22
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input
Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan yang
akan digunakan untuk subsistem di depannya, yaitu subsistem usahatani. Adapun contoh usaha dari subsistem input tersebut, antara lain: usaha sarana produksi
pertanian, dan alat serta mesin pertanian. Usaha-usaha tersebut menyalurkan produk-produknya untuk subsistem usahatani atau on farm dalam hal kegiatan on
farm sebagai bahan baku utama atau bahan baku pendukung.
Menurut Dewan Gula Indonesia 2012 bahawa adapun usaha dalam subsistem input gula yang paling strategis adalah usaha pembibitan kebun bidang
datar; KBD karena menyangkut potensi tanaman tebu yang akan diusahakan pada subsistem usahatani tebu. Usaha ini dilakukan oleh perusahaan besar; baik PTPN
maupun perusahaan swasta serta Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI. Untuk PTPN, usaha pembibitan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
PTPN sendiri dan perkebunan rakyat. Untuk PTPN yang ada di Jawa, usaha ini ini lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan perkebunan rakyat. Usaha
pembibitan tebu dapat dikatakan berbeda dibandingkan usaha pembibitan lain pada umunya. Hal ini dikarenakan pembibitan tebu memerlukan areal yang relatif
cukup luas.
2.1.2 Subsistem Usahatani
Tanaman tebu yang adalah bahan mentah sebelum menjadi gula, merupakan tanaman yang sangat peka terhadap unsur-unsur iklim. Karena itu,
waktu tanam dan panen harus diperhatikan agar tebu dapat membentuk gula dengan optimal. Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa
pertumbuhan vegetatif dan membutuhkan sedikit air saat pertumbuhan
23
generatifnya Mubyarto dan Dayanti, 1991. Teknologi budidaya yang tepat serta penggunaan varietas unggul yang paling sesuai dengan kondisi lahannya dapat
menghasilkan tebu dengan bobot dan rendemen yang tinggi. Selain itu perlu diperhatikan juga kegiatan pasca panen dengan cara menghindari kerusakan tebu
pada saat penebangan maupun pengangkutan, serta menjaga kebersihan tebu saat akan dikirim ke pabrik gula.
Secara umum, ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu. Untuk pabrik gula PG swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan
perkebunan estate dimana PG sekaligus memiliki hak guna usaha HGU untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan Gula Putih Mataram. Sedangkan
PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat. PG di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan
dengan petani tebu yang menerapkan sistem bagi hasil, petani memperoleh sekitar 66 persen dari produksi gula petani, sedangkan PG sekitar 34 persen Badan
Litbang Pertanian 2005.
2.1.3 Subsistem Pengolahan
Menurut Dewan Gula Indonesia 2012 bahwa perkembangan produksi yang cenderung menurun tidak bisa juga terlepas dari kinerja Pabrik Gula PG
dan berdampak pula pada keberadaan PG. Pada dekade terakhir, kinerja PG cenderung menurun. Disamping disebabkan oleh umur pabrik yang sudah tua,
kapasitas dan hari giling PG cenderung tidak mencapai standar. Sebagai contoh, PG yang ada di Jawa mempunyai kapasitas giling 23,8 juta ton tebu per tahun
180 hari giling. Bahan baku yang tersedia hanya sekitar 12,8 juta ton sehingga PG yang berada di Jawa mempunyai idle capacity sekitar 46,2. Selanjutnya, PG
diluar Jawa yang mempunyai kapasitas 14,2 juta ton, hanya memperoleh bahan baku sebanyak 8,6 juta ton, sehingga idle capacity mencapai 39,4. Hal ini
memberikan indikasi bahwa PG yang berada di Jawa perlu melakukan konsolidasi dan rehabilitasi.
24
2.1.4 Subsistem Tataniaga