81
dikelola oleh petani tebu sepenuhnya tanpa ada campur tangan pabrik gula sehingga untuk kepentingan kegiatan usahataninya maka itu adalah kewenangan
penuh petani tebu. Sedangkan lahan tebu swasta merupakan lahan tebu yang dikelola pleh pabrik gula sehingga segala hal tentang kegiatan usahatani tebu
diatur sesuai aturan pabrik tebu, sehingga pabrik dengan baik menetapkan varietas dan pupuk yang digunakan agar mereka mendapatkan tebu yang berkualitas.
Masalah penyeragaman varietas berawal dari kewenangan petani menanam bibit tebunya, apabila pada lahan tebu rakyat maka petani dapat
menanam bibit yang sesuai dengan mereka tapi menimbulkan variasi hasil tebu yang tinggi dihasilkan oleh. Mayoritas lahan tebu di Jawa adalah lahan tebu
rakyat sehingga preferensi penanaman bibit tebu bervariasi setiap petani sehingga produktivitas di Jawa menjadi beragam. Berbeda dengan lahan di luar jawa yang
lebih banyak lahan tebu swasta sehingga pengelolaan khusus untuk penanaman bibit dapat dilakukan seragam, karena pabrik gula menetapkan standar bagi tiap
bibit yang ditanam oleh petani di lahan tebu swasta tersebut. Hal tersebut menghasilkan produktivitas yang seragam dan cenderung lebih baik ketimbang
hasil yang ada pada lahan tebu rakyat.
2. Sumberdaya Manusia
Usahatani tebu yang merupakan elemen penting dalam dayasasaing industri gula Indonesi saat ini, sebagian besar masih bertumpu pada tebu rakyat
yang diusahakan oleh para petani sebagai pelaku usaha pemasok bahan baku tebu. Sehingga upaya-upaya untuk mendorong peningkatan produksi tidak akan terlepas
dari keterlibatan, kemampuan dan kemauan petani untuk tetap mengelola dan mengembangkan usahatani tebunya secara baik dan berkesinambungan. Adapun
kinerja petani tebu Indonesia sangat dipengaruhi oleh luas kepemilikan dan potensi lahan, modal kerja, serta kemampuan memasarkan hasil panennya.
Menurut Dewan Gula Indonesia 2010 bahwa jumlah petani tebu rakyat di seluruh Indonesia pada tahun 2009 mencapai 994.966 orang, dimana proporsi
penyerapan petani tebu di pulau jawa mencapai 99,28 persen sedangkan luar jawa hanya mencapai 0,72 persen. Pada tahun 2009, jumlah petani di Jawa mengalami
kenaikan sebesar 5,58 persen sedangkan di luar jawa mengalami penurunan jumlah sebesar 24,98 persen. Kenaikan jumlah petani di Jawa dan luar Jawa
82
dipengaruhi luas lahan tebu rakyat, dimana pada tahun 2009 di Jawa mengalami peningkatan luas areal tebu rakyat sebesar 5,57 persen sedangkan di luar Jawa
mengalami penurunan sebesar 33,29 persen, sehingga penyerapan lahan di dua wilayah tersebut mengalami kondisi yang berbanding terbalik akibat luas
lahannya. Namun secara keseluruhan, jumlah petani tebu rakyat di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu 5,27 persen dibanding tahun 2008
yang akibat penambahan luas areal tebu rayat sebesar 3,29 persen. Kemudian, terdapat Koperasi Petani Tebu Rakyat KPTR sebagai wadah petani untuk
memperkuat posisi tawarnya dan sebagai wadah untuk mendapatkan informasi dan bantuan dari pemerintah. KPTR di Indonesia berjumlah 109 koperasi di
seluruh Indonesia. Setiap KPTR di wilayahnya bekerjasama dengan pabrik gula di wilayah tersebut, setiap pabrik gula mengampu satu hingga lima KPTR di wilayah
tersebut. Adanya KPTR ini bermanfaat untuk mempermudah pemerintah dalam pengelolaan bantuan kepada petani tebu, untuk kerjasama pabrik gula dengan
petani, dan untuk memperkuat posisi tawar petani dihadapan pabrik gula dan pemerintah ketika ada masalah.
Tabel 29. Jumlah Petani Tebu Rakyat di Indonesia Tahun 2007-2009
Tahun Jawa
Luar Jawa Indonesia
Jumlah Petani
orang Pertumb
uhan Jumlah
Petani orang
Pertumb uhan
Jumlah Petani
orang Pertumb
uhan 2007
933.378 -
7.082 -
940.460 -
2008 935.678
0,25 9.448
33,41 945.125
0,50 2009
987.878 5,58
7.088 -24,98
994.966 5,27
Sumber: Dewan Gula Indonesia 2010
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan 2011 bahwa untuk menghitung jumlah tenaga kerja yang ada di usahatani tebu dapat dilakukan dengan
menghitungnya dari perkalian luas areal tebu yang ada di suatu wilayah ha dan standar rasio penggunaan tenaga kerja atau petani di areal tebu tesebut
oranghatahun. Hal ini digunakan untuk memudahkan dalam penghitungan data jumlah tenaga kerja dalam usahatani tebu, karena walau pendataan dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan pabrik gula, dimana pabrik gula mencatat
83
data petani yang menjadi mitranya dalam pengumpulan hasil panen tapi terdapat banyak pula petani tebu yang berada di luar kerjasama dengan pabrik gula yang
tidak terdaftar. Sehingga diperlukan metode yang dapat mendata jumlah petani tersebut. Menurut Direktorat Jendral perkebunan bahwa standar rasio penggunaan
tenaga kerja pada usahatani tebu adalah 1,5 oranghatahun. Untuk subsektor pengolahan dalam agribisnis gula, sumberdaya manusia
yang berperan di dalamnya adalah para pengelola pabrik gula. Para pengelola pabrik tersebut antara lain; buruh pabrik, karyawan pabrik, administratur pabrik,
dan jajaran direksi. Mayoritas pabrik gula di Indonesia merupakan padat karya, dimana tenaga kerja yang ada pada pabrik banyak karena terkait teknologi yang
digunakan yang sudah tua sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengoperasikannya. Kemudian untuk sektor tataniaga, sumberdaya manusia yang
memiliki peranan untuk mendukung pengembangan agribisnis gula yaitu agen atau grosir, pengecer, dan penyalur atau pengumpul.
3. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi