BAB IV IMPLEMENTASI PARTUTURON ETNIS MANDAILING
YANG BERUBAH SERTA KONSEKUENSI YANG DI TIMBULKAN
4.1. Partuturon Berubah dalam Keberagaman Etnis
Medan merupakan kota metropolitan dan pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara. Keberagaman etnis merupakan salah satu cirri kota Medan. Hal yang paling menarik
dari keberagaman etnis bahwa pada kawasan-kawasan di kota Medan di huni oleh satu etnis yang lebih dominan sehingga menimbulkan pencirian, misalnya kawasan Padang Bulan
dicirikan sebagai kampungnya etnis Karo karena di kawasan tersebut banyak di huni oleh etnis Karo. Kawasan Bandar Selamat banyak di huni oleh etnis Mandailing, begitu juga
dengan kawasan lainnya di dominasi oleh satu kelompok etnis di tengah-tengah keberagaman etnis lain.
Fenomena lingkungan kawasan yang berkelompok seperti yang disebutkan di atas akan menimbulkan polemik yang menyebabkan saling mempengaruhi budaya dan bahkan
menimbulkan adopsi budaya terhadap budaya yang lebih kuat atau yang lebih berpengaruh di lingkungan atau kawasan tetsebut. Penyesuaian terhadap lingkungan dan pengadopsian
budaya etnis lain akan menyebabkan perubahan – perubahan bahkan melupakan adat istiadat etnis yang semestinya di junjung tinggi dan dilestarikan. Hal seperti ini yang sering dialami
oleh masyarakat Mandailing di kota Medan, khususnya masyarakat Mandailing di beberapa kawasan penelitian
Perubahan budaya dan adat Masyarakat Mandailing diawali melalui pengadosian bahasa yang lebih dominan digunakan di lingkungan atau kawasan tempat tinggal, bahasa-
bahasa daerah tidak dipergunakan lagi bahkan di lupakan, sehingga tidak sedikit masyarakat Mandailing yang sama sekali tidak memahami bahasa daerahnya lagi. Berubahnya bahasa
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan berubahnya partuturon, yang turut merubah istilah dan sapaan bahkan tanggung jawab dalam hubungan kekerabatan. Ketika istilah dan sapaan berubah maka
tanggungjawab akan turut berubah. hal ini dapat digambarkan melalui satu contoh istilah atau sapaan pada masyarakat Mandailing yang berubah. Misalnya, istilah sapaan “ Bapak “
terhadap amang atau ayah. Dalam adat Mandailing ayah hanya dapat di sapa dengan istilah amang agar tanggung jawab dan peran berlaku sesuai ketentuan adat tentang pengaturan
hubungan antara anak dan ayah, sehinnga ketika istilah dan sapaan berubah menjadi “ bapak” maka pada ketentuan adat Mandailing tentang hungan dan aturan akan berubah tidak seperti
aturan antara anak dengan ayah, melainkan hubungan antara anak dengan apa udanya adik ayah atau suami suami adik perempuan ibu karena istilah dan sapaan “ Bapak” dipakai
terhadap apa uda. Demikian dengan istilah dan sapaan lainnya yang berubah akan turut memberi perubahan terhadap peran dan tanggungjawab yang seharusnya dalam ketentuan
adat Mandailing. Berubahnya bahasa dan partuturon pada masyarakat mandailing disamping karena
keberagaman etnis juga dipengaruhi oleh paktor dan latar belakang berubah karena latar belaka orangtua yang berasal dari etnis yang berbeda.
Orangtua merupakan acuan dan panutan anak-anaknya sehingga bisa dikatakan tindakan dan perilaku orang tua akan diikuti oleh anaknya. Erat kaitannya terhadap asal usul
kedua orang tua. Ketika kedua orangtua berasal dari suku atau etnis yang sama maka akan sangat mudah untuk kedua orangtua membimbing dan mengajarkan adat dan budaya daerah
berdasarkan etnisnya kepada anak-anaknya. Sebaliknya jika seorang anak dilatar belangi dengan orangtua yang yang berasal dari etnis yang berbeda, salah satu dari kedua etnis
tersebut akan mendominasi sehingga anak tumbuh dan akrab dengan budaya yang dominan tersebut. Hal ini dapat lebih diperkuat melalui pernyataan yang diungkapkan oleh Reni :
Universitas Sumatera Utara
“ aku memang dari kecilnya sudah tidak tau bahasa Mandailing apalagi partuturonnya, karena mama aku kan orang Jawa jadi kalo di Tanya bahasa Jawa
saya baru ngerti.dan kalo masalah tutur keknya kami semua make tutur Jawa la. Karna kan lebih dekat dengan keluarga ibu jadi kita mungkin seringnya dengar
bahasa Jawa makanya ngerti. Kalo keluarga bapak kan di tapsel sana jadi jumpa pun jarang dan dengar bahasa Mandailing pun jarang. Jadinya kekginilah seharsnya
Batah malah jadi Jawa ngikut mama”. Reni, april 201i.
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa hubungan seorang anak yang biasanya lebih dekat dengan ibu memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkah laku anak.
Berdasarkan pernyataan diatas melalui kedekatan hubungan membuat anak justru lebih memahami adat etnis Ibunya, namun yang menjadi masalah sosial hubungan yang seharusnya
dijalankan dengan ketentuan patrilineal terlihat menyimpang dari aturan yang mengharuskan bahwa seorang anak dan istri harus mengikuti ayah suami sesuai dengan marga ayah yang
diberikan kepada anak-anaknya. Disinilah letak penyimpangan lain yang ditimbulkan oleh latar belakang orangtua yang berbeda etnis.perubahan besar yang disebabkan adalah
hilangnya nilai-nilai etnis budaya Mandailing, termasuk menyangkut masalah partuturon Mandailing.
4.2. Partuturon berubah karena latar belakang lingkungan tempat dibesarkan