Tujuan ketiga kerangka acuannya adalah terbentuknya kelembagaan di tingkat RW untuk menjamin keberlanjutan program. Tujuan ini terwujud dengan
dibentuknya Kelompok Kerja Pokja RW Hijau yang bertugas untuk mewadahi semua kegiatan dalam program. Ketika ada surat keputusan mengenai rencana
pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga di RW 14, maka warga berinisiatif membentuk lembaga untuk mewadahi pelaksanaan program. yang
dinamakan Pokja RW Hijau. Berikut pernyataan Bapak MN selaku inisiator Pokja RW Hijau:
“ Begitu tahu akan ada program ini, saya langsung rembug dengan RW, namun peran RW yang menjabat saat itu kurang
maksimal. Jadi, saya bersama para ketua RT dan perwakilan warga inisiatif membentuk kelembaagaan ini, supaya
pelaksanaan program terkoordinasi dengan baik. Kemudian kami mengajukan proposal kepada DKLH saat itu belum
berganti nama menjadi DKP untuk melegalkan kelembagaan ini hingga akhirnya SK turun dan sayalah yang diberi amanah
oleh warga untuk mengetuai Pokja RW Hijau.”
Berdasarkan pernyataan Bapak MN, maka tujuan ketiga tercapai dengan baik karena pembentukan Pokja RW Hijau atas dasar inisiatif warga bukan karena
intervensi dari pemerintah Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
7.1.2 Aksi Kolektif
Aksi individu sebagai bagian dari rumah tangga untuk mencapai tujuan program dibingkai dalam aksi kolektif karena aksi individu tidak akan mampu
mengurangi sampah tanpa didukung oleh aksi kolektif. Tabel 29 menunjukkan perbandingan antara aksi kolektif yang terdapat dalam kerangka acuan dengan
hasil yang telah dicapai. Tabel 29 menunjukkan bahwa secara garis besar hasil yang dicapai sesuai
dengan kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan. Namun, pada kerangka acuan yang ketiga, hasil yang dicapai menujukkan bahwa Tidak semua rumah tangga
mengelola sampah dengan Keranjang Takakura ataupun Biopori. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu untuk membuat kompos dengan Takakura atau
Biopori dan keterbatasan lahan yang dimiliki untuk membuat lubang resapan Biopori. Hal ini didukung oleh pernyataan responden, Ibu SP sebagai berikut:
“Saya dan suami kan sama-sama kerja mbak, jadi nggak ada waktu untuk ngolah sampah gitu, apalagi bikin kompos, sibuk
banget apalagi nggak ada pembantu Akhirnya sampah langsung dibuang gitu ajah nggak dipilah dulu, habisnya mau
gimana lagi mbak.”
Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan responden di RT 05 Ibu AF yang tidak memiliki lahan untuk Biopori:
“Saya kan nggak punya halaman rumah mbak,jadi mau bikin lubang Biopori dimana kan nggak ada lahannya. Tapi
biasanya Pak RT suka bikin lubang Biopori di sepanjang jalan kompleks khususnya di RT ini mbak.”
Berdasarkan kedua pernyataan responden, maka hasil yang dicapai dari aksi kolektif kerangka acuan ketiga kurang maksimal, karena tidak semua rumah
tangga mengelola sampah dengan Keranjang Takakura atau Biopori.
Tabel 29. Perbandingan Aksi Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun
2009
Fokus Evaluasi
Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai
Aksi Kolektif
Tiap rumah tangga membuang sampah di tempat sampah di
rumahnnya masing-masing Sampah sisa dibuang ke tempat
sampah yang terletak di depan rumah masing-masing rumah
tangga
Tiap rumah tangga berupaya mengurangi sampah yang keluar
dari persil lahannya masing- masing
Sebagian besar rumah tangga sudah berusaha meminimalisir
sampah domestik
Tiap rumah tangga mengelola sampah organik di rumahnya
masing-masing dengan Keranjang Takakura dan komposter resapan
Biopori Tidak semua rumah tangga
mengelola sampah
dengan Keranjang Takakura ataupun
Biopori Tiap
rumah tangga
mengumpulkan sampah anorganik yang masih dapat dijual dan
menjualnya secara kolektif ke lapak
Hampir setiap rumah tangga mengumpulkan
sampah anorganik yang dapat dijual
Tiap rumah tangga membuang sampah sisa untuk diangkut oleh
gerobak pengangkut sampah Rumah
tangga membuang
sampah sisa ke bak sampah yang terletak di depan rumah
7.1.3 Kesepakatan Kolektif