Status Pemberian Vitamin A

Pada masa balita, asupan nutrisi yang tepat dibutuhkan untuk menghambat perkembangan anemia Gorospe dkk, 2014. Kemenkes sendiri memiliki program untuk perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu, disarankan kepada pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan tersebut dengan cara memberikan alokasi anggaran untuk mendukung program kesehatan ibu dan anak. Alokasi anggaran dapat digunakan untuk memberikan PMT pada ibu hamil kekurangan energi kronis KEK, pemberian tablet Fe pada ibu hamil dan pemeriksaan antenatal care ANC untuk mencegah malnutrisi pada saat kehamilan. Pemberian suplementas zat gizi juga dapat dilakukan pada balita usia 6-59 bulan apabila berisiko tinggi anemia.

5. Status Pemberian Vitamin A

Pada penelitian ini, hanya menganalisis status pemberian kapsul vitamin A setiap 6 bulan sekali yang diberikan pada balita usia 12 bulan. Hasil penelitian menemukan bahwa kejadian anemia dan status pemberian vitamin A secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan 95 CI 0,66-1,28. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan risiko anemia antara balita yang mendapat kapsul vitamin A dan yang tidak mendapat kapsul vitamin A. Pada dasarnya, kekurangan vitamin A pada anak memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita anemia. Hal ini disebabkan karena asupan riboflavin yang cukup dapat mencegah infeksi saluran pernapasan atas serta faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko anemia Gorospe dkk, 2014. Survei gizi menunjukkan bahwa tingginya prevalensi defisiensi vitamin A dan anemia biasanya terjadi bersama-sama dalam populasi yang sama. Pada populasi berisiko kekurangan vitamin A, ada kemungkinan mengalami kekurangan vitamin lainnya yang dapat menyebabkan anemia. Bukti bahwa kekurangan vitamin A menyebabkan anemia yaitu melalui modulasi metabolisme besi. Vitamin A membantu mangangkut besi dari liver ke sumsum tulang untuk proses eritropoesis atau pembentukan sel darah merah. Apabila tubuh mengalami defisiensi vitamin A, maka proses eritopoesis akan terganggu dan mengakibatkan anemia. Selain itu defisiensi vitamin A juga berkontribusi menimbulkan anemia melalui kekebalan tubuh terhadap infeksi dan peningkatan anemia kronis. Namun indeks sel darah merah mungkin tidak konsisten selama anemia defisiensi vitamin A karena faktor lain, termasuk kekurangan zat besi, malaria, infeksi dan obat-obatan lainnya Semba dan Bloem, 2002. Kekurangan vitamin A dan anemia berhubungan dengan angka kematian yang tinggi terutama pada balita Amati dkk, 2013. Teori ini juga didukung dengan hasil penelitian lainnya yang menemukan bahwa kekurangan vitamin A berisiko 16,3 kali lebih tinggi mengalami anemia dan ditemukan hubungan yang signifikan antara keduannya 95 CI 13.6 - 19.0 Foote dkk, 2013. Penelitian Habte dkk 2013 juga menemukan bahwa balita yang tidak diberikan vitamin A setiap 6 bulan sekali 1,24 berisiko lebih tinggi mengalami anemia dan terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya 95 CI 1,12-1,36. Meskipun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, namun hasil penelitian lainnya juga mengatakan hal yang sama. Penelitian Konstantinyer dkk 2011 tidak menemukan hubungan yang signifikan antara anemia dan vitamin A 95 CI 0.86; 3.65. Begitupun dengan penelitian di Benin juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara anemia dan vitamin A p value 0,209 Amati dkk, 2013. Perebedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena pengumpulan data vitamin A hanya berdasarkan status pemberiannya saja tanpa memperhatikan kadar retinol dalam darah. Kemungkinan dapat terjadi gangguan metabolisme penyerapan vitamin A sehingga meskipun sudah diberikan suplementasi masih berpotensi mengalami anemia.

6. Status Imunisasi DPT

Dokumen yang terkait

Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 8 138

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013)

0 0 12

Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Penduduk Indonesia yang Menderita Diabetes Melitus (Data Riskesdas 2013)

1 3 12