Tangga. Perencanaan pembentukan kelembagaan RW Hijau dan kader lingkungan melibatkan warga RW 14 karena perencanaan kelembagaan RW Hijau murni atas
dasar inisiatif warga. Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 77 responden hanya 32,5 persen responden yang terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau,
sedangkan 67,5 persen responden tidak terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau. Responden yang terlibat hanya pengurus RW dan RT, pengurus PKK
RW dan RT, serta beberapa tokoh masyarakat.
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden yang terlibat dalam Pembentukan Kelembagaan RW Hijau di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru,
Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Terlibat 25
32,5 Tidak terlibat
52 67,5
Total 77
100
Bentuk keterlibatan responden dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau pun beragam. Berdasarkan hasil wawancara wujud keterlibatan responden
dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau dapat dikategorikan sebagai berikut: menghadiri rapat atau pertemuan, memberikan ide atau gagasan, dan menyediakan
tempat. Sebagian besar responden menghadiri rapat atau pertemuan yang diadakan oleh pengurus RW 14 dan hanya sedikit diantara mereka yang
memberikan ide atau gagasan dalam perencanaan program, namun ada juga responden yang menyediakan tempat rumahnya untuk pertemuan.
6.2.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam program pembangunan yang diwujudkan secara nyata melalui partisipasi dalam bentuk
sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. Partisipasi rumah tangga dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga
merupakan salah satu indikator keberhasilan program. Hasil pengolahan data dalam Tabel 17. menunjukkan bahwa 83,1 persen responden bersedia
berpartisipasi dalam pelaksanaan program, sedangkan16,9 persen responden tidak bersedia melaksanakan program.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden yang Ikut Pelaksanaan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Ikut melaksanakan program 64
83,1 Tidak ikut tidak melaksanakan program
13 16,9
Total 77
100
Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi partisipasi responden dalam program dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
kesadaran menjaga lingkungan, ajakan teman, saudara atau tetangga, dan sekedar ikut saja. Sebagian besar responden berpartisipasi dalam pelaksanaan program
karena kesadaran menjaga lingkungan, mengingat keprihatinan mereka akan kondisi lingkungan terutama masalah persampahan di Kota Depok dan predikat
Kota Depok sebagai Kota Metropolitan Terkotor pada penilaian Adipura tahun 2005. Namun, ada juga responden yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program
karena ajakan teman, saudara, atau tetangga, artinya mereka dapat dikatakan memiliki kesadaran yang rendah sehingga perlu dimotivasi oleh lingkungan
sekitar agar bersedia mengikuti program. Responden yang sekedar ikut saja ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program dapat dikatakan kurang memiliki
kesadaran terhadap lingkungan karena mereka melaksanakan program karena mengikuti tren semata. Artinya, apabila mereka tidak ikut program maka dianggap
tidak gaul dan berpotensi dijauhi oleh warga lain, berikut petikan wawancara dengan salah satu responden, Ibu NP:
“ Saya sih mbak cuman sekedar ikut saja, yahh,,bisa dibilang ikut-ikutan ajalah. Kalau nggak ikut ntar dicap nggak gaul
dong, bisa-bisa dijauhin sama warga yang lain..”
Responden yang tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga sejumlah 13 orang. Berdasarkan hasil wawancara,
dari berbagai alasan yang melatarbelakangi responden tidak partisipasi dalam program dikategorikan menjadi tiga, yaitu: sibuk kerja, kurang sosialisasi
program, dan memang tidak berminat mengikuti program ini. Alasan utama responden tidak berpartisipasi dalam program adalah karena sibuk kerja.
Pekerjaan di kantor yang cukup padat dan menyita waktu tidak memungkinkan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam program, hal ini biasanya terjadi pada
rumah tangga dimana suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga tidak jarang pembantu rumah tangga yang diminta untuk mengikuti program. Responden lain
merasa kurang adanya sosialisasi program karena sosialisasi program hanya dilaksanakan satu kali yakni ketika acara pelatihan mengenai program dan hanya
diperuntukkan bagi pengurus RW, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan, sehingga mereka tidak sepenuhnya memahami tujuan dan manfaat program.
Namun ternyata ada juga responden yang memang benar-benar tidak berminat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena program dianggap terlalu
merepotkan dan sulit untuk diterapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memang tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan
lingkungan. Responden yang berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah
Tangga ini memiliki peranan yang berbeda, yakni sebagian besar responden berperan sebagai partisipan saja, artinya mereka hanya melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang ada dalam program tanpa terlibat proses perencanaan ataupun sosialisasinya. Responden ada juga yang berperan sebagai kader lingkungan dan
pengurus RT atau RW dimana mereka terlibat mulai perencanaan, sosialisasi, hingga pelaksanaan program, hal inilah yang membedakan peran mereka dengan
partisipan saja.
Program yang telah dilaksanakan sejak akhir bulan Juni 2008 ini mendapat respon positif dari warga RW 14. Pokja RW Hijau beserta kader lingkungan bahu-
membahu melatih dan memantau pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga. Pokja RW Hijau yang dimotori oleh Bapak Maman Ketua Pokja
sekaligus Ketua RT 05 bersama para anggota Pokja lainnya rutin mendatangi setiap RT untuk membantu warga mengebor tanah, baik tanah yang terdapat di
halaman rumah maupun di sepanjang saluran air atau got untuk membuat lubang resapan Biopori.
Pokja RW Hijau berkoordinasi dengan para kader lingkungan mengumpulkan sampah anorganik, yang terdiri dari sampah kemasan, botol,
kaleng, kardus, kertas, kantong plastik dan barang-barang lain yang terbuang namun masih memiliki nilai ekonomis atau nilai jual dari para warga untuk
ditampung di pos yang terdapat di masing-masing RT. Sampah yang telah
dikumpulkan di pos dipilah sesuai jenisnya dapat didaur-ulang menjadi kerajinan tangan atau dijual ke lapak kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam kas RW
Hijau dan kas masing-masing RT. Kader lingkungan juga memiliki andil besar dalam pelaksanaan program.
Ibu Kusmedi salah satu kader RT 03 yang sudah setahun ditunjuk menjadi kader oleh RW setempat dikarenakan beliau aktif di berbagai kegiatan RT. Ibu Kusmedi
juga kreatif dalam hal mendaur ulang sampah, seperti mengubah potongan sedotan bekas air mineral gelas menjadi sebuah anyaman yang dapat dirajut
menjadi beragam kerajinan diantaranya taplak meja, tas, dompet, kotak tisu, sarung handphone, dan sebagainya. Hasil kreasi dari potongan sedotan air mineral
gelas yang telah dihasilkan pun telah tampil di beberapa pameran di Kota Depok dan memiliki nilai jual yang tidak kalah dengan produk olahan sampah yang
terlebih dahulu ada di pasaran. Ketika ditanya tentang alasan kesediaan beliau menjadi kader, berikut jawaban Ibu KS:
“ Saya bersedia menjadi kader karena dapat menyalurkan kreativitas saya miliki yakni membuat kreasi dari sampah
terutama yang anorganik dan saya berharap yang lain juga terinspirasi dan tertarik untuk melakukan hal yang sama, saya
siap kok berbagi ilmu”
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibu AT: “ Saya menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW dan saya
bersedia karena sudah setahun ini saya resign dari kantor dan menjadi ibu rumah tangga, jadi punya banyak waktu luang untuk
aktif di kegiatan lingkungan RW dan RT.”
Berdasarkan pernyataan kedua narasumber dapat disimpulkan bahwa kesediaan menjadi kader karena ditunjuk oleh RW atau RT setempat dengan
mempertimbangkan keaktifan dan ketersediaan waktu para kader untuk kegiatan di lingkungan RW dan RT.
Program Komposting Rumah Tangga telah berjalan lebih dari setahun. Program yang terdiri dari pengomposan dengan Keranjang Takakura, Biopori,
pemilahan sampah, dan daur ulang sampah anorganik ini ternyata mendapat respon yang berbeda dari masing-masing responden. Tabel 18 menunjukkan
bahwa pemilahan sampah merupakan kegiatan yang atau paling disukai oleh 37 responden 48,1 persen, artinya program ini mendapatkan respon yang paling
positif dari warga karena paling mudah dilakukan. Pengomposan dengan Keranjang Takakura disukai sejumlah 18 responden 23,4 persen, karena
membutuhkan lebih banyak waktu dan kesabaran dalam pengerjaannya . Daur ulang sampah anorganik juga disukai oleh delapan responden 10,4 persen,
sedangkan untuk Biopori disukai oleh tiga responden 3,9 persen. Responden yang menyukai kegiatan daur ulang sampah anorganik untuk dijadikan kerajinan
tangan mengalami kendala yakni keterbatasan ketrampilan dalam hal menjahit, tenaga ahli, dan alat mesin jahit, sehingga mereka kurang dapat menghasilkan
kerajinan tangan berbahan dasar sampah yang memiliki nilai jual. Biopori adalah kegiatan yang paling sedikit disukai oleh responden, karena tidak semua
responden memiliki lahan tanah untuk diberi lubang Biopori, selain itu alat bor Biopori juga terbatas, jadi apabila ingin membuat lubang Biopori harus melapor
terlebih dahulu ke Pokja RW Hijau untuk meminjam alat bor atau minta dibuatkan lubang Biopori.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kegiatan yang
Paling Disukai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Pemilahan sampah 37
48,1 Takakura
18 23,4
Daur ulang sampah anorganik 8
10,4 Biopori
3 3,9
Tidak menjawab 11
14,3 Total
77 100
6.2.3 Tahap Menikmati Hasil
Tingkat partisipasi peserta program dalam perencanaan, sosialisasi, dan pelaksanaan progam dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan
program dengan melihat warga RW 14 sebagai subjek atau sasaran program pembangunan. Semakin besar manfaat yang dirasakan dari proyek, maka proyek
tersebut berhasil mengenai sasaran atau tepat sasaran. Tabel 19 menunjukkan bahwa 69 responden 89,6 persen menyatakan bahwa Program Komposting
Rumah Tangga ini membawa manfaat, sedangkan delapan responden 10,4 persen menyatakan bahwa program ini tidak bermanfaat.
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden tentang Manfaat Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Program bermanfaat 69
89,6 Program tidak bermanfaat
8 10,4
Total 77
100
Responden yang menyatakan bahwa program ini bermanfaat merasakan manfaat yang berbeda-beda dari program ini. Berdasarkan hasil wawancara,
manfaat yang dirasakan oleh responden dapat dikategorikan menjadi empat. Pertama, lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih bersih, asri, dan
nyaman. Hal ini merupakan manfaat yang secara umum dirasakan oleh masyarakat, karena apabila masing-masing peserta program melakukan
pengelolaan sampah mulai tingkat rumah tangga dengan melaksanakan Program Komposting Rumah Tangga, maka sampah atau buangan yang dihasilkan juga
dapat diminimalisir, sehingga otomatis lingkungan menjadi bersih, asri, dan nyaman. Kedua, berkurangnya jumlah sampah yang dibuang karena sampah telah
dikelola terlebih dahulu di tingkat rumah tangga, sehingga sampah yang dibuang adalah sampah sisa yang sudah tidak dapat diolah kembali. Ketiga, program ini
memperkaya ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dengan metode Takakura, Biopori atau daur ulang sampah menjadi kerajinan
tangan karena pengetahuan akan hal tersebut baru bagi para responden, sehingga program ini bermanfaat menambah pengetahuan. Semakin meningkatnya
pengetahuan responden, maka harapannya dapat diikuti dengan perubahan sikap dan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik. Keempat, program
ini juga bermanfaat mengurangi biaya pembelian pupuk, karena pupuk dapat diperoleh tanpa perlu mengeluarkan biaya dari hasil pengomposan sampah
organik baik dengan Keranjang Takakura maupun lubang resapan Biopori. Setiap metode pengolahan sampah rumah tangga yang terdapat dalam
Program Komposting Rumah Tangga memiliki manfaat masing-masing. Berikut diuraikan mengenai manfaat yang dirasakan responden terhadap metode
pengolahan sampah dengan cara pemilahan sampah organik dan anorganik,
pengomposan dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori, serta daur ulang sampah anorganik:
1 Pemilahan sampah organik dan anorganik
Warga dapat mengolah sampah dibedakan sesuai jenis sampahnya, selain itu warga dapat membedakan mana yang termasuk bahan sampah organik dan
anorganik. Berikut pernyataan salah satu responden mengenai manfaat pemilahan sampah, Ibu LD:
“ Sebelum ada program ini saya kalau buang sampah langsung dibuang begitu saja ke tempat sampah depan rumah, nggak
pernah dipilah terlebih dahulu. Tapi setelah adanya program ini saya jadi tahu bahwa sampah itu harus dipilah terlebih dahulu
sebelum diolah atau dibuang ke tempat sampah. Saya bisa membedakan mana sampah organik dan mana yang anorganik,
jadi sekarang kalau mau buang sampah dipilah dulu mbak.”
Merujuk pada pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan pemilahan sampah memiliki manfaat yang besar dalam hal mengubah pengetahuan
responden mengenai pemilahan sampah. 2
Keranjang Takakura Metode ini dicetuskan oleh peneliti asal Jepang, yakni Koji Takakura
dengan memanfaatkan sampah berbahan dasar organik seperti dedaunan untuk diolah bersama tanah dan kompos jadi sebagai starter-nya menjadi kompos
dengan menggunakan media keranjang tertutup Lampiran 11. Pengolahannya terkesan rumit tetapi metode ini cukup sederhana dilakukan guna meminimalisir
sampah rumah tangga terutama sampah dapur. Berikut pernyataan Ibu AT mengenai manfaat yang dirasakan dari pengomposan menggunakan Keranjang
Takakura: “Kalau habis masak biasanya kan banyak sisa sayur yang
dedaunan, daripada dibuang kan sayang, lebih baik dibikin kompos. Sayurnya dipotong kecil-kecil dulu baru dimasukin ke
keranjang trus diaduk deh biar kompos sama tanahnya nyampur. Biasanya sih kalo bagus sebulan sudah jadi kompos. Lumayan
lho, kompos jadinya dipakai sendiri untuk pupuk tanaman hias jadi tidak perlu beli.”
Berdasarkan pernyataan diatas, keranjang Takakura juga bermanfaat untuk mengubah sampah organik menjadi kompos siap pakai, sehingga warga tidak
perlu lagi membeli kompos karena dapat membuatnya sendiri dengan Takakura.
3 Lubang resapan Biopori
Salah satu manfaat yang dirasakan responden dengan lubang resapan Biopori yakni lubang resapan Biopori dapat dimanfaatkan sebagai daerah resapan
air maupun komposter khususnya sampah organik. Berikut pernyataan Bapak MN mengenai lubang resapan Biopori:
“ Lubang Biopori itu tidak hanya untuk resapan air, sampah basi seperti tulang ikan atau ayam, pokoknya yang hewani
dapat dimasukkan ke dalam lubang Biopori ini dan tidak berbau karena lubang ditutup dengan pot tanamn atau paving
block. Sampah basi yang dibuang ke dalam lubang nantinya juga terurai sama tanah, daripada dibuang ke tong sampah
bikin bau dan diacak-acak pemulung”
Pernyataan Bapak MN ini juga didukung oleh pernyataan Bapak ID: “Saya kalo buang sampah basi ya di lubang Biopori, tuh ada
beberapa lubang yang tertutup paving block sembari menunjukkan beberapa lubang Biopori dan tidak berbau. Liat
aja tuh tanah yang tertutup paving block jadi agak tidak rata karena dibor untuk Biopori sembari menunjuk ke arah halaman
rumah yang memang agak bergelombang. Saya juga memanfaatkan lubang Biopori untuk aliran buangan air AC,
karena kebetulan lubangnya dekat dengan aliran pembuangan, jadi daripada meluber lebih baik dialirkan ke lubang resapan
Biopori.”
Berdasarkan pernyataan Bapak MN dan ID dapat ditarik benang merah mengenai manfaat lubang resapan Biopori, yakni selain sebagai lubang resapan
air, lubang Biopori juga dimanfaatkan sebagai media komposter untuk menampung sampah basi seperti tulang ikan atau daging sampah organik yang
berbahan dasar hewani agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, dan dapat digunakan sebagai aliran buangan air AC dengan catatan lokasi lubang Biopori
berdekatan dengan saluran pembuangan air AC. Hasil pengolahan data dalam Tabel 20 menunjukkan bahwa menurut 88,3
persen responden, program masih berlanjut hingga saat ini, sedangkan 11,7 persen responden menyatakan bahwa program ini tidak berlanjut.
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden tentang Keberlanjutan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Program berlanjut 68
88,3 Program tidak berlanjut
9 11,7
Total 77
100
Tabel 21 menunjukkan bahwa dari hanya 70,1 persen responden yang masih melaksanakan program hingga saat ini, sedangkan 29,9 persen responden
tidak melanjutkan pelaksanaan program.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden yang masih Melaksanakan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Kategori Jumlah
orang Persentase
Masih melaksanakan prorgam 54
70,1 Tidak melanjutkan pelaksanaan program
23 29,9
Total 77
100
Ketidakberlanjutan program ataupun ketidakberlanjutan responden dalam melaksanakan program dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Berdasarkan hasil
wawancara, alasan ketidakberlanjutan program dikategorikan menjadi empat. Pertama, program menyita waktu karena responden sibuk bekerja, sehingga tidak
ada waktu untuk melanjutkan pelaksanaan program. Kedua, program tidak dimonitor
oleh penanggungjawab
program, sehingga
mereka malas
melanjutkannya. Selama program berlangsung belum pernah ada pihak dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang datang untuk melakukan monitoring ataupun
evaluasi terhadap program. Ketiga, responden merasa bosan dengan rangkaian kegiatan yang ada dalam program karena terlalu monoton, sehingga perlu
dilakukan penyuluhan kembali mengenai program oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Selama ini warga hanya dituntut untuk melaksanakan program tanpa
mendapatkan perhatian dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Keempat, program ini hanya proyek yang bersifat sementara karena hingga saat ini belum
ada pihak dari pemerintah Kota Depok ataupun Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang meninjau pelaksanaan program, sehingga terbentuk opini bahwa program ini
adalah kepentingan pemerintah kota dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan semata bukan warga yang menjadi sasaran program.
6.3 Hubungan antara Tingkat Rumah Tangga dengan Perubahan Perilaku Peserta Program