83
data petani yang menjadi mitranya dalam pengumpulan hasil panen tapi terdapat banyak pula petani tebu yang berada di luar kerjasama dengan pabrik gula yang
tidak terdaftar. Sehingga diperlukan metode yang dapat mendata jumlah petani tersebut. Menurut Direktorat Jendral perkebunan bahwa standar rasio penggunaan
tenaga kerja pada usahatani tebu adalah 1,5 oranghatahun. Untuk subsektor pengolahan dalam agribisnis gula, sumberdaya manusia
yang berperan di dalamnya adalah para pengelola pabrik gula. Para pengelola pabrik tersebut antara lain; buruh pabrik, karyawan pabrik, administratur pabrik,
dan jajaran direksi. Mayoritas pabrik gula di Indonesia merupakan padat karya, dimana tenaga kerja yang ada pada pabrik banyak karena terkait teknologi yang
digunakan yang sudah tua sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengoperasikannya. Kemudian untuk sektor tataniaga, sumberdaya manusia yang
memiliki peranan untuk mendukung pengembangan agribisnis gula yaitu agen atau grosir, pengecer, dan penyalur atau pengumpul.
3. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peranan yang cukup penting dalam pengembangan suatu industri, termasuk agribisnis gula Indonesia. Adapun
peranan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut ada dalam seluruh subsektor agribisnis, mulai dari input, budidaya, hingga pasca panen. Untuk agribisnis gula
di Indonesia, terdapat beberapa pihak yang berperan pengembangan sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi agribisnis gula yaitu lembaga penelitian, asosiasi
pengusaha, asosiasi petani, dewan gula Indonesia, lembaga pendidikan, dan sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.
a. Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian dalam agribisnis Gula di Indonesia ditangani oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia P3GI. P3GI memiliki
kantor pusat di Pasuruan, Jawa Timur. Tujuan P3GI adalah untuk menunjang kemajuan usaha-usaha pada agribisnis gula Indonesia melalui kegiatan penelitian
dan pengembangan teknologi Peran P3GI meliputi mengkaji tentang gula mulai dari bahan baku, proses produksi, dan teknologi budidaya agar jalannya kegiatan
agribinis gula di Indonesia dapat lebih efisien. Adapun pada program P3GI dalam pengkajian tersebut yaitu melakukan perakitan varietas bibit tebu untuk
84
menghasilkan bibit tebu yang unggul, sosialisasi dan percepatan teknologi yang dihasilkan, serta P3GI juga memiliki peranan untuk melakukan ekspor atau impor
varietas tebu unggul guna bahan persilangan dalam peningkatan dan pelebaran basic genetic
varietas tebu dalam negeri.
b. Asosiasi Pengusaha
Asosiasi Gula Indonesia AGI merupakan asosiasi pengusaha gula di Indonesia, dimana sebagai koordinasi antara PTPN yang merupakan BUMN dan
PT yang dimiliki oleh pihak swasta yang khusus bergerak di industri produksi gula. Peran dari asosiasi ini adalah untuk mencari, membagi, dan memberikan
informasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang khusus untuk produsen gula dan konsumen. Adapun salah satu program kerjanya adalah mengadakan seminar
terkait masalah dan solusi yang ada di industri gula Indonesia. AGI juga memiliki perwakilan di Dewan Gula Indonesia yang dapat mempermudah anggotanya
dalam menyalurkan aspirasi atau permasalahan yang dihadapi kepada pemerintah.
c. Asosiasi Petani
Asosiasi Petani Tebu di Indonesia terdiri dari dua bentuk yaitu BK-APTRI yang merupakan koordinasi dari 8 DPP APTRI yang tersebar di beberapa wilayah
produksi gula di Indonesia dan APTR Wilayah Kerja PTPN XI yang merupakan koordinasi dari APTR unit di Jawa Timur. Adapun fungsi BK-APTRI adalah
sebagai 1 wadah berhimpun seluruh petani tebu, 2 wahana bertemunya aspirasi dan komunikasi timbal balik antara sesama petani tebu dan organisasi profesi
yang lain, 3 wahana penggerak dan pengarah peran serta petani tebu, dan 4 wadah pembinaan dan pengembangan kegiatan-kegiatan petani tebu. Sedangkan
peran APTR PTPN XI yang sudah dilakukan sampai saat ini antara lain melakukan kontrol masuknya gula impor ilegal, melakukan stabilisasi harga gula
petani, mempelopori jaringan kerjasama dengan investor melalui sistem dana talangan dengan konsep harga mengambang. Selain itu, APTR PTPN XI juga
melakukan perbaikan bagi hasil tetes dan gula.
d. Dewan Gula Indonesia
Dewan Gula Indonesia DGI merupakan lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab pada Presiden. Dalam penerapan tugas
pokoknya tersebut Dewan Gula Indonesia, memiliki visi yaitu menjadi institusi
85
yang efisien dan efektif dalam rangka mendorong pembangunan industri gula nasional sebagai sektor agribisnis yang handal, yang berbasis kemitraan antara
perkebunan besar dan petani, sehingga mampu bersaing dengan produk pokok dan produk sampingan yang berasal dari impor. Kemudian misi dari Dewan Gula
Indonesia antara lain: a perumusan kebijaksanaan pengembangan industri pergulaan nasional; b menyinergikan komponen-komponen dalam industri
pergulaa; dan 3 memberdayakan dan melindungi usaha agribisnis pergulaan nasional. Namun dalam kenyataanya bahwa Dewan Gula Indonesia belum dapat
maksimal karena kinerja Dewan Gula Indonesia saat ini hanya sebatas pengumpulan data terkait pergulaan Indonesia dan penetapan Biaya Pokok
Produksi yang akan dibawa sebagai pijakan dalam penetapan harga jual gula di pasar.
e. Lembaga Pendidikan