Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia terdiri dari beragam etnis, seperti etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Batak, etnis Minang serta etnis Mandailing. Setiap etnis ini memiliki budaya dan sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Setiap etnis yang terdapat di Indonesia memiliki sistem kekerabatan yang berbeda. Pada dasarnya kekerabatan terbentuk melalui hubungan genetik atau darah. Kekerabatan akan membentuk lahirnya garis keturunan, seperti penarikan garis keturunan secara patrilineal artinya hubungan kekerabatan diperhitungkan menurut garis ayah, garis keturunan bersifat matrilineal dimana hubungan kekerabatan diperhitungkan menurut garis ibu. Disamping itu, terdapat juga hubungan kekerabatan yang bersifat bilateral dimana hubungan kekerabatan diperhitungkan menurut garis ayah maupun menurut garis ibu. Kekerabatan juga akan membentuk lahirnya sistem istilah kekerabatan, di mana di dalam masyarakat terdapat istilah-istilah yang berbeda-beda. Istilah dapat dijadikan sebagai penentu sopan santun diantara sesama kerabat. Dalam istilah kekerabatan terdapat istilah menyapa term of address dan istilah menyebut term of refrence. Istilah menyapa dipakai ego untuk memanggil seseorang kerabat apabila ia berhadapan dengan kerabat dalam pembicaraan langsung. Sebaliknya istilah menyebut dipakai ego apabila ia berhadapan langsung dengan orang lain ketika berbicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga. Istilah kekerabatan juga dapat diklasifikasikan ke dalam Istilah Denotatif; istilah Designatif; dan istilah Klasifikatori. Istilah Denotatif merupakan istilah yang hanya menunjukkan ke satu” orang kerabat “. Misalnya ayah dalam bahasa Indonesia, adalah suatu Universitas Sumatera Utara istilah denotatif, karena kecuali satu orang kerabat si ayah itu tidak ada lagi disebutkan terhadap kerabat yang lain yang disebut dengan istilah itu. Istilah Designatif adalah istilah yang menunjukkan ke satu tipe kerabat lebih dari satu orang kerabat, yang semuanya berada dalam satu macam hubungan terhadap ego. Istilah sons dalam bahasa Inggris misalnya menunjukkan kelebih satu orang kerabat ego apabila ego mempunyai lebih dari satu orang laki-laki,tetapi semua sons dari ego itu berada dalam satu macam hubungan kekerabatan terhadap ego. Istilah Klasifikatoris adalah istilah yang mengklasifikasikan ke dalam lebih dari satu orang kerabat. Misalnya istilah saudara dalam bahasa Indonesia adalah suatu istilah klasifikatoris, karena dalam istilah itu diklasifikasikan lebih dari satu orang kerabat seperti saudara - saudara sekandung laki- laki dari ego yang lebih tua, saudara-saudara sekandung perempuan dari ego yang lebih tua, saudara-saudara sekandung laki-laki dari ego yang lebih muda, dan saudara-saudara sekandung perempuan dari ego yang lebih muda dan sebagainya. Koentjaraningrat: 1972: 143 . Istilah kekerabatan melahirkan adat sopan santun yang menentukan bagaimana orang seharusnya bersikap terhadap kerabat dan bagaimana hak dan kewajiban untuk bersikap hormat dan menyayangi di antara sesama kerabat. Adat sopan santun pergaulan dalam masyarakat pada umumnya memiliki ketentuan bersikap, dimana ada ketentuan adat terhadap kerabat-kerabat dapat kita perlakukan dengan sikap bebas. Ada ketentuan kepada siapa kita harus bersikap sangat hormat, yang menyebabkan adanya pantangan-pantangan memandang muka atau berbicara langsung. Hal ini yang menyebabkan lahirnya ketentuan adat untuk bersikap sungkan, sikap bergurau serta sikap bergaul pada setiap etnis, begitu juga dengan etnis Mandailing yang tergolong memiliki adat yang cukup kuat. Etinis Mandailing adalah salah satu dari sekian ratus etnis asli Indonesia. Dari zaman dahulu sampai sekarang etnis tersebut turun-temurun mendiami wilayah etnisnya sendiri yang terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Menurut tradisinya orang Universitas Sumatera Utara Mandailing menamakan wilayah etnisnya itu Tano Rura Mandailing yang artinya ialah Tanah Lembah Mandailing. Namanya yang populer sekarang ialah Mandailing, sama dengan nama suku bangsa yang mendiaminya. Berdasarkankan tradisi masa lalu, wilayah etnis Mandailing terdiri dari dua bagian, yang masing-masing dinamai Mandailing Godang Mandailing Besar, berada di bagian utara dan Mandailing Julu Mandailing Hulu, berada di bagian selatan dan berbatasan dengan daerah Provinsi Sumatera Barat. Marga atau klen etnis Mandailing adalah Nasution, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Batubara, Daulay, Matondang, Parinduri, Hasibuan, dan lainnya. Marga tersebut diperoleh berdasarkan garis keturunan langsung dari pihak ayah Patrilineal sehingga marga yang diperoleh berdasarkan pemberian tidak berfungsi atau bermakna apapun http:tobadreams.wordpress.com diakses 20110302. Masyarakat Mandailing memiliki sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu yang terdiri dari : a. Kahanggi, yaitu golongan yang merupakan teman semarga. b. Anak Boru, yaitu golongan yang diberi boru perempuan c. Mora, yaitu pihak yang memberi boru perempuan Kelompok-kelompok kekerabatan yang mewakili peran terhadap partuturon biasanya berbentuk luas antara lain sebagai berikut jika ego yang ditentukan adalah Ayah : Kahanggi Kahanggi merupakan golongan teman semarga yang terdiri dari: adik atau abang kandung sebapak, adik atau abang kandung seibu, adik atau abang dari sepupu, saudara kandung ayah. Kesemua kelompok Kahanggi ini antara lain kelompok saudara sekandung, Ayah bersaudara, Kakek bersaudara, sifatnya paralel dan saudara sepupu dari pihak Ibu. Universitas Sumatera Utara Mora Mora merupakan pihak yang memberi boru atau perempuan yang terdiri dari: Ibu mertua dari perempuan, abang atau adik dari ibu, abang atau adi sepupu ibu, paman ibu, paman dari keluarga sepupu nenek, mora dari kelompok marga ibu. Anak Boru Anak boru merupakan gologan yang diberi boru yang terdiri dari: bapak atau ibu mertua dari anak, adik atau kakak dari mertua anak, adik atau kakak permpuan bapak, paman dari suami adik atau kakak. Said, 2009 Kekerabatan yang terbentuk melalui marga, perkawinan serta hubungan darah akan melahirkan istilah-istilah partuturon. Partuturon adalah berisi aturan hubungan antar perorangan atau unsur dalam dalihan na tolu etika bertutur, dimana tutur menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan. Partuturon dapat mengatur sistem dan ketentuan kekerabatan sebagai berikut: a. Partuturon mengatur dan menentukan bagaimana seseorang bersikap berbicara terhadap orang lain begitu juga sebaliknya. b. Partuturon akan menunjukkan sejauh mana hubungan seseorang dengan orang lain berdasarkan hubungan darah, hubungan kekerabatan, atau hubungan perkawinan. c. Partuturon merupakan penentu etika, sikap dan tingkah laku. Pandapotan, 2005 Partuturon juga sering dikaitkan dengan pantun sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara “ Jolo tinitip sanggar, Asa binahen huru-huruan, Jolo sinungkun marga, Asa binoto partuturon” Pantun tersebut berarti : Pinpin dipotong rata Dijadikan sebagai sanggar burung Ditanya dulu marga Agar diketahui kekerabatan. Pantun di atas mengingatkan orang untuk martutur agar tidak terjadi komunikasi satu sama lainnya dengan saling menyebut nama karena terasa kurang etis atau kurang sopan. Oleh karena itu dalam berkomunikasi tutur dipergunakan. Partuturon dimulai dari keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum berumah tangga. Dalam kontek Mandailing disebut Sabagas. Keluarga initi atau sabagas ini dapat digambarkan sebagai berikut: Bagai 1 Keluarga Inti Keterangan: Ego Universitas Sumatera Utara Laki-laki Perempuan Bagian 1 di atas menggambarkan seorang laki-laki ego dengan orang tuanya serta seorang saudara laki-laki dan seorang saudara perempuanya. Contoh sebutan dan sapaan yang berubah dalam keluarga inti tergambar pada tabel 1 berikut. sebutan Mandailing yang ideal Sebutan Mandailing yang dipakai sekarang yang berubah Keterangan Amang Ayah, Bapak, Papa,papi Ayah ego Inang Umak, Omak, Mamak, Ibu, Mama, Mami Ibu ego Umak ni sianu, Umak Dek, Mama, Panggil nama Istri ego Ayah ni sianu, Ayah ucokbutet, Ayah, Papa, Abang Suami Angkang Bang, Panggil nama Abang ego Anggi Dedek, Adek, Panggil nama Adik ego Berdasarkan tabel sapaan Mandailing di atas, menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu partuturon cendrung berubah dalam kekerabatan pada sebagian kelompok masyarakat Mandailing, terlebih pada masyarakat yang melakukan migrasi khususnya ke kota Medan. Masyarakat Mandailing mencoba menyesuaikan diri dengan etnis lain dan membentuk suatu hubungan sosial. Pengaruh lingkungan ini yang terkadang menjadi pemicu berubahnya garis kekerabatan sehingga Partuturon juga ikut berubah. Dampak dari perubahan Partuturon inilah yang membuat hubungan kekerabatan dan kedekatan diantara sesama kerabat berbeda, Universitas Sumatera Utara karena setiap tutur berubah maka hubungan kekerabatan juga turut berubah. memberikan pengaruh terhadap sikap, dan tanggung jawab diantara sesama kerabatnya. Berdasakan hasil pengamatan sementara saya di lapangan berubahnya partuturon ini dapat saya gambarkan melalui pernikahan semarga. Terjadinya pernikahan semarga di kalangan masyarakat migrasi Mandailing, dipicu oleh berubahnya partuturon sehingga mana kerabat yang boleh dinikahi dan yang tidak boleh dinikahi sudah tidak dapat dibedakan. Kasus lain yang saya jumpai di lapangan yang memperkuat argumen sementara saya bahwa partuturon di kalangan migransi Mandailing berubah adalah kasus keluarga Mandailing yang melakukan pernikahan semarga. Faktor lain terjadinya perubahan Partuturon disebabkan oleh perkawinan campur. Perkawinan etnis Mandailing dengan Etnis Jawa misalnya. Keluarga ini justru lebih sering atau bahkan lebih memahami budaya dan Partuturon Jawa karena lebih dominan menggunaan tutur Jawa di kesehariannya. Kepada pihak ayah pun yang berasal dari etnis Mandailing justru .menggunakan tutur sesuai ketentuan tutur Jawa. Hal ini yang membuat Partuturon Mandailing berubah, bahkan apabila secara terus menerus dibiarkan maka tutur Mandailing bisa hilang dari masyarakat Mandailing di kota Medan. Berdasarkan uraian di atas Maka saya merasa Partuturon perlu untuk diteliti. Partuturon bukan hanya istilah dalam berkomunikasi melainkan penunjuk hubungan kekerabatan dan penentu sikap serta tanggung jawab diantara sesama kerabat. Partuturon merupakan suatu jembatan perekat kekerabatan diantara sesama kerabat. Melalui Partuturon hubungan kekerabatan juga tidak akan pernah hilang. Oleh karena itu untuk tetap menjaga partuturon Mandailing dan untuk memperbaiki partuturon yang sudah berubah hal ini perlu untuk diteliti agar menimbulkan kesadaran moral masyarakar Mandailing yang ada di kota Medan. Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah