Status Gizi Balita Hubungan Kejadian Anemia Berdasarkan Karakteristik Balita di

tablet besi merupakan salah satu cara yang bermanfaat dalam mengatasi anemia khususnya anemia akibat kekurangan zat besi. Salah satu upaya unuk mencegah terjadianya kekurangan gizi pada balita adalah yaitu dengan program taburia. Taburia merupakan suplementasi multivitamin dimana salah satu kandungannya adalah zat besi Kemenkes, 2013. Oleh sebab itu, disarankan kepada pemerintah untuk dapat memberikan taburia kepada balita dengan faktor risiko yang tinggi seperti BBLR. Selain itu, menurut IDI 2011 balita dengan berat lahir rendah yang tidak mendapat formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan. Hal tersebut dilakukan untuk menditeksi dan menanggulangi masalah anemia pada balita sehingga tidak menimbulkan dampak yang buruk.

4. Status Gizi Balita

Pada penelitian ini, penentuan status gizi balita berdasarkan standar baku antropometri anak balita WHO tahun 2005. Status gizi pada balita yang diukur berdasarkan tinggi badan dan umur kemudian tinggi berat badan setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar Zscore. Kemudian untuk penentuan status underweight yaitu apabila BBU -2 Zscore, stunting yaitu TBU -2 Zscore dan wasting yaitu BBTB -2 Zscore. Hasil penelitian menemukan bahwa stunting yang secara statistik ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia OR 1,36 95 CI 1, 01-1,85, sedangkan underweight 95 CI 0,56- 1,14 dan wasting 95 CI 0,53-1,50 tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, Ayoya dkk 2013 menemukan hubungan yang signifikan antara stunting dan anemia 95 CI 1,4-3,6, namun underweight 95 CI 0,4-2,2 dan wasting 95 CI 0,4-3,3 tidak berhubungan secara statistik dengan anemia. Begitupun dengan penelitian di Palesina yang hanya menemukan hubungan signifikan antara stunting dan anemia 95CI 1.22-2.04 dan serupa dengan penelitian di Ghana, balita stunting berisiko 2 kali lebih besar mengalami anemia dan ditemukan hubungan signifikan dengan keduanya 95CI1.03, 2.00 Halileh dan Gordon, 2005; VanBuskirk dkk, 2014. Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang, sedangkan wasting dan underweight merupakan hasil dari kekurangan nutrisi pada jangka waktu yang lebih pendek. Wasting dan underweight merupakan status gizi yang menggambarkan besarnya masalah gizi pada saat ini Kemenkes, 2013. Berdasarkan hasil penelitian, hanya stunting yang berhubungan dengan kejadian anemia. Diketahui bahwa umumnya anemia dan malnutrisi biasanya muncul bersamaan, satu individu dapat mengalami masalah gizi yang kompleks Al-Qaoud dkk, 2014. Masalah stunting berhubungan dengan 1000 hari pertama kehidupan, balita yang mengalami kekurangan gizi pada saat itu kemungkinan akan menderita masalah gizi yang kompleks termasuk anemia Kemenkes, 2013. Defisiensi mikronutrien lainnya juga dapat meningkatkan perkembangan anemia Oliviera dkk, 2010. Pada masa balita, asupan nutrisi yang tepat dibutuhkan untuk menghambat perkembangan anemia Gorospe dkk, 2014. Kemenkes sendiri memiliki program untuk perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu, disarankan kepada pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan tersebut dengan cara memberikan alokasi anggaran untuk mendukung program kesehatan ibu dan anak. Alokasi anggaran dapat digunakan untuk memberikan PMT pada ibu hamil kekurangan energi kronis KEK, pemberian tablet Fe pada ibu hamil dan pemeriksaan antenatal care ANC untuk mencegah malnutrisi pada saat kehamilan. Pemberian suplementas zat gizi juga dapat dilakukan pada balita usia 6-59 bulan apabila berisiko tinggi anemia.

5. Status Pemberian Vitamin A

Dokumen yang terkait

Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 8 138

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013)

0 0 12

Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Penduduk Indonesia yang Menderita Diabetes Melitus (Data Riskesdas 2013)

1 3 12