaian wisata bahari kategori snorkeling dan selam berupa kecerahan perairan, persentase tutupan karang hidup, jumlah jenis
lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan karang, diperoleh rencana zonasi kawasan wisata bahari di Pulau
Pasi seperti pada Gambar 15 . Pada gambar 15, Zonasi kegiatan wisata bahari lebih berpusat pada sisi
utara dan barat pulau Pasi. Kegiatan snorkeling dapat dilakukan pada stasiun 8 dan 9, sedangkan kegiatan selam dapat dilakukan pada stasiun 7 dan 10.
Keempat stasiun tersebut berada di sisi barat - utara Pulau Pasi dengan jarak yang berdekatan sehingga memudahkan dalam penentuan zonasi.
4.4.3 Daya Dukung Kawasan
Daya dukung kawasan ditujukan untuk menghitung jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung oleh suatu kawasan.yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbukan gangguan pada alam dan manusia. Yulianda 2007 menyatakan bahwa perhitungan daya dukung wisata
bahari berdasarkan karekteristik sumberdaya dan peruntukannya, untuk daya dukung snorkeling dan selam ditentukan berdasarkan sebaran dan kondisi
terumbu karang dengan mempertimbangkan potensi ekologis pengujung, luas area dan prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata.
Benteng
Dongkalang Kahu-Kahu
Tg. Gosong
P. Selayar P. Pasi
6 °1
3 3
6 °1
3 3
6 °1
2 6
°1 2
6 °1
3 6
°1 3
6 °9
6 °9
6 °7
3 6
°7 3
6 °6
6 °6
6 °4
3 6
°4 3
120°2230 120°2230
120°2400 120°2400
120°2530 120°2530
120°2700 120°2700
120°2830 120°2830
N E
W S
1 2 Km
Sekala 1:120.000
Peta Zonasi Wisata Bahari
Zona Wisata Bahari Zona Inti
Daratan Sungai
Garis Pantai Keterangan:
Penutupan LahanTipe Substrat: Karang Campur Pasir
Kebun Lamun Campur Pasir
Mangrove Pasir
Pemukiman TegalLadang
Terumbu Karang Kedalaman m:
5 - 10 0 - 5
10 - 20 20 - 30
30 - 50 50 - 100
100
6 °2
6° 2
6 °0
6°
120°20 120°20
120°40 120°40
Gambar 15 Rencana zonasi wisata bahari di Pulau Pasi.
Berdasarkan zonasi dan hasil perhitungan daya dukung kawasan untuk wisata bahari kategori snorkeling dan selam menunjukkan bahwa Pulau Pasi
dapat menerima 1.787 oranghari pada 68,68 ha kawasan yang sangat sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari Tabel 21. Luas wilayah snorkeling
adalah 31,32 ha dengan kemampuan menerima kunjungan sebanyak 748 oranghari. Sedangkan luas wisata selam adalah 37,36 ha luas dengan daya
dukung 1.039 oranghari. Hasil analisa daya dukung kawasan untuk wisata bahari kategori wisata selam dan wisata snorkeling dapat dilihat pada Lampiran
10 dan 11. Tabel 21 Luas wilayah kesesuaian wisata bahari dan daya dukung kawasan
terhadap jumlah pengunjung
Luas wilayah Kesesuaian ha
Daya Dukung Kawasan orang
Jumlah Pengunjung orang
Snorkeling 31,32
748 1.787
Selam 37,36
1.039
McNeely et al. 1992 menyatakan bahwa daya dukung wisata merupakan tingkat pengunjung yang memanfaatkan suatu kawasan wisata dengan
perolehan tingkat kepuasan yang optimal dengan dampak minimal terhadap sumberdaya. Konsep ini meliputi dua faktor utama yang membatasi perilaku
pengunjung berkaitan dengan daya dukung, yaitu kondisi lingkungan dan kondisi sosial budaya masyarakat. Davis dan Tisdell 1995 menyatakan bahwa sangat
penting melakukan kajian tentang daya dukung lingkungan terhadap penyelaman karena beberapa jenis karang mudah patah dan peka terhadap kerusakan.
Selanjutnya dikatakan bahwa daya dukung kawasan adalah 200.000 orang penyelam pertahun 300 hari. Hawkins dan Robert 1997 merekomendasikan
5.000 – 6.000 penyelam per satuan lokasi dalam satu kawasan pertahun tergantung pada jumlah lokasi penyelaman yang dapat digunakan untuk tetap
menjaga daya dukung kawasan konservasi. Sementara itu, Dixon et al. 1993 merekomendasikan 4.000 – 6.000 penyelaman per lokasi per tahun dengan
asumsi dalam setahun terdapat 300 hari penyelaman. Jika mengacu pada Davis dan Tisdell 1995 dan Dixon et al. 1993
tentang jumlah hari penyelaman dalam satu tahun, maka jumlah kunjungan wisatawan yang dapat ditolerir untuk wisata bahari di Pulau Pasi adalah 536.100
orangtahun untuk 68,68 ha.
4.4.4 Dokumen Perencanaan
Setelah mengidentifikasi potensi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan ekowisata bahari dan perencanaan zonasi, maka langkah selanjutnya
yang diperlukan adalah memantapkan rencana pengelolaan IUCN, CORDIO dan ICRAN 2008. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Permen no. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdapat 4 model perencanaan yaitu rencana strategis,
rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi. Dalam dokumen perencanaan ekowisata bahari di Pulau Pasi, hanya menggunakan dua jenis
perencanaan yaitu rencana pengelolaan dan rencana aksi. Hal ini disebabkan rencana strategis dan rencana zonasi dapat terintegrasi pada skala kegiatan
yang lebih luas dan menjadi salah satu acuan dalam perencanaan pengelolaan dan rencana aksi ekowisata bahari.
Selanjutnya IUCN, CORDIO dan ICRAN 2008 menjelaskan bahwa rencana pengelolaan dapat membantu dalam:
• m •
eningkatkan efesiensi dan akuntabilitas penggunaan sumber daya manusia dan keuangan dengan menetapkan prioritas berdasarkan tujuan
• meningkatkan komunikasi dengan para stakeholder, masyarakat dan donor
Dokumen rencana pengelolaan ekowisata di Pulau Pasi dapat berupa guidelines yang isinya dapat ditinjau ulang jika terdapat kekeliruan maupun
ketidaksesuaian dengan kondisi yang ada. Dokumen perencanaan ini akan menjadi dasar bagi pengelola untuk melakukan perencanaan dan
pengembangan kegiatan ekowisata bahari. merupakan dasar berfikir dan bertindak bagi pengelola dalam menjalankan
fungsi manajerialnya.
Castellani dan Sala 2010 menyatakan bahwa perencanaan pengelolaan dan strategi wisata yang berkelanjutan dapat diatur dalam sebuah aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Pearce 2000 menyatakan bahwa dalam perencanaan pengelolaan wisata terdapat 4 langkah yang harus ditempuh yaitu
pertama mengidentifikasi elemen-elemen kunci dari perencanaan pengelolaan, langkah kedua adalah mengevaluasi penilaian tekhnis, tujuan dan implementasi,
langkah ketiga adalah identifikasi isu-isu yang berkembang dan langkah terakhir adalah program pengembangan aksi. Berdasarkan Permen KP no. 16 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dalam dokumen perencanaan pengelolaan, setidaknya terdapat 5 pokok pikiran yang
harus dijelaskan yaitu 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud, tujuan dan ruang lingkup perencanaan kegiatan; 2 gambaran umum kondisi daerah
yang berisi deskripsi umum, sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, pola penggunaan lahan dan perairan serta kondisi sosial-budaya dan ekonomi
masyarakat; 3 kebijakan pengelolaan dan administrasi; 4 rekomendasi perizinan dan 5 pemantauan dan evaluasi pelaksanaan. Program ini dapat
merupakan peninjauan kembali terhadap perencanaan untuk disesuaikan dengan kondisi kekinian dan tuntutan perubahan.
4.4.5 Rencana Jalur Wisata
Rencana jalur wisata Pulau Pasi merupakan paket perjalanan wisata yang menggabungkan beberapa jenis wisata di lokasi yang berbeda. Jalur
wisata ditujukan agar wistawan dapat mengenal lebih jauh kebudayaan dan keindahan Kabupaten Kepulauan Selayar dengan melihat lebih dekat berbagai
objek dan daya tarik wisata. Untuk menyebrang ke Pulau Pasi, terdapat 2 rute yang dapat dilalui yakni
dari kota Benteng menuju Desa Bontolebang di sisi utara bagian timur Pulau Pasi. Jalur kedua adalah menggunakan kendaraan darat dari kota Benteng
menuju kampung nelayan di kampung Padang sejauh 8 km, kemudian menyeberang ke desa Kahu-Kahu atau Desa Bontoborusu di sisi selatan bagian
timur Pulau Pasi selama 10 menit. Kedua rute tersebut menggunakan kapal tradisional lepa-lepa atau katinting. Berdasarkan rute penyeberangan dan obyek
daya tarik wisata yang dimiliki Kabupaten Kepaulauan Selayar, maka dibuat jalur wisata sebagai berikut:
1. Jalur I : Jalur Utara. Menikmati atraksi kebudayaan masyarakat Selayar berupa kesenian
tradisional dan tari-tarian di sanggar kesenian, kehidupan desa nelayan di Bonehalang seperti pengelolaan hasil perikanan secara tradisional, gedung
peninggalan zaman Belanda yang berada di kota Benteng, kemudian menyeberang ke Pulau Pasi melalui pelabuhan Benteng menuju Desa
Bontolebang. Di Desa Bontolebang dapat melihat keramba jaring apung, keramba jaring tancap, pembuatan perahu dan menikmati jalan setapak desa
diantara rimbunan pohon kelapa. Wisatawan dapat pula menyusuri rimbunan mangrove yang memisahkan dusun Lengu dan dusun Gusung barat dengan
menggunakan perahu. Sebagian panorama dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Beberapa atraksi wisata yang dapat dijumpai pada jalur I. a atraksi
kesenian daerah yang dilaksanakan di Benteng, b jalan setapak dengan panorama pohon kelapa, c pembuatan perahu di
Bontolebang dan d sunset Photo by Irwan.
2. Jalur II : Jalur Selatan Jalur selatan merupakan jalur wisata yang lebih panjang dan lebih kompleks.
Rute dimulai dari Benteng menuju arah selatan ke kampung Matalalang, Desa Bontobangun untuk melihat gong nekara Dongsong yang merupakan
peninggalan zaman perunggu lebih dari 2000 tahun lalu dan nekara terbesar di Asia Tenggara. Dari Matalalang menuju kampung nelayan Padang yang,
terdapat peninggalan sejarah berupa dua buah meriam kuno dan dua buah jangkar raksasa dari abad XVII yang merupakan peninggalan seorang saudagar
Cina yang juga pendiri kampung tersebut. Di kampung Padang juga dapat melihat keramba jaring apung dan pengolahan hasil tangkapan secara
tradisional. Dari kampung Padang, kemudian menyeberang ke Pulau Pasi untuk menikmati suasana pemukiman nelayan yang padat, menyusuri jalan setapak
atau tracking di sisi barat pulau dengan medan berbatu dan pemandangan pantai yang indah. Beberapa panorama pada jalur II dapat dilihat pada Gambar 17.
Untuk lebih memuaskan wisatawan, sebaiknya jalur kedatangan dan kepulangan dibedakan sehingga wisatawan dapat menikmati lebih banyak
keindahan dan panorama yang disediakan oleh alam dan masyarakat.
Gambar 17 Beberapa atraksi wisata yang dapat dijumpai pada jalur II. a gong nekara di Matalalang, b jangkar raksasa dan meriam kuno di
Padang, c suasana desa nelayan di Padang dan d pembuatan terasi di desa Kahu-kahu Photo by Irwan.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1
Kondisi biofisik untuk pengelolaan ekowisata selam dan snorkeling masih baik. Rerata penutupan karang hidup sebesar 56,20 dan jumlah spesies
ikan yang ditemukan sebanyak 171 jenis dari 30 famili. 2
Masyarakat Pulau Pasi menyetujui pengelolaan ekowisata bahari dengan jaminan keamanan yang baik di Perairan Pulau Pasi.
3 Ekowisata bahari di Pulau Pasi dapat dikembangkan di sisi utara–barat
pulau stasiun 7, 8, 9 dan 10 seluas 68,68 ha dengan kemampuan menerima kunjungan sebanyak 1.787 oranghari. Strategi utama
pengelolaan ekowisata bahari berdasarkan analisis SWOT, yaitu pembentukan struktur pengelola kawasan ekowisata, penyusunan zonasi
rinci dan regulasi pengelolaan, pelatihan manajemen kepariwisataan bagi pengelola, penyusunan buku panduan pengelolaan berbasis masyarakat dan
pembangunan infrastruktur pendukung wisata di Pulau Pasi.
5.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar harus menerapkan kontrol yang ketat terhadap perencanaan program pengembangan wisata
bahari sebagai program prioritas daerah. Dukungan pemerintah yang dituangkan dalam dokumen perencanaan resmi tidak dapat
mengembangkan wisata bahari jika tidak diikuti pelaksanaan kegiatan dan
pembangunan infrastruktur pendukung wisata bahari.
2. Perlu perencanaan zonasi berdasarkan kesesuaian dan daya dukung kawasan sebelum mengembangkan wisata bahari untuk menghindari konflik
dan tekanan berlebihan pada zona tertentu. 3. Pemerintah, swasta, LSM dan Universitas perlu merumuskan strategi dan
implementasi pengelolaan kawasan konservasi dan ekowisata mandiri di Pulau Pasi.
DAFTAR PUSTAKA
[BAPERLIH] Badan Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Selayar. 2003. Laporan Rencana Penyusunan Peninjauan
Kembali RTRW Kabupaten Selayar 2003 – 2013. Benteng. [BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 2005.
Pedoman Survey dan Pemetaan Terumbu Karang. Pusat Survey Sumberdaya Laut. BAKOSURTANAL. Jakarta.
Beenaerts N, Berghe EV. 2005. Comparative Study of Three Transect Methods to Assess Coral Cover, Richness and Diversity. Western Indian Ocean J.
Mar. Sci. Vol. 4, No. 1, pp. 29–37, 2005. Bentley TA, Cater C, Page SJ. 2010. Adventure and Ecotourism Safety in
Queensland : Operator Experiences and Practice. Tourism Management vol. 31. 563-571.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Selayar. 2010. Profil Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2009. Badan Pusat
Statistik. Benteng. Broad K, Sanchirico JN. 2008. Local perspectives on marine reserve creation in
the Bahamas. Ocean Coastal Management 51 : 763–771. Castellani V, Sala S. 2010. Sustainable Performance Index For Tourism Policy
Development. Tourism Management vol. 31. 871–880. Committee on the Evaluation, Design, and Monitoring of Marine Reserves and
Protected Areas in the United States. 2001. Marine protected Areas : Tools For Sustaining Ocean Ecosystems. Ocean Studies Board
Commission on Geosciences, Environment, and Resources National Research Council. Washington DC.
[CRITC - LIPI] Coral Reef Information and Training Centre. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006a. Studi Baseline Ekologi Kabupaten
Selayar. - Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II. Jakarta.
[CRITC - LIPI] Coral Reef Information and Training Centre. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006b. Panduan Penelitian BME Sosial-
Ekonomi. - Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II. Jakarta.
[CRITC - LIPI] Coral Reef Information and Training Centre. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang
Kabupaten Selayar tahun 2007. Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II. Jakarta.
[CRITC - LIPI] Coral Reef Information and Training Centre. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2009. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang
Kabupaten Selayar tahun 2009. Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II. Jakarta.