59
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Matriks Perbandingan Berpasangan 6.1.1 Komponen Pembanding Analisis Matriks Perbandingan Berpasangan
Komponen pembanding Analisis Matriks Perbandingan Berpasangan terbagi atas lima komponen pembanding yang nantinya akan menghasilkan angka
perbandingan antar wilayah yang diteliti. Kelima komponen pembanding tersebut adalah Luas Lahan, Jumlah Pabrik, Produktivitas Tebu, Produktivitas Hablur,dan
Produksi Hablur. Komponen pembanding ini berpengaruh terhadap dayasaing industri gula Indonesia yang diwakili oleh komponen pembanding yang dapat
dikatakan indikator kinerja industri gula. Kelima komponen pembanding tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Luas Lahan
Setiap tanaman memiliki karakteristik kondisi lahan yang baik untuk ditanami, sama halnya dengan tebu. Adapun kondisi lahan khas yang memenuhi
kesesuaiannya dengan tanaman tebu antara lain lahan sebaiknya bergelombang antara 0-15 persen, berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2 persen apabila
tanahnya ringan dan sampai 5 persen apabila tanahnya lebih berat. Selain itu, tanah yang baik untuk tanaman tebu yanitu tanah dengan lapis tebal, lempeng baik
yang berkapur maupun berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman pH tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah berkisar 5,5-7,5.
Tanaman tebu dapat tumbuh baik dari pantai hingga dataran tinggi, antara 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200 m di atas
permukaan laut pertumbuhan tanaman tebu relatif melambat. Kemudian, Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah berkisar antara 24-30
C, beda suhu musiman tidak lebih dari 6
, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10
C Direktorat Budidaya Tanaman Semusim, 2006. Adapaun daerah yang ideal untuk mengusahakan tanaman tebu adala daerah rendah dengan jumlah
curah hujan tanaman 1500-3000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu.
Budidaya tebu di Indonesia mengenal dua macam lahan yang dapat diusahakan untuk penanaman tebu yaitu lahan sawah dan lahan kering. Adapun
60
perbedaan dari dua macam lahan ini adalah lahan sawah memiliki fasilitas pengairan yang cukup Sedangkan untuk lahan kering, memperoleh pengairannya
melalui air hujan. Lahan sawah untuk tanaman tebu di Indonesia lebih banyak terdapat di Jawa, sedangkan lahan kering juga terdapat di Jawa dan seluruh areal
di luar Jawa. Pada awal tahun 1990-an, petani tebu di pulau Jawa menanam tebu di
lahan sawah akan tetapi adanya Undang-Undang Budidaya tahun 1992 yang membebaskan petani menanam komoditas yang paling menguntungkan, sehingga
terjadi konversi lahan dari lahan sawah untuk tebu menjadi lahan sawah untuk tanaman pangan. Dengan adanya kejadian tersebut, membuat pergeseran budidaya
tebu dari lahan sawah ke lahan kering atau tegalan. Selain itu, petani cenderung menggunakan bibit seadanya dan melakukan keprasan berulang kali. Adanya
konversi lahan tanaman tebu menjadi lahan tanaman pangan, pergeseran lahan sawah ke lahan kering, kecenderungan petani menggunakan bibit seadanya, dan
petani melakukan keprasan berulang kali adalah faktor yang membuat terjadinya kecenderungan penurunan Produktivitas tebu tebu pada medio tahun 1994 hingga
tahun 1999. Berdasarkan syarat-syarat kesesuaian lahan untuk penanaman tebu, di Indonesia lahan untuk penanaman tebu lebih banyak ada di Jawa. Menurut Dewan
Gula Indonesia 2011, bahwa pulau Jawa masih menjadi daerah penyangga produksi tebu di Indonesia dengan 273.924 ha atau 60,8 persen luas lahan
pengembangan tebu di Indonesia. Menurut data Dewan Gula Indonesia pada tahun 2011, bahwa luas lahan
pengembangan tebu di Indonesia adalah yang mencapai 450.297 ha pada tahun, yang naik sebesar 7,66 persen dari tahun sebelumnya. Adapun pulau Jawa masih
menjadi daerah penyangga produksi tebu di Indonesia dengan 273.924 ha atau 60,8 persen luas lahan pengembangan tebu di Indonesia dan sisanya sebesar 39,2
persen berada di luar Jawa. Luas areal pengembangan tebu di Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari tahun 1993 hingga tahun
2011. Kecenderungan meningkat ada pada medio tahun 2004 hingga tahun 2011. Kecenderungan peningkatan tersebut merupakan efek dari program pemerintah
untuk meningkatkan produksi dan menciptakan swasembada gula.
61
Tabel 8.
Luas Lahan Tebu di Tujuh Wilayah Penghasil Gula di Indonesia Tahun 2011
Wilayah Penghasil Gula Luas Lahan ha
Sumatera Utara 10.046,7
Sumatera Selatan 15.282,6
Lampung 128.321,5
Jawa Barat-Yogyakarta-Jawa Tengah 62.122,4
Jawa Timur 192.307,6
Sulawesi Selatan 14.039,8
Gorontalo 8.681,7
Sumber: Dewan Gula Indonesia 2012
Tabel 8 merupakan wilayah penghasil gula dan luas lahan dari tujuh wilayah yang diteliti yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa
Barat-Jawa Tengah-Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Luas lahan dari tujuh wilayah di bawah ini berdasarkan data tahun 2011. Luas
lahan yang tertinggi dimiliki oleh wilayah Jawa Timur dengan 192.307,6 ha dan luas lahan terendah dimiliki oleh wilayah Gorontalo dengan 8.681,7 ha.
2. Jumlah Pabrik