Evaluasi Input EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

keamanan masing-masing RT yakni rata-rata Rp 35.000 setiap bulannya. Hal ini didasarkan pada pernyataan salah satu kader RT 03 Ibu NS: “Sampah yang dijual ke lapak, uangnya masuk ke kas RT mbak, kalau iuran per bulan yang Rp 35.000 itu biasanya juga kader yang narikin ke warga, tapi ada juga sih warga yang inisiatif bayar tanpa perlu ditagih. Laporan keuangan hasil penjualan sampah dan iuran juga ada per bulannya, nanti baru dilaporkan ke RT dan warga biasanya saat arisan, biar transparan gitu, jadi warga nggak curiga dan tahu dikemanakan uangnya.” Pernyataan kader RT 03 menunjukkan bahwa hasil yang dicapai pada kesepakatan ketiga dan keempat sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan Tabel 30. Perbandingan Kesepakatan Kolektif Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Evaluasi Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai Kesepakatan kolektif Pengangkutan sampah dilakukan oleh gerobak pengangkut sampah yang dikoordinir RT atau RW Pengangkutan sampah dikoordinir oleh masing-masing RT melalui petugas kebersihan yang mengangkut sampah sisa dengan gerobak untuk dibawa ke TPS Komunitas RT menyepakati pemanfaatan kompos hasil pengomposan sampah organik secara kolektif Hasil pengomposan sampah organik dimanfaatkan sendiri tidak secara kolektif Komunitas RT menyepakati dana hasil penjualan sampah anorganik secara kolektif. Uang hasil penjualan sampah anorganik masuk ke kas RT Menyepakati besar iuran sampah yang harus dibayar tiap rumah tangga Iuran yang dibayar oleh warga tiap bulan meliputi iuran kebersihan dan keamanan berbeda masing-masing RT yakni rata-rata Rp 35.000bulan

7.2 Evaluasi Input

Evaluasi Input fokus pada Implementasi program tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan program stakeholders, diantaranya Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Pokja RW Hijau, kader lingkungan, dan warga RW 14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan seharusnya memiliki tanggung jawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program, akan tetapi tanggung jawab DKP baru sampai pada tahap pelaksanaan saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi program. Ketika dikonfirmasi ke DKP mengenai masalah ini berikut pernyataan narasumber: “Waduh mbak, saya kurang tahu menahu mengenai masalah monitoring dan evaluasi program komposting yang di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, udah setahun yang lalu kan programnya..” Peneliti tidak mendapatkan kepastian mengenai belum terlaksananya monitoring dan evaluasi terhadap Program Komposting Rumah Tangga. Namun warga sendiri juga menyayangkan tindakan dinas yang seolah-olah melepaskan tanggung jawab kepada warga. Berikut pernyataan yang dikutip dari salah satu responden: “DKP belum pernah datang lagi mbak, pertama dan terkahir ya waktu sosialisasi program itu, udah habis itu nggak pernah kesini lagi. Jadi, gimana mau monitor atau evaluasi. Baru mbak dari IPB ini yang datang untuk evaluasi program. Saya bersyukur mbak datang karena akhirnya warga ada yang memperhatikan, jadi harapannya dengan kedatangan mbak warga termotivasi untuk melanjutkan program..” Salah satu informan juga mengungkapkan hal yang serupa: “Belum pernah ada monitoring atau evaluasi dari DKP. Mbak dari IPB ini yang pertama datang untuk evaluasi program ini. Jujur kami sangat senang dan merasa terbantu. Akhirnya ada juga yang datang untuk memantau pelaksanaa program ini, warga juga merasa diperhatikan. Semoga kedatangan mbak dapat memotivasi semangat warga untuk melaksanakan program kembali.” Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan kurang menjalankan fungsinya dengan baik, karena ada tahapan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pokja RW Hijau yang menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlangsungan program ternyata kinerjanya mulai menurun, akibat kesibukan masing-masing anggota Pokja, hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif. Berikut pernyataan salah satu informan: “Awalnya masih pada semangat mbak, tapi semakin kesini semakin menurun kinerjanya. Rata-rata anggota pokja bekerja dan jam kerjanya padat, sehingga sulit untuk menemukan waktu yang tepat untuk aktif dalam kegiatan pokja..” Pernyataan tersebut didukung oleh salah satu anggota pokja yang sudah jarang aktif di kegiatan Pokja RW Hijau: “Waktu awal program ini bergulir, saya masih tdak terlalu sibuk, kerjaan juga belum banyak. Tapi sekarang sudah berbeda mbak, pekerjaan menumpuk dan jam kerja saya juga padat, kadang weekend masih ngantor, jadi jarang bias ikut ngurusin pokja. Tapi, kalau ada waktu senggang saya usahain untuk membantu kegiatan pokja..” Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka Pokja RW Hijau kurang menjalankan fungsinya dengan baik, hal ini dibuktikan dengan kinerja anggota Pokja yang semakin menurun akibat kesibukan kerja. Kader lingkungan hanya melaksanakan tugas dan kewajiban ketika di awal program saja. Kinerja kader lingkungan mulai menurun akibat tidak adanya lagi insentif yang diberikan oleh DKP setiap bulannya. Awalnya Pokja dan kader lingkungan mendapatkan insentif sebesar Rp 385.000 setiap bulannya selama tiga bulan program berjalan. Hal ini dimungkinkan menyebabkan beberapa kader mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Berikut pernyataan salah seorang informan: “Tiga bulan sejak program ini berjalan DKP memberikan insntif kepada kader lingkungan dan Pokja RW Hijau sebesar Rp 385.000. Hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada mereka dan harapannya kader dan pokja dapat bekerja secara maksimal.” Namun, informan lain berpendapat lain: “Justru karena itu mbak, kenapa hanya tiga bulan di awal saja DKP memberikan perhatian terhadap kinerja kami, setelah itu dilepas begitu saja. Bukannya kami bergantung kepada mereka, tetapi hal ini justru malah mengindikasikan bahwa mereka lepas tanggung jawab begitu saja karena merasa sudah memberikan insentif di awal..” Menurut warga, kader juga sudah jarang memonitor ke rumah warga. Berikut pernyataan salah satu responden: “Awalnya kader rajin memantau pengelolaan sampah yang dilakukan ke rumah warga, mungkin karena masih dibayar. Tapi sekarang udah jarang tuh malah nggak pernah, jadi saya juga males mbak ngejalaninnya..” Berdasarkan pernyataan kedua informan dan responden diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya komunikasi antara DKP, Pokja RW Hijau, dan kader lingkungan, sehingga mereka kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan masing-masing stakeholders memiliki persepsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang efektif antara DKP, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan agar mereka dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan fungsi mereka dalam Program Komposting Rumah Tangga. Warga RW 14 juga tidak seluruhnya berpartisipasi aktif dalam program dikarenakan sibuk kerja dan bosan dengan pelaksanaan program yang monoton. Tabel 31 menunjukkan bahwa hasil yang dicapai tidak sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, artinya stakeholders kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan kerjanya. Tabel 31. Perbandingan Stakeholders Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Fokus Evaluasi Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai Stakeholders Dinas Kebersihan dan Pertamanan: bertanggungjawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program Hanya bertanggungjawab sampai tahap pelaksanaan program saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi Kelompok Kerja RW Hijau: menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlanjutan program Kinerja mulai menurun, sehingga hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif berpartisiapasi dalam pelaksanaan program Kader lingkungan - memantau pengomposan ‘Takakura’ sebulan sekali - memilah sampah sesuai jenisnya yang telah dikumpulkan di pos sampah - penyambung lidah RW yakni menyampaikan informasi dari RW ataupun RT kepada warga - menyadarkan warga untuk menjaga kebersihan Ketika awal program kader masih semangat menjalankan tugas dan kewajiban, namun semenjak tidak mendapatkan insentif dari dinas, kinerja menurun, ada beberapa kader yang mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas, selain itu kader juga sudah jarang memonitor ke rumah masing- masing warga Warga RW 14 : sasaran program Tidak seluruh warga berpartisipasi aktif

7.3 Evaluasi Proses