97
digunakan untuk menghasilkan berbagai produk turunan tebu. Berkaitan dengan produk turunan tebu, PG di Indonesia sebenarnya sudah sejak awal merintisnya,
namun pengembangannya kalah cepat dengan investor swasta. Sebelum berbagai jenis produk turunan tebu berkembang seperti saat ini, pada tahun 1960 telah ada
4 pabrik alkoholspiritus yang dimiliki industri gula.Pada saat ini sudah ada sekitar 45 buah pabrik produk turunan tebu dengan 14 jenis produk turunan tebu.
Diantara jumlah tersebut sekitar 9 buah pabrik yang dimiliki industri gula.
c. Industri Jasa Tataniaga
Industri tataniaga adalah industri yang tidak kalah penting dengan industri pengolah dan bahan baku karena dengan peran industri ini maka kinerja dari
industri bahan baku dan pengolahan dapat melihat hasil yang mereka dapatkan secara riil yaitu dengan harga yang mereka terima. Industri ini melibatkan banyak
pihak yaitu petani, pengumpultengkulakbakulmediator, pedagang besargrosir agen, pedagang kecilpengecerretail, dan konsumen baik konsumen rumah tangga
maupun konsumen industri makan dan minuman. Adapun dalam industri tataniaga ini terdapat dua mekanisme tataniaga gula, yaitu mekanisme lelang dan
mekanisme jual bebas. 1 Mekanisme Lelang
Sistem lelang terutama bisa dilakukan untuk menjual gula milik pabrik gula PG. Namun, PG sendiri tidak berhak untuk mengadakan lelang. Lelang
biasanya dilakukan oleh pihak direksi melalui divisi tataniagapemasaran seperti di Jakarta untuk PT RNI wilayah Jawa Barat, di Solo untuk PTPN IX Wilayah
Jawa Tengah, di MalangSurabaya untuk PTPN XI Wilayah Jawa Timur dan Makasar untuk PTPN XIV.
Dalam sistem lelang terdapat dua saluran distribusi yaitu: 1Gula PGGula Petani→DistributorGrosirAgen→PengecerRetail→ Konsumen Akhir,
2Gula PGGula Petani→DistributorGrosirAgen→Konsumen Akhir.
2 Mekanisme Jual Bebas Selain dengan melalui sistem lelang, penjualan gula milik petani sebagian
besar dilakukan dengan sistem jual bebas. Mekanisme ini berlaku sejak tahun 1998 yaitu setelah tataniaga gula diserahkan ke pasar bebas. Hal ini berbeda jauh
dengan tahun-tahun sebelumya yang dilakukan oleh BULOG. Pada mekanisme
98
jual bebas, terdapat beberapa saluran pemasaran yang umumnya dilakukan oleh petani seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Dari kelima saluran tersebut, umumnya petani lebih menyukai saluran kelima, saluran keduaketiga, saluran pertama dan keempat. Artinya petani lebih
suka menjual langsung ke pengecer atau retail. Hal ini disebabkan harga yang diterima akan lebih tinggi. Namun, saluran kelima tersebut jarang dilakukan
karena volume gula yang dijual maksimal 5 kuintal. Selain itu apabila petani langsung menjual ke pengecer, biaya tataniaga seperti transportasi, bongkar muat
menjadi kewajiban petani. Namun, petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia APTRI, melakukan kerjasama dengan investor untuk
menjamin harga gula yang dimilikinya.
Gambar 3.
Saluran Tataniaga Gula Milik Petani Sumber: Dirjen Bina Perkebunan 2002
Adapun industri tataniaga gula ini dapat dijelaskan pula menurut jalur distribusi berdasarkan jenis gula kristal, yaitu jalur distribusi untuk gula kristal
putih dan jalur distribusi gula kristal rafinasi. Berikut ini adalah jalur distribusi gula kristal putih:
99
1. ProdusenImportir – Distributor – Sub distributor – Grosir – Retail Jalur
ini merupakan jalur terpanjang dari rantai distribusi di industri gula Indonesia. Jalur ini bisa ditemui di daerah yang memang sangat jauh dari
jangkauan pedagang utama gula, mereka akhirnya menggunakan jalur tradisional yang melibatkan lebih banyak pedagang dengan skala distribusi
yang semakin kecil. Distributor utama sebagian besar keberadaanya dekat dengan produsengudang dimana gula diproduksidiimpor.
Khusus untuk gula petani yang dilelang, distributor pemenang lelang seperti hanya menjadi kepanjangan tangan saja untuk memindahkan gula
yang dimenangkan melalui lelang. Gula hasil lelang dijual saat itu juga kepada sub distributor yang langsung mengambilnya. Margin keuntungan
penjualan, hanyalah selisih harga lelang dengan harga tebus oleh sub distributor. Akitivitas distributor lebih terfokus pada upaya memenangkan
lelang saja. Dari distributor ini maka kemudian gula mulai tersebar melalui sub distributor yang keberadaannya hampir ada di setiap kabupaten.
Setelah itu gula kemudian dijual ke grosir dan akhirnya ke retailer. 2.
ProdusenImportir – Distributor – Grosir – Retailer Kondisi distribusi dengan jalur seperti ini memiliki beberapa kemungkinan
antara lain: i
Rantai setelah distributor sub distributor secara ekonomis tidak lagi dibutuhkan. Artinya grosir dapat melakukan pembelian langsung ke
distributor, tanpa melalui sub distributor yang justru menimbulkan inefisiensi. Misalnya karena jarak antara gudang distributor dengan
grosir sangat dekat. ii
Sub distributor dimiliki langsung oleh distributor, sehingga dalam jalur distribusi tersebut keberadaan sub distributor menjadi seperti menyatu
dengan distributor dan tidak tampak menjadi bagian dari distributor. 3.
ProdusenImportir – Distributor – Retailer Jalur distribusi ini mereduksi peran sub distributor dan grosir. Hal ini
memiliki dua kemungkinan : i
Secara ekonomis ada keuntungan yang luar biasa bagi distributor ketika dapat menyalurkan langsung ke retailer. Hal ini dimungkinkan
100
karena tidak ada lagi kendala ekonomis yang dihadapi oleh distributor untuk menyalurkan langsung ke retailer yang mampu membeli dengan
skala sangat besar. Misalnya tidak ada kendala terkait dengan angkutan dan biaya transportasi lainnya.
ii Dalam pola yang lebih maju seperti yang dilakukan oleh Garuda Panca
Arta Lampung yang mendistribusikan produk Gulaku, maka tidak ada hambatan berarti untuk langsung mendistribusikan produknya
tersebut ke retailer. Dalam hal ini perusahaan industri gula mendirikan anak perusahaan yang bergerak di distribusi gula.
4. Produsen – Retailer
Model seperti ini juga dilakukan oleh beberapa PTPN tetapi dalam skala yang sangat kecil, biasanya dilakukan pendistribusian ke beberapa
koperasi pesantren di provinsi Jawa Timur yang selama ini menjadi lumbung gula Indonesia. Dari koperasi inilah para anggotanya kemudian
mengkonsumsi langsung gula.
101
Berikut ini adalah gambara dari jalur distribusi gula kristal putih yang telah dijelaskan seperti di atas.
Gambar 4.
Jalur Distribusi Gula Kristal Putih
Sumber: Komisi Pengawas Persaingan Usaha 2010
Sementara itu, jalur distribusi gula rafinasi sangat berbeda dengan jalur distribusi gula kristal putih. Jika distribusi pada gula kristal putih dibebaskan siapa
saja boleh berdagang, maka distribusi gula rafinasi ini lebih ketat karena distributor ditunjuk langsung oleh pabrik gula rafinasi dan sub distributor ditunjuk
langsung oleh distributor. Tidak sembarangan pihak bisa menjadi distributor maupun sub distributor gula rafinasi.
102
Gambar 5.
Jalur Distribusi Gula Kristal Rafinasi Sumber: Komisi Pengawas Persaingan Usaha 2010
Distributor dan sub distributor yang ditunjuk pun harus didaftarkan di Kementrian Perindustrian terlebih dahulu dan untuk kemudian mendapat
persetujuan. Pengaturan yang ketat dalam jalur distribusi gula rafinasi ini dilakukan agar gula rafinasi tidak merembes ke pasaran ritel. Dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk maka jumlah kebutuhan konsumsi gula juga diperkirakan bertambah. Tidak hanya konsumsi gula secara langsung tetapi juga
gula yang digunakan dalam memproduksi makanan dan minuman. Peningkatan jumlah penduduk, perkembangan industri makanan dan minuman serta
meningkatnya pendapatan masyarakat meningkatkan kebutuhan akan gula.
2. Industri Pendukung