Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2
Sejak awal tahun 1990-an menjadi tahun yang segar karena lembaga bank sudah bisa menggunakan sistem syariah. Terlebih setelah
adanya rekomendasi dari lokakarya ulama yang membahas bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, hasil
lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia MUI yang terselenggara di Hotel Sahid Jaya,
Jakarta pada tangal 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas tersebut, maka terbentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia. Dari kelompok kerja yang dibentuk maka Bank Muamalat
Indonesia berhasil didirikan pada .Penandatanganan akta pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.Pada saat itu
berkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada 3 November 1991, pada acara silaturrahmi presiden di Istana Bogor, dapar
dipenuhi total komitmen modal disetor awal sebesar Rp.106.126.382,-. Dana tersebut diberikan dari Presinden dan Wakil Presiden, sepuluh
Menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi,
PT PAL dan PIND AD. Selanjutnya, Yayasan Dana Dhakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank Islam. Dengan
terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia BMI mulai beroperasi.
3
3
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, hlm: 51
3
Lalu diikuti dengan kemunculan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan sistem Perbankan Bagi
Hasil. Dalam undang-undang tersebut pada Pasal 6 m dan Pasal 13 huruf c menyatakan, bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat BPR adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah PP No. 72 Tahun 1992 tenatang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil dan diundangankan pada tanggal 30
Oktober 1992 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 119 Tahun 1992.
4
Inti dari kedua pasal tersebut menerangkan, bahwa baik bank umum
maupun BPR
dapat menyediakan
pembiayaan bagi
nasabahberdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam PP tersebut. Arah yang akan ditempuh harus jelas dalam
undang-undang, bahwa mereka beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil.
5
Hal itu secara tegas ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992, yang berbunyi:
1 Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan
usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil. 2
Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak
4
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, hlm:51
5
Ibid,hlm: 51-52
4
diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
6
Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh kemunculan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, namun demikian adanya
dua jenis bank tersebut belum cukup menjangkau masyarakat lapisan bawah.Maka dari itu, dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang
disebut Baitul Maal wat-Tamwil BMT.
7
Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat Syariah telah mencapai jumlah 92 Bank. Jumlah kantor dari ketiga kelompok bank-bank syariah
tersebut telah mencapai 596 kantor. Dilihat dari penyebarannya, jaringan kantor bank syariah pada akhir tahun 2005 telah dapat melayani
masyarakat di 68 kabupatenkodya di 27 provinsi. Perkembangan kelembagaan perbankan syariah tersebut terlihat seperti pada tabel
tersebut
8
:
6
ibid, hlm: 52
7
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, hlm: 53
8
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajeman Bank Syariah, Edisi Revisi, Tangerang, Azkia Publisher, hlm:10
5
Perkembangan Kelembagaan Pebankan Syariah
Kelompok Bank
1992 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Bank
Umum Syariah
1 2
2 2
2 2
3 3
Unit Usaha Syariah
- 1
3 3
6 8
15 19
Jumlah Kartu BUS
UUS 1
40 62
96 127
299 401
504
Jumlah BPRS
9 78
78 81
83 84
86 92
zTOTAL 10
118 140
177 210
383 487
596
Seiring bertambahnya jaringan kantor bank, selama tahun 2005 industri perbankan syariah mengalami peningkatan yang cukup pesat
yakni sebesar Rp. 5,55 triliun sehingga pada akhir periode laporan mencapai Rp. 20,9 triliun. Peningkatan tersebut mampu meningkatkan
pangsa total asset perbankan syariah terhadap total asset perbankan nasional dari 1,26 pada akhir tahun 2004 menjadi 1,42 pada akhir
2005.
9
Akhir Desember 2005, total asset BPRS sebesar Rp 576,69 milyar. Itu berarti terdapat peningkatan volume usaha BPRS sebesar 22,32 dari
peningkatan porsi tabungan wadiah. Upaya mendapatkan dana juga dilakukan dengan menggandeng bank umum syariah dan unit usaha
syariah dalam kerangka program linkage. Sampai dengan akhir 2005
9
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajeman Bank Syariah, Edisi Revisi, Tangerang, Azkia Publisher, hlm:10
6
terdapat sekitar 25 BPRS yang telah melakukan program linkage. Selain itu, sumber dana BPRS juga berasal dari pinjaman dan penyertaan baik
dari bank maupun bukan bank.
10
Sedangkan BPRS Al- Salaam sendiri di semester pertama 2011, BPRS mencatat pertumbuhan asset sebesar 30 atau menjadi Rp 3,082
triliun, dari posisi yang sama di tahun sebelumnya Rp 2,374 triliun. Dari segi dana pihak ketiga, BPRS mencatat pendanaan sebesar Rp 1,786
triliun. Komposisi tabungan mudharabah mendominasi sebesar Rp 404 milyar sedangkan tanuangan wadiah sebesar Rp 326 milyar.
11
Melihat perkembangan yang terjadi pada dunia perbankan syariah, khususnya bagi BPRS, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap BPRS Al-Salaam. Penulis juga tertarik untuk mengetahui tentang permasalahan BPRS Al-Salaam terkait manajemen kinerja dalam
hal ini adalah metode manajemen kinerja yang dipakai. Penelitian ini terfokus pada upaya penerapan metode manajemen kinerja karyawan di
BPRS Al-Salaam dalam meningkatkan mutu pelayanan.