Sumberdaya Modal Kinerja Industri Gula di Indonesia

85 yang efisien dan efektif dalam rangka mendorong pembangunan industri gula nasional sebagai sektor agribisnis yang handal, yang berbasis kemitraan antara perkebunan besar dan petani, sehingga mampu bersaing dengan produk pokok dan produk sampingan yang berasal dari impor. Kemudian misi dari Dewan Gula Indonesia antara lain: a perumusan kebijaksanaan pengembangan industri pergulaan nasional; b menyinergikan komponen-komponen dalam industri pergulaa; dan 3 memberdayakan dan melindungi usaha agribisnis pergulaan nasional. Namun dalam kenyataanya bahwa Dewan Gula Indonesia belum dapat maksimal karena kinerja Dewan Gula Indonesia saat ini hanya sebatas pengumpulan data terkait pergulaan Indonesia dan penetapan Biaya Pokok Produksi yang akan dibawa sebagai pijakan dalam penetapan harga jual gula di pasar.

e. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan yang berperan dalam industri gula Indonesia yaitu Lembaga Penelitian Perkebunan LPP, perguruan tinggi, dan lembaga lain. Lembaga pendidikan dapat berperan dalam menghasilkan informasi dan sumber wawasan terbaru dan ilmiah yang berkaitan erat dengan agribisnis gula. Hal ini akan mendorong pengembangan agribisnis gula Indonesia pada segi budidaya, pengolahan, hingga sumberdaya manusia yang ada dalam agribisnis gula tersebut.

4. Sumberdaya Modal

Permodalan merupakan faktor kunci dalam hal pengembangan Industri gula Indonesia, baik dari segi budidaya hingga pabrik gula. Kebutuhan modal yang besar dan berkesinambungan merupakan hal yang penting untuk mendorong perkembangan industri gula. Kebutuhan permodalan yang cukup besar dan periode waktu panen yang cukup lama menjadikan petani mengandalkan modal pinjaman seperti dari kredit. Sedangkan bagi pabrik gula yang mengolah tebu sendiri, permodalannya merupakan satu kesatuan dengan manajemen pabrik. Pengembangan modal dalam industri gula Indonesia penting dalam hal peningkatan kinerja dari tiap pihak yang ada dalam industri tersebut. Adapun pengembangan modal yang telah dilakukan yaitu bantuan sosial, bantuan modal berupa subsidi bunga kredit, perluasan lahan dan juga pembukaan pabrik gula baru di luar Jawa. Adapun pendirian pabrik baru tersebut dilakukan di beberapa 86 daerah, seperti Aceh, Jambi, Maluku, Kalimantan Barat, dan Merauke. Untuk pembangunan pabrik gula di Aceh diestimasikan akan membutuhkan areal seluas 120 ha untuk lahan tanaman tebu pabriknya, sedangkan untuk di Merauke membutuhkan lahan seluas 200 ha untuk tanaman tebu, kedua daerah tersebut akan diproyeksikan untuk menanam plant cane atau tanaman baru. Pengembangan industri gula di Merauke ini masuk dalam perencanaan pengembangan kawasan timur yang dipimpin oleh Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat UP4B. Untuk daerah pengembangan industri gula di Kalimantan Barat, daerah tersebut hanya diproyeksikan untuk areal penanaman tebu tanpa ada pembangunan pabrik gula karena hasil dari areal penanaman tersebut digunakan untuk bahan baku gula merah. Untuk bantuan sosial, pemerintah telah menjalankan beberapa program yang antara lain adalah Kebun Bibit Datar KBD, perluasan lahan atau ekstensifikasi, dan demplot kebun bibit unggul. Kebun Bibit Datar KBD adalah bantuan pemerintah berupa kebun bibit untuk petani yang nantinya digunakan sebagai kebun tebu giling yang hasil panennya masuk ke pabrik. Untuk 1 ha hasil kebun bibit datar ini akan digunakan bagi 7-8 ha kebun tebu giling di Jawa, sedangan di luar Jawa bahwa 1 ha hasil kebun bibit datar akan menghasilkan 5 ha kebun bibit tebu giling. Adapun total dana, luas areal KBD, dan daerah sasaran program ini meningkat pada dua tahun terakhir. Pada tahun 2010, KBD ini diberikan untuk dua propinsi yaitu Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan dengan total dana mencapai Rp.6,6 miliar untuk luas areal 50 ha. Pada tahun 2011, KBD dilakukan pada luas areal lahan 750 ha pada 11 propinsi, meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Adapun jumlah dana untuk program KBD pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 24,2 triliun. Untuk perluasan lahan atau ekstensifikasi adalah program pemerintah berupa bantuan pendanaan bagi petani yang melakukan penanaman plant cane atau tanaman baru di areal usahataninya. Terdapat masalah produktivitas pada petani adalah petani kerap melakukan penanaman hingga musim tanam lebih dari 5 atau tanaman tebu dipanen sebanyak lebih dari 5 kali. Padahal menurut arahan dari Subdirektorat Budidaya dari Direktorat Jendral Perkebunan adalah untuk 87 mencapai optimalisasi rendemen maka petani melakukan maksimal 5 kali panen dalam setiap tanaman tebu karena apabila lebih dari 5 kali maka rendemen tersebut akan menurun dan berakibat pada penurunan produktivitas hablur untuk pabrik dan pendapatan yang petani itu sendiri. Sehingga pemerintah berusaha untuk menarik minat petani agar mau mengikuti arahan dari Subdirektorat Budidaya Tanaman Semusim dengan cara memberi insentif bagi petani yang menanam Plant Cane atau tanaman baru agar tercipta keseragaman musim panen dan mencapai optimalisasi hasil rendemen tebu itu sendiri. Mekanisme program ini adalah Direktorat Jendral Perkebunan mengalirkan dana dan pemetaan daerah sasaran pogram kemudia dimandatkan ke pemerintah daerah sasaran melalui dinas perkebunan daerah sasaran. Wewenang dari pemerintah daerah melalui dinas perkebunan daerah sasaran adalah mengawasi program tersebut agar tepat sebagaimana tujuan program tersebut. Kemudian, dinas perkebunan memandatkan kepada pemerintah kabupaten untuk melakukan proses seleksi terhadap kelompok tani yang dianggap mampu menjalankan program ini dengan baik. Apabila sudah ada nama-nama calon terpilih kelompok tani dan lahan yang menjadi sasaran program maka akan dikeluarkan SK dari dinas propinsi terkait pencairan dana program perluasan lahan tersebut bagi para calon terpilih. Setelah itu, kelompok tani terpilih diwajibkan untuk memiliki rekening sebagai wadah transfer dana bantuan program. Proses pencairan dilakukan melalui aturan penandatanganan dari tiga pihak yang merupakan tim teknis program tersebut. Tiga pihak tersebut adalah pemerintah kabupaten, ketua kelompok tani terpilih, dan ketua KPTR setempat. Setelah itu maka akan dilakukan pengawasan berkala dari dinas perkebunan terhadap jalannya program di tingkat kelompok tani. Program perluasan areal tebu ini mengalami peningkatan dari segi jumlah areal, propinsi sasaran, dan total dana dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2010, program perluasan areal tebu ini mencapai 723 ha dengan total dana adalah Rp. 12,2 miliar terdapat 6 propinsi yang menjadi sasaran program yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo. Pada tahun 2011, luas areal tebu yang meningkat hampir 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Luas areal tebu yang mencapai 2043 ha dengan total dana 88 Rp.36,5 miliar Propinsi yang menjadi sasaran program pada tahun 2011 yaitu 11 propinsi, meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Program demplot kebun bibit unggul adalah salah satu program unggulan pemerintah dalam peningkatan kinerja usahatani tebu di Indonesia, yang merupakan bantuan sosial pemerintah terhadap petani. Program ini berbentuk penbangunan demplot kebun bibit unggul tebu di tingkat petani agar dalam kegiatan usahataninya, petani dapat menggunakan bibit yang berkualitas unggul dan diharapkan seragam varietasnya. Program ini mengalami peningkatan dari sisi luas lahan, dana, dan propinsi sasaran dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2010, program demplot kebun bibit unggul ini hanya mencapai 2 ha dengan jumlah dana sekitar Rp.34,2 miliar pada satu propinsi yaitu Gorontalo. Kemudian pada tahun 2011, terdapat peningkatan sekitar 100 kali yaitu pada luas areal mencapai 203 ha dengan total dana Rp.6,9 miliar pada enam propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Selain bantuan sosial, pengembangan agribisnis gula di Indonesia juga terdapat subsidi modal. Subsidi modal untuk petani tebu di Indonesia ini termasuk pada program KKP-E atau Kredit Ketahanan Pangan-Energi. Tebu termasuk dalam komoditas yang menyangga ketahanana pangan Indonesia. Adapun program KKP-E ini dikelola oleh pemerintah dan bank pelaksana. KKP-E ini merupakan subsidi pemerintah terhadap bunga pinjaman yang dilakukan petani sehingga beban bunga petani menjadi lebih ringan. Subsidi pemerintah terhadap beban bunga petani adalah 5 persen dengan bunga komersial bank sebesar 12 persen, sehingga beban bunga yang ditanggung oleh petani adalah sebesar 7 persen. Mekanisme program KKP-E ini adalah kelompok tani mengajukan permohonan subsidi modal kepada Koperasi Petani Tebu Rakyat KPTR di wilayahnya. Kemudian KPTR mengajukan permohonan tersebut ke pabrik gula yang nanti akan memfasilitasi permohonan tersebut ke bank pelaksana. Adapun bank pelaksana yang ditunjuk pemerintah berjumlah 21 bank, dimana terdapat 10 bank umum dan 11 bank daerah. Adapun 10 bank umum tersebut antara lain bank 89 mandiri, bank BRI, bank BNI, bank Bukopin, bank BCA, bank agro niaga, bank BII, bank CIMB Niaga, bank danamon, dan bank Artha Graha. Kemudian, untuk 11 bank daerah tersebut adalah bank daerah yang bertempat pada daerah sasaran program KKP-E untuk tanaman tebu yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Papua, Gorontalo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Untuk tahun 2011, realisasi program KKP-E untuk tanaman tebu mencapai Rp.931.849.200. Adapun plafon KKP-E untuk tanaman tebu hanya Rp.299 miliar berarti penyerapan dana tersebut malah lebih 3 kali lipat dari plafon yang diberikan atau sebesar 311,28 persen. Pemerintah dengan program-program tersebut adalah cerminan bahwa pemerintah ingin mengejar visi swasembada gula tahun 2013. Program bantuan sosial seperti KBD, perluasa lahan, dan demplot kebun bibit unggul adalah termasuk dalam program akselarasi peningkatan produksi tebu yang sudah dicanangkan sejak tahun 2002, serta KKP-E yang merupakan implementasi pemerintah dalam menyelesaikan masalah permodalan di tingkat petani tebu. Dengan tren peningkatan program tersebut dari segi jumlah dana dan areal lahan, juga mencerminkan bahwa animo petani untuk tetap menanam tebu dan tidak terpengaruh untuk melakukan peralihan tanaman seperti yang banyak diwacanakan tentang konversi lahan tebu menjadi tanaman yang lebih bernilai dari segi ekonomi. 5. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastrutur merupakan sumberdaya yang juga penting dalam mendukung pengembangan agribisnis gula di Indonesia. Sumberdaya infrastruktur tersebut antara lain irigasi, transportasi seperti jalan raya, pasar, dan alat telekomunikasi serta informasi. Tidak semua infrastruktur yang ada tersebut dapat digunakan dengan baik, sebagai contoh irigasi untuk lahan sawah di daerah Jawa sudah menurun kualitasnya kerana kerusakan alam. Industri gula di Jawa secara umum memiliki infrastruktur yang cukup mendukung. Namun, irigasi dan sarana jalantransportasi untuk mengangkut tebu yang di beberapa tempat belum memadai. Sebagai contoh, infrastruktur industri gula Kebon Agung di Jawa Timur sudah cukup memadai, baik itu jalan maupun sarana komunikasi. 90 Kasus lain di PG Jati Barang, Jawa Tengah, sarana jalan untuk mengangkut tebu di beberapa lokasi kurang memadai. Akibatnya, untuk beberapa lokasi tersebut ongkos angkut tebu sebagai salah satu komponen biaya utama menjadi lebih mahal. Infrastruktur industri gula di luar Jawa seperti di Lampung sudah memadai, khususnya yang dikelola oleh swasta. Sebagai contoh, jalan kebun sangat memadai sehingga berbagai aktivitas usaha sejak dari tanam sampai panen berjalan efisien. Infrastruktur PG di Lampung yang dikelola swasta merupakan salah satu penyebab tingginya efisiensi industri gula tersebut Dirjen Perkebunan, 2006.

6.2.2 Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan merupakan faktor yang termasuk penting dalam peningkatan dayasaing agribisnis gula di Indonesia. Kondisi permintaan akan dijelaskan melalui tiga sub faktor yaitu komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, dan internasionalisasi permintaan domestik.

1. Komposisi Permintaan Domestik