V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pola, Laju dan Neraca Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Sub DAS Keduang
Penggunaan lahan merupakan perwujudan atau perpaduan dari aktivitas manusia penghuni wilayah yang bersangkutan dengan tingkat teknologi
usahatani yang digunakan dan jumlah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Setiap pola penggunaan lahan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
lahan dan pendapatan, disamping juga dapat menimbulkan dampak lingkungan.
Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada perubahan penggunaan lahan 15 tahun terakhir tahun 1993,
2005 dan 2008. Pada tahun 1993, luas tiap-tiap jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang adalah hutansemak belukar seluas 4.031 ha
9,5, perkebunankebun campuran 8.143 ha 19,3, sawah irigasi 8.205 ha 19,4, sawah tadah hujan 7.724 ha 18,3, tegalanladang 3.020 ha
7,2, pemukiman dan bangunan dengan luas 10.883 ha 25,8, dan penggunaan lain seluas 255 ha 0,6 . Penyebaran luas masing-masing
penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Penyebaran Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang tahun 1993
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Penyebaran luas penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang tahun 2005 berbeda apabila dibandingkan dengan penyebaran penggunaan lahan
pada tahun 1993. Jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang pada tahun 2005 meliputi hutansemak belukar 688 ha 1,6, perkebunankebun
campuran 5.049 ha 11,9, sawah irigasi 8.195 ha 19,4, sawah tadah hujan 7.565
ha 17,9, tegalanladang 9.455
ha 22,4, pemukimanbangunan 11.082 ha 26,2 dan penggunaan lain 227 ha
0,5. Adapun penyebaran jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang pada tahun 2008 secara rinci disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Penyebaran Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang tahun 2005 Pada tahun 2005 luas penggunaan hutansemak belukar mengalami
penurunan dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 1993 disebabkan oleh adanya penebangan liar pada era reformasi sekitar tahun 1999 – 2000,
sehingga banyak lahan hutan yang berubah menjadi tegalanladang. Upaya penghijauan kembali lahan-lahan hutan tersebut melalui Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL yang dilakukan mulai tahun 2004, pada tahun 2005 belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang pada tahun 2008 meliputi hutansemak belukar 2.725 ha 6,4, perkebunankebun campuran
6.420 ha 15,2, sawah irigasi 8.166 ha 19,3, sawah tadah hujan 7.357 ha 17,4, tegalanladang 6.243 ha 14,8, pemukimanbangunan 11.180
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
ha 26,5 dan penggunaan lain 170 ha 0,4. Adapun penyebaran jenis penggunaan lahan di wilayah Sub-DAS Keduang pada tahun 2008 secara
rinci disajikan pada Gambar 19.
Gambar 19. Penyebaran Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang tahun 2008 Kawasan hutan dan semak belukar hanya mempunyai luas sekitar 2.725
ha 6,4, berupa hutan pinus, hutan semak dan hutan jati. Kawasan hutan yang hanya 6,4 ini sebenarnya kurang baik di dalam upaya menjamin
retensi DAS yang ideal. Retensi DAS diartikan sebagai ketahanan dan kemampuan konservasi air oleh DAS, agar air hujan yang jatuh dapat
ditampung, diresapkan dan disimpan dalam tanah dan akuifer. Selanjutnya secara perlahan dilepaskan ke sistem jaringan sungai dengan distribusi merata
sepanjang tahun, dengan fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Retensi DAS dipengaruhi oleh keadaan vegetasi,
penggunaan lahan, kondisi topografi, tanah, dan geologi. Vegetasi dan penggunaan lahan relatif dapat diubah oleh perilaku dan ulah manusia. Secara
ideal untuk menjaga retensi DAS tetap baik diperlukan luasan vegetasi hutan minimal 30 dari luas DAS yang berada di wilayah hulu Tim Studi JICA,
2007.
Dari data penggunaan lahan tahun 1993, 2005 dan 2008 dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 15 tahun 1993 – 2008 telah terjadi perubahan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Keduang. Perbandingan luas penggunaan lahan tahun 1993, 2005 dan 2008 secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 25.
Tabel 25. Perbandingan Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Sub-DAS Keduang Tahun 1993, 2005 dan 2008
No. Jenis Penggunaan Tahun 1993
Tahun 2005 Tahun 2008
Luas ha
Luas ha
Luas ha
1. Hutansemak
Belukar 4.031
9,5 688
1,6 2.725
6,4
2. Perkebunan
Kebun Campuran 8.143 19,3
5.049 11,9 6.420
15,2 3.
Sawah Irigasi 8.205 19,4
8.195 19,4 8.166
19,3 4.
Sawah tadah Hujan
7.724 18,3 7.565 17,9
7.357 17,4
5. Tegalanladang
3.020 7,2
9.455 22,4 6.243
14,8 6.
Pemukiman Bangunan
10.883 25,8 11.082 26,2 11.180 26,5
7. Penggunaan Lain
255 0,6
227 0,5
170 0,4
Sumber : Analisis Data Digital Dari Tabel 25 dapat diketahui telah terjadi perubahan penggunaan lahan
antara tahun 1993, 2005 dan 2008. Penggunaan lahan tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 1993 yang mengalami penyusutan adalah
hutansemak belukar, perkebunankebun campuran, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan penggunaan lain. Penggunaan untuk tegalanladang dan
pemukimanbangunan mengalami peningkatan.
Perubahan tersebut merupakan konversi bersih net conversion artinya selama kurun waktu
tersebut sebenarnya selain terjadi perubahan penggunaan lahan yang satu ke yang lain, juga terjadi perubahan penggunaan lahan yang lain ke penggunaan
lahan tersebut. Sebagai contoh, untuk lahan tegalanladang, walaupun secara luasan meningkat sebenarnya selama kurun waktu tersebut juga terjadi
konversi ke penggunaan lain, seperti untuk pemukiman. Begitu pula untuk lahan pertanian yang lain perkebunankebun, sawah dan sawah tadah hujan.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Gambar 20. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang Tahun 1993, 2005 dan 2008
Dari Gambar 20, dapat diketahui lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan dan penggunaan lain cenderung terus menurun. Penggunaan lahan untuk
hutansemak belukar dan perkebunankebun campuran pada periode 1993- 2005 cenderung menurun, tetapi kemudian meningkat pada periode 2005-
2008. Penurunan lahan untuk penggunaan hutansemak belukar pada periode 1993-2005 disebabkan oleh adanya penebangan liar pada tahun-tahun awal
reformasi. Begitu pula yang terjadi pada lahan kebunperkebunan campuran banyak dilakukan penebangan pada periode tersebut, terutama pada lahan-
lahan kebunperkebunan campuran pola perkebunan inti rakyat, yang dinilai tidak menguntungkan petani. Akibat dari penebangan tersebut lahan
kemudian diubah menjadi ladang untuk bercocok tanam petani, sehingga luas tegalanladang cenderung meningkat. Pada periode tahun 2005 – 2008
dilakukan penghijauan kembali lahan-lahan hutansemak belukar dan perkebunankebun campuran yang telah berubah menjadi tegalanladang,
salah satunya melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL, sehingga lahan untuk penggunaan hutansemak belukar dan
perkebunankebun campuran meningkat kembali.
Penggunaan lahan untuk pemukimanbangunan cenderung terus meningkat, baik untuk periode 1993–2005 maupun periode 2005–2008. Pada
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
periode 1993-2005 luas lahan pemukimanbangunan meningkat sebesar 0,47 dari luas Sub DAS secara keseluruhan dan pada periode 2005-2008
luas lahan pemukimanbangunan meningkat sebesar 0,24 dari luas Sub DAS secara keseluruhan. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan laju
pertumbuhan lahan untuk pemukimanbangunan dari 0,04 persentahun menjadi 0,08 persentahun. Peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman
bangunan tersebut diantaranya dilakukan dengan mengkonversi lahan-lahan pertanian ke penggunaan non pertanian pemukimanbangunan. Pola
perubahan penggunaan lahan untuk setiap jenis penggunaan lahan antara tahun 1993 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tiap-Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Antara Tahun
1993 dengan 2005
Tahun 1993
Tahun 2005 Jumlah
HSB PKC SI STH
TL PB
PL HSB
688 -
- 64 3.279
- -
4.031 PKC
- 5.049 -
244 2.691 159
- 8.143
SI -
- 8.195 -
- 10
- 8.205
STH -
- - 7.229
484 11
- 7.724
TL -
- -
- 3.001 19
- 3.020
PB -
- -
- - 10.883
- 10.883
PL -
- -
28 -
- 227
255 Jumlah
688 5.049 8.195 7.565 9.455 11.082 227
42.261 Keterangan : HSB = HutanSemak Belukar,
PKC = PerkebunanKebun Campuran, SI = Sawah Irigasi, STH = Sawah Tadah Hujan, TL = TegalanLadang,
PB = PemukimanBangunan, PL = Penggunaan Lain Dari Tabel 26 dapat diketahui penggunaan lahan untuk hutansemak
belukar pada periode tahun 1993–2005 mengalami penyusutan dikonversikan ke penggunaan lain sebesar 3.343 hektar, dengan rincian
yang berubah menjadi sawah tadah hujan 64 hektar dan tegalanladang 3.279
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
hektar. Perubahan lahan perkebunankebun campuran menjadi sawah tadah hujan, tegalanladang dan pemukiman masing-masing seluas 244 hektar,
2.691 hektar dan 159 hektar. Lahan pertanian yang lain yang dikonversi menjadi lahan pemukimanbangunan pada periode tahun 1993-2005 adalah
lahan sawah irigasi teknis, sawah tadah hujan dan tegalanladang. Konversi lahan pertanian ke non pertanian ini terus berlanjut pada periode tahun 2005-
2008. Pola perubahan penggunaan lahan untuk setiap jenis penggunaan lahan antara tahun 2005–2008 dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Perubahan Penggunaan Lahan dari Tiap-Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Antara Tahun
2005 dengan 2008
Tahun 2005
Tahun 2008 Jumlah
HSB PKC SI
STH TL
PB PL
HSB 688
- -
- -
- -
688 PKC
- 5.039 -
- -
10 -
5.049 SI
- - 8.166
21 -
8 -
8.195 STH
- 253
- 7.279 -
33 -
7.565 TL
2.037 1.128 -
- 6.243 47
- 9.455
PB -
- -
- - 11.082
- 11.082
PL -
- -
57 -
- 170
227 Jumlah
2.725 6.420 8.166 7.357 6.243 11.180 170
42.261 Keterangan : HSB = HutanSemak Belukar,
PKC = PerkebunanKebun Campuran, SI = Sawah Irigasi, STH = Sawah Tadah Hujan, TL = TegalanLadang,
PB = PemukimanBangunan, PL = Penggunaan Lain Dari Tabel 26 dan 27 dapat diketahui bahwa konversi lahan pertanian ke
non pertanian pemukiman terjadi baik pada periode 1993-2005 maupun 2005-2008. Lahan pertanian yang dikonversi menjadi non pertanian meliputi
lahan perkebunankebun campuran, sawah irigasi, sawah tadah hujan dan tegalan ladang. Luas konversi dari masing-masing jenis lahan pertanian ke
non pertanian tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Tabel 28. Luas Konversi Lahan Pertanian Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan, PerkebunanKebun, TegalanLadang ke Pemukiman di Sub
DAS Keduang Kabupaten Wonogiri
Jenis Lahan Pertanian Sebelum
Konversi ke Non Pertanian
Luas Konversi ha Jumlah
ha 1993 - 2005
2005 - 2008 Sawah Irigasi
10 8
18 Sawah Tadah Hujan
11 33
44 LadangTegalan
19 47
66 PerkebunanKebun
159 10
169 Jumlah
199 98
297 Rata-ratatahun
17 33
20
Dari Tabel 28 dapat diketahui bahwa luas keseluruhan lahan pertanian yang dikonversi ke non pertanian seluas 297 hektar. Dari Tabel 28 juga dapat
diketahui telah terjadi peningkatan luas rata-rata per tahun konversi lahan pertanian ke non pertanian. Pada periode tahun 1993-2005 rata-rata per tahun
lahan pertanian yang dikonversi ke non pertanian seluas 17 hektar, sedangkan pada periode tahun 2005-2008 meningkat menjadi 33 hektar.
Gambar 21. Grafik Rata-rata Luas Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Per Tahun di Sub DAS Keduang Pada Periode
Tahun 1993-2005 dan Tahun 2005-2008
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Laju konversi lahan pertanian ke pemukiman di Sub DAS Keduang tersebut termasuk lambat, dibandingkan dengan yang terjadi di Sub DAS
yang lain. Hasil penelitian Irawan 2007 pada tahun 2003 di Sub DAS Citarik telah terjadi konversi lahan pertanian ke non pertanian seluas 1.586,8
hektar, yang terdiri atas lahan sawah seluas 921,9 hektar dan lahan kering seluas 664,9 hektar. Konversi lahan lahan pertanian yang terjadi di Sub DAS
Citarik tersebut sebagian besar 50 diperuntukkan kawasan industri, hanya sekitar 22 yang dimanfaatkan untuk kawasan perumahan.
Berdasarkan hasil analisis perubahan penggunaan lahan tahun 1993-2005 dan 2005-2008 dengan menggunakan perangkat Powersim 2.5d dapat disusun
model konversi lahan pertanian ke non pertanian yang diagram alirnya dapat dilihat pada Gambar 22.
Luas_Sub_DAS FKLP
Laju_Konversi Luas_Konversi_LP
Luas_Pemukiman Luas_Non_Pemukiman
Gambar 22. Diagram Alir Sub Model Konversi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian di Sub DAS Keduang
Dari model tersebut dapat digunakan untuk memprediksikan luas konversi lahan pertanian ke non pertanian untuk jangka waktu 30 tahun
kedepan. Berdasarkan hasil analisis laju konversi lahan pertanian ke non pertanian Tabel 26 dan 27 dapat diketahui bahwa laju konversi lahan
pertanian ke non pertanian merupakan fungsi pulse, dimana lajunya meningkat menjadi 2 kali lipat setelah 12 tahun, maka konversi lahan
pertanian ke non pertanian yang akan terjadi sampai dengan 30 tahun kedepan diperkirakan seluas 1.450 hektar. Luas lahan non pertanian pemukiman
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
pada tahun 2008 adalah 11.180 hektar, sehingga pada tahun 2038 luas lahan non pertanian akan menjadi 12.630 hektar 30 dari luas Sub DAS
Keduang. Hal itu akan diikuti oleh penurunan luas lahan untuk penggunaan non pemukiman, termasuk luas lahan pertanian lihat Gambar 23.
Tahun Ke Luas ha
Luas_Konversi_LP 1
Luas_Pemukiman 2
Luas_Non_Pemukiman 3
5 10 15 20 25 30
10.000 20.000
30.000
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
1 2
3
Gambar 23. Grafik Prediksi Luas Konversi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian di Sub DAS Keduang selama 30 Tahun
Konversi lahan pertanian ke non pertanian merupakan fenomena yang juga terjadi di negara-negara yang sudah berkembang maju. Penelitian di
Jepang dengan menggunakan KSIM Kane’s Simulation Model mengungkapkan pada tahun 1976 sampai dengan 1989, lahan pertanian, lahan
hutan dan penggunaan lain telah berkurang 0,8, 0,1 dan 0,3. Untuk kawasan terbangun meningkat 1,7 dari luas area keseluruhan. Konversi
lahan pertanian ke non pertanian tersebut diperkirakan terus meningkat untuk tahun-tahun yang akan datang Morita et al., 1997.
Hasil penelitian Kline dan Alig 2001 dengan menggunakan model spasial melaporkan selama kurun waktu 1997- 2050 diperkirakan lahan hutan
di Oregon bagian barat dan Washington bagian barat masing-masing berkurang 1 dari luas lahan tahun 1997. Lahan pertanian akan berkurang
sebesar 4,1 di Oregon bagian barat dan 13,2 di Washington bagian barat. Lahan untuk penggunaan sarana perkotaan pemukiman, pabrik, perkantoran,
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
dan lain-lain meningkat 17,7 di Oregon bagian barat dan 22,5 di Washington bagian barat.
Berlangsungnya fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian, menunjukkan bahwa dinamika perubahan penggunaan lahan menjadi semakin
intensif dengan semakin berkembangnya perekonomian wilayah. Dengan demikian, permasalahan konversi lahan pertanian ke non pertanian tidak
terlepas dari proses transformasi struktur ekonomi yang terjadi di wilayah tersebut, yakni dari struktur ekonomi yang berbasiskan sektor primer
pertanian ke sektor sekunder dan tertier industri, jasa dan perdagangan. Sebagai suatu konsekuensi pembangunan, konversi lahan pertanian ke non
pertanian dapat dinilai wajar terjadi Nasoetion, 2003. Pertumbuhan penduduk kota dan aktivitas perekonomian memerlukan lahan untuk
perumahan, industri, sarana dan prasarana penunjang lainnya. Kompetisi penggunaan lahan untuk pertanian dan non pertanian praktis sulit dihindari.
Permasalahannya justru terletak pada proses yang terjadi dibalik konversi lahan pertanian tersebut dan kemungkinan dampak yang dapat ditimbulkan.
Firman 2000 menyebutkan konversi lahan pertanian mempunyai dua dampak, yaitu langsung dan tidak langsung. Dampak langsung meliputi
hilangnya lahan pertanian, hilangnya kesempatan kerja sektor pertanian, hilangnya investasi infrastuktur irigasi di area yang bersangkutan, rusaknya
lansekap alami dan terganggunya air tanah. Menurut Sudaryanto 2003, konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian terjadi sebagai
konsekuensi kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi di perkotaan yang berbasis industri dengan ekonomi pedesaan yang berbasis pertanian. Konversi
lahan yang terjadi selama kurun waktu 1981-1999 telah menyebabkan kehilangan produksi padi sebesar 8,89 juta ton. Namun demikian dampak
konversi tersebut dapat diatasi pemerintah dan masyarakat dengan perluasan area baru di luar Jawa dan intensifikasi lahan pertanian yang ada.
Irianto 2008 menguraikan perlunya optimalisasi pengelolaan sumberdaya lahan sebagai titik ungkit dalam mengatasi permasalahan utama
penggunaan lahan, terutama konversi lahan yang sulit dikendalikan, degradasi sumberdaya lahan dan air, serta ancaman perubahan iklim. Berdasarkan
berbagai asumsi peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan beras, dan lain-
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
lain, apabila konversi lahan tetap terjadi sekitar 75.000 hektartahun, maka diperlukan pembukaan sawah baru seluas 100.000 hektartahun hingga tahun
2025 agar swasembada beras dapat dipertahankan. Untuk swasembada kedelai, diperlukan perluasan areal tanam dari 0,6 juta hektar menjadi 1,5 juta
hektar, baik di lahan sawah maupun di lahan kering.
Hasil penelitian Agus et al. 2003 tentang Multifungsi Lingkungan Sistem Padi Sawah di DAS Citarum, Jawa Barat, menunjukkan sistem
pertanaman padi berkontribusi nyata dalam pengurangan banjir, konservasi sumberdaya air, pencegahan erosi, pembuangan limbah dan peredaman panas.
Jumlah total biaya pengganti untuk fungsi lingkungan dari sistem pertanian padi mencapai 45 dari total harga produksi beras yang dihasilkan dari areal
yang sama. Hal ini berarti bahwa petani menghasilkan jasa lingkungan secara cuma-cuma seharga 45 dari nilai padi yang dihasilkan. Erosi dari sawah
bernilai negatif yang berarti bahwa sawah walaupun pada areal miring, mendepositkan sedimen, bukan menghasilkan sedimen. Hanya lahan sawah
yang berdampingan dengan sungai menghasilkan sedimentasi sungai.
Dams et al. 2008 meneliti dampak perubahan penggunaan lahan terhadap keseimbangan tata air tanah di wilayah DAS Kleine Nete, Belgia.
Hasil penelitiannya dengan menggunakan CLUE-S Model Conversion of Land Use and its Effects at Small regional extent menunjukkan terjadi
penurunan kondisi air tanah antara 0,8 – 2,9 selama kurun waktu 20 tahun tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2000.
Konversi lahan pertanian ke non pertanian akan mengakibatkan hilangnya sebagian multifungsi lahan pertanian dan diperkirakan akan
berpengaruh terhadap kualitas lingkungan Sub DAS Keduang, seperti berkurangnya produksi pertanian, hilangnya kesempatan kerja, meningkatnya
laju erosi dan sedimentasi waduk, terganggunya kualitas dan kuantitas debit aliran dan juga dampak-dampak lingkungan yang lain. Berkurangnya
produksi pertanian dan hilangnya kesempatan kerja dapat diatasi dengan optimalisasi lahan pertanian yang ada atau perluasan areal pertanian di DAS
yang lain. Namun, fungsi lingkungan mencegah erosi dan menjaga kestabilan sumberdaya air dari lahan pertanian pada suatu DAS tidak bisa
digantikan oleh lahan pertanian di DAS yang lain.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
5.2. Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Kualitas Lingkungan DAS Waduk Wonogiri
a. Aspek Ekonomi 1. Potensi Produksi Pertanian