50
konsumsi gula total tidak lebih dari 60 persen atau lebih rendah keadaanya dari tahun 1999, dengan rata-rata persentase impor dengan kebutuhan konsumsi
nasional per tahunnya mencapai 52,97 persen. Adapun negara-negara yang memasok gula ke Indonesia yaitu Thailand, Brazil, dan India. Akan tetapi ini,
fakta harus segera direspon oleh pihak-pihak terkait industri gula nasional karena berarti lebih dari setengah kebutuhan konsumsi gula nasional bergantung kepada
importasi sehingga apabila terjadi gejolak pasokan dari negara pengimpor tersebut maka industri gula domestik akan sangat terganggu dan mengancam stabilitas
ekonomi nasional karena gula merupakan salah satu komoditas pokok di
Indonesia.
Untuk mengatur importasi ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu keputusan menperindag No.643MPPKEP2002 tanggal 23 September 2002
yang mengatur jalannya impor gula nasional. Adapun isi keputusan tersebut adalah hak impor gula pasir hanya diberikan kepada kalangan perusahaan gula
yang dalam proses produksinya menggunakan lebih dari 75 persen bahan baku dari petani tebu. Tetapi implementasi kebijakan tersebut belum sesuai dengan
harapan akibat ketidakjelasan jumlah persediaan gula nasional. Untuk melindungi petani, pemerintah memberi syarat impor gula dapat dilaksanakan apabila harga
gula petani sudah di atas Rp 3.100kg. Pembatasan impor yang hanya dilakukan oleh importir produsen adalah usaha untuk dapat mengatur keseimbangan stok
antara gula lokal dengan gula impor. Namun, efektifitas kebijakan pembatasan gula impor tersebut masih harus dipertanyakan mengingat banyaknya kasus
penyelundupan dan manipulasi dokumen impor gula.
5.2.3 Harga Gula
Harga gula merupakan indikator faktual yang mencerminkan kinerja pasar gula yang baik, antara tingkat konsumsi dengan ketersediaan pasokan gula.
Apabila harga gula mengalami gejolak berarti terjadi masalah antara tingkat konsumsi atau ketersediaan pasokan gula. Harga gula di tingkat retail atau eceran
terus naik tiap tahunnya. Dilihat dari data harga eceran tahun 2008 hingga 2011, bahwa terjadi kenaikan harga rata-rata yang cukup tinggi pada tahun 2009 yang
mencapai 35 persen, hal ini dikarenakan tidak tercapainya sasaran produksi gula
51
tahun 2008 akibat berkurangnya areal pengusahaan tebu rakyat menyusul kurang
kondusifnya harga tahun 2008. Tabel 7.
Perbandingan Harga Bulanan Gula Domestik pada Tahun 2008-2011
Bulan
Harga
RpKg
2008 2009
2010 2011
Januari 6.414
6.649 11.304
11.179 Februari
6.424 7.495
11.198 11.094
Maret 6.439
7.896 10.972
10.806 April
6.307 8.076
10.445 10.832
Mei 6.436
8.405 10.242
10.370 Juni
6.514 8.553
9.960 10.383
Juli 6.449
8.468 10.742
10.499 Agustus
6.462 9.026
10.692 10.511
September 6.446
9.991 10.544
10.500 Oktober
6.409 9.840
10.922 10.451
November 6.433
9.677 11.026
10.457 Desember
6.482 10.185
11.150 10.754
Rata-rata harga per tahun 6.435
8.688 10.766
10.653 Pertumbuhan rata-rata
- 35,0
23,9 -1,1
Sumber : Kementerian Perdagangan, 2012 diolah
Selain itu, faktor agroklimat pada tahun 2009 juga menjadi penyebab kenaikan gula domestik, mulai dari kelembaban tinggi yang menstimulasi
pembungaan tebu lebih cepat dan berakibat stagnasi pertumbuhan, hujan berkepanjangan saat awal giling dengan dampak ketidaklancaran angkutan tebu
dari kebun ke pabrik, hingga kemarau esktrim panas setelah Agustus 2009 yang
berimplikasi terhadap penurunan berat tebu.
Akan tetapi pada tahun 2011 terjadi penurunan harga rata-rata gula domestik sebesar 1,1 persen. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan produksi gula
dunia, peningkatan tingkat rendemen domestik, dan peningkatan luas lahan tebu nasional. Ketiga hal tersebut terjadi pada buan Februari hingga Mei sehinggapada
medio bulan-bulan tersebut harga gula domestik turun yang membuat rata-rata harga gula domestik pada tahun 2011 menjadi lebih rendah 1,1 persen
dibandingkan tahun 2010.
Pada Tabel 10, terlihat pada bulan Januari tahun 2011 adalah posisi tertinggi harga gula domestik yang mencapai harga Rp.11.179. Pada bulan
Januari, harga rata-rata gula di 33 kota pada Januari 2011 naik sebesar 0,3 persen jika dibandingkan dengan Desember 2010. Perubahan rata-rata harga bulanan
52
adalah sebesar 3,4 persen. Jika dilihat per kota, fluktuasi harga berbeda antar wilayah. Hingga 31 Januari 2011, produksi gula nasional sebesar 55.051,2 ton.
Stok fisik GKP di gudang sebesar 707.209 ton 67 milik pedagang; 27,7 milik PG dan 5,3 milik petani. Harga gula dunia terus naik karena permintaan
yang tinggi dari Indonesia, Rusia, Belarusia dan Kazahktan, serta pasokan yang
berkurang dari Australia dan Brasil.
Untuk bulan Mei tahun 2011 adalah bulan dengan harga gula domestik terendah pada tahun tersebut. Adapun secara rata-rata nasional, fluktuasi harga
gula pada bulan Mei 2011 relatif stabil yang diindikasikan oleh perubahan rata- rata harga bulanan adalah sebesar 3,4 persen. Harga gula domestik mengalami
penurunan yang didukung faktor-faktor antara lain: tingkat rendemen tebu lebih tinggi dari tingkat rendemen tahun lalu,luas areal lahan tebu diperkirakan
meningkat 15.000 hektar menjadi 445.000 ton dan harga tender gula mengalami penurunan. Harga gula dunia mengalami penurunan dikarenakan produksi gula di
Meksiko naik sebesar 13 persen dibanding periode yang sama tahun kemarin.
5.3 Kebijakan Pergulaan Indonesia