Lokasi dan Waktu Penelitian Penilaian di hulu on-site dengan biaya pengganti replacement

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DAS Waduk Wonogiri, dengan mengambil kasus di Sub DAS Keduang. Sub DAS Keduang dipilih karena merupakan Sub DAS yang paling luas dibandingkan dengan Sub DAS yang lain Sub-DAS Tirtomoyo, Sub-DAS Temon, Sub-DAS Alang Unggahan, Sub-DAS Wuryantoro, dan Sub- DAS Solo Hulu di wilayah DAS Waduk Wonogiri. Luas Sub DAS Keduang adalah 42.261 hektar atau 33,8 dari luas DAS Waduk Wonogiri secara keseluruhan. Lokasi petani sampel diambil secara sengaja purposive dari daerah- daerah di bagian hulu Kecamatan Jatipurno, tengah Kecamatan Jatisrono dan hilir Kecamatan Ngadirojo dari Sub DAS Keduang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember 2008 sampai dengan Oktober 2009. 3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Studi Laju Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian 1. Teknik Pengumpulan Data Data konversi lahan pertanian ke non pertanian dikumpulkan melalui pengukuran luas masing-masing tata guna lahan berdasarkan peta rupa bumi skala 1 : 25.000 dari tiga titik waktu yang berbeda 1993, 2005 dan 2008. 2. Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian serta Cara Pengumpulannya Jenis Data Data Yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Data Sumber Data Teknik Analisis Data Data Spasial  Peta penggunaan lahan 1993, 2005 dan 2008  Jenis dan luas penggunaan lahan  Jenis dan luas konversi lahan  Studi Dokumen  Balai Penelitian Kehutanan Surakarta  Bakosurtanal  Analisis Spasial  Tabulasi Silang Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com 3. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis laju dan distribusi spasial konversi lahan pertanian ke non pertanian di daerah penelitian digunakan analisis data tabulasi silang cross tabulation dan analisis spasial pada tiga titik waktu yaitu tahun 1993, 2005 dan 2008. 3.2.2.Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Kualitas Lingkungan Akibat Hilangnya Multifungsi Lahan Pertanian 1. Fungsi Ekonomi Penghasil Produksi Pertanian a. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri. b. Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data sekunder yang dikumpulkan dan sumber data tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Fungsi Ekonomi Lahan Pertanian serta Cara Pengumpulannya Jenis Data Data Yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Data Sumber Data Teknik Analisis Data Data Sekunder  Luas Tanam dan Luas Panen  Jumlah Produksi Pertanian untuk Tiap- Tiap Komoditi  Studi Dokumen  Studi Dokumen  BPS  Dinas Pertanian  Analisis Produktiv itas Usahatani c. Teknik Analisis Data Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi pertanian. Dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi pertanian yang hilang akibat konversi lahan pertanian, dapat diketahui dari analisis sebagai berikut : Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com 4 3 PS =  PSi, dimana PSi = Si  Hm i = 1 m = 1 Keterangan : PS = produksi pertanian per tahun yang “hilang” ton PSi = produksi pertanian per tahun dari lahan pertanian dengan jenis penggunaan lahan-i yang terkonversi ton i = 1, … 4, dimana 1, 2, 3, 4 masing-masing menunjukkan jenis penggunaan lahan hutan, kebun, tegalan dan sawah yang terkonversi Si = luas lahan pertanian dengan jenis penggunaan-i yang terkonversi Ha Hm = produktivitas usahatani pada musim tanam-m dari lahan pertanian dengan jenis penggunaan –i tonHa m = 1, 2, 3, masing-masing menunjukkan musim tanam I, II dan III

2. Fungsi Sosial Penyedia Lapangan Kerja

a. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung observasi di lapangan dan wawancara dengan petani di Sub DAS Keduang. Pengambilan contoh petani responden dilakukan dengan metode acak sederhana simple random sampling. Wilayah Sub DAS Keduang dikelompokkan secara geografis menjadi tiga bagian, yaitu wilayah hulu Kecamatan Jatipurno, tengah Kecamatan Jatisrono dan hilir Kecamatan Ngadirojo Sub DAS. Dari masing-masing wilayah tersebut diambil 40 petani lahan sawah dan lahan kering secara acak. b. Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data primer fungsi lahan pertanian sebagai penyedia lapangan kerja yang dikumpulkan dan sumber data tertera pada Tabel 4. c. Teknik Analisis Data Dampak konversi lahan terhadap ketenagakerjaan dilakukan dengan mendeskripsikan kesempatan kerja yang hilang akibat konversi lahan pertanian. Kesempatan kerja yang “hilang”, dibatasi pada kesempatan Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com kerja yang secara langsung terkait dengan penggunaan lahanusahatani. Jadi mencakup kesempatan kerja pada usahatani selama satu tahun. Selanjutnya, mengacu pada hasil pengamatan di lapang dilakukan pula estimasi kesempatan kerja yang “hilang” pada kegiatan pasca panen sebagai contoh penggilingan padi dan pengusahaan beras untuk usahatani sawah. Secara matematis, kesempatan kerja pada usahatani yang “hilang” per tahun dari luas lahan pertanian yang terkonversi adalah: KERJA = KERJA1 + KERJA2 + KERJA3 KERJA1, KERJA2 dan KERJA3 masing-masing didefinisikan sebagai penyerapan tenaga kerja pada usahatani MT I, MT II dan MT III yang seharusnya tercipta dari luasan lahan pertanian yang terkonversi. Peubah KERJA dengan demikian dipengaruhi oleh pola tanam pada masing-masing jenis lahan pertanian yang terkonversi maupun teknologi usahatani yang digunakan. Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Penyedia Tenaga Kerja serta Cara Pengumpulannya Jenis Data Data Yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Data Sumber Data Teknik Analisis Data Data primer  Identitas petani  Luas penguasaan lahan  Penggunaan Tenaga Kerja  Penggunaan faktor- faktor produksi  Produksi pertanian  Pendapatan petani  Wawancara  Responden  Analisis Kesempatan Kerja Yang Hilang

3. Fungsi Lingkungan Pengendali Erosi dan Pemelihara Tata Air

a. Teknik Pengumpulan Data Data fungsi lahan pertanian sebagai pengendali erosi dan pemelihara tata air merupakan data sekunder tahun 1993 sampai dengan 2008 yang dikumpulkan dari instansi yang terkait seperti Balai Besar Wilayah Sungai BBWS Bengawan Solo, Perum Jasa Tirta I, Balai Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Penelitian Kehutanan BPK Surakarta, Bappeda Kabupaten Wonogiri, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Wonogiri. b. Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data fungsi lahan pertanian sebagai pengendali erosi dan pemelihara tata air yang dikumpulkan dan sumber data tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis dan Sumber Data Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Pengendali Erosi dan Pemelihara Tata Air serta Cara Pengumpulannya Jenis Data Data Yang Dikumpulkan Cara Pengumpulan Sumber Data Teknik Analisis Data Data fisik dan kimia tahun 1993- 2008  Laju erosi  Curah hujan  Jenis tanah  Panjang lereng  Distribusi kelas kelerengan lahan  Tindakan konservasi  Laju sedimentasi  Debit air  Kontinuitas debit  Kualitas air  Studi Dokumen  Balai Besar Wilayah Sungai BBWS Bengawan Solo  Perum Jasa Tirta I  BPK Surakarta  BPS  Dinas Pertanian  Dinas Pengairan  PPLH UNS  Metode USLE  Sediment Delivery Ratio  Perbandingan QmaxQmin  Koefisien Aliran Permukaan  Baku Mutu Air c. Teknik Analisis Data 1. Pengendali Erosi dan Sedimentasi Salah satu fungsi lahan pertanian adalah sebagai pengendali erosi dan sedimentasi yang terjadi di wilayah DAS waduk. Untuk mengetahui dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap erosi dan sedimentasi dilakukan dengan menghitung besarnya prakiraan erosi dan sedimentasi di wilayah Sub DAS Keduang. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation USLE yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith 1978 sebagai berikut : A = R K L S C P Keterangan : A = banyaknya tanah tererosi tonhatahun R = faktor erosivitas hujan K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng m S = faktor kecuraman lereng C = faktor vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah Mempertimbangkan bahwa dalam suatu sub DAS terdapat variasi besarnya curah hujan, jenis dan tipe tanah, pola tataguna lahan, pola aliran sungai dan kemiringan lereng, maka dalam memprakirakan besarnya laju erosi untuk skala sub DAS perlu ditentukan nilai rata- rata dari masing-masing faktor yang tercantum dalam rumus USLE tersebut. Di dalam model AGNPS Agricultural Non Point Source of Pollution yang digunakan untuk memprediksi besarnya erosi pada suatu kejadian hujan dari suatu DAS, sering digunakan USLE untuk memprediksi besarnya erosi setiap grid-cell dalam suatu DAS, meskipun persamaan USLE tidaklah cocok untuk maksud tersebut. Oleh sebab itu agar dapat digunakan dengan lebih baik dalam model AGNPS, Kinnel dan Risse 1998 dalam Arsyad 2010 melakukan modifikasi persamaan USLE yang dinamai USLE-M. Namun karena keterbatasan data curah hujan yang ada, maka pada penelitian ini prediksi erosi masih dilakukan dengan menggunakan persamaan USLE. Pada metode USLE, prakiraan besarnya erosi adalah dalam kurun waktu per tahun tahunan, maka angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan tahunan sebanyak mungkin. Faktor erosivitas hujan, Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Bols 1978, sebagai berikut : Rn = 6,119CH1,21HH-0,47CHm0,53 Keterangan : Rn = erosivitas hujan bulan ke-n CH = jumlah curah hujan cm HH = jumlah hari hujan rerata bulanan CHm = curah hujan maksimum selama 24 jam rerata bulanan cm Nilai K dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Arsyad 2010, sebagai berikut : 100 K = 1,292 {2,1 M 1,14 10 -4 12-a + 3,25 b – 2 + 2,5 c-3} K = faktor erodibilitas tanah M = indeks tekstur tanah M = pasir sangat halus + debu 100 - lempung a = kandungan bahan organik b = kelas struktur tanah c = kelas permeabilitas tanah Menentukan nilai faktor panjang lereng L dengan cara :  Ukur panjang aliran sungai km  Ukur luas sub-DAS km 2  Tentukan kerapatan aliran d = panjang aliran luas  Tentukan kemiringan lereng rata-rata sub DAS  Tentukan nilai faktor panjang lereng L. Faktor panjang lereng L didefinisikan secara matematik sebagai berikut: L = l 22,1 m L = faktor panjang lereng l = panjang kemiringan lereng m m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang lereng dan kemiringan lereng dan dapat juga dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan tipe vegetasi Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis Asdak, 2004 sebagai berikut : S = 0,43 + 0,30 s + 0,04 s 2 6,61 s = kemiringan lereng aktual Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng L dan S diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung Arsyad, 2010 dengan rumus : LS = L 12 0,00138 S 2 + 0,00965 S + 0,0138 L = panjang lereng m S = kemiringan lereng Faktor pengelolaan tanaman C, merupakan nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor tindakan konservasi P, merupakan nisbah antara besarnya erosi tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang diolah menurut arah lereng. Nilai faktor C dan P, atau nilai faktor CP berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor Abdurrachrnan et al., 1984; Hammer, 1990; dan Arsyad, 2010, disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Cara memprakirakan besarnya hasil sedimen sediment yield dengan menghitung besarnya Sediment Delivery RatioSDR sub DAS Keduang, dengan rumus sebagai berikut Asdak, 2004 : Y = E SDR Ws Y = hasil sedimen per satuan luas E = jumlah erosi SDR = nisbah pelepasan sedimen Ws = luas sub DAS

2. Laju Erosi yang Dapat Ditoleransikan ETol

Laju erosi terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com secara lestari disebut erosi yang dapat ditoleransikan, dan disingkat ETol. Batas tertinggi erosi yang masih dapat ditoleransikan kadang- kadang ditetapkan dengan tujuan utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju pendangkalan waduk. Kriteria penetapan nilai ETol untuk maksud tersebut tidak sama dengan kriteria yang bertujuan untuk memelihara kelestarian produktivitas tanah. Jika nilai ETol yang ditetapkan untuk melestarikan produktivitas tanah tidak cukup untuk menghindari percepatan pendangkalan waduk atau gagal memberikan air dengan kualitas yang ditetapkan, maka dapat ditetapkan khusus untuk nilai ETol untuk DAS di hulu waduk, tanpa mengubah batas-batas maksimum yang telah ditetapkan secara umum Arsyad, 2010. Penetapan besarnya erosi yang masih dapat ditoleransikan ETol dapat diprakirakan dengan menggunakan rumus Hammer 1981 atau Arsyad 2010. Di dalam penelitian ini, dengan pertimbangan selain menjaga produktivitas lahan juga untuk menghindari percepatan pendangkalan waduk, maka untuk memprediksikan ETol menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Arsyad sebagai berikut : ETol = WPT D E dimana : ETol : erosi yang dapat ditoleransikan mmth D E : kedalaman ekuivalen kedalaman efektif tanah x faktor kedalaman tanah WPT : waktu pengusahaan tanah tahun Kedalaman efektif tanah merupakan kedalaman tanah sampai suatu lapisan horison yang menghambat pertumbuhan akar tanaman. Nilai faktor kedalaman tanah dikalikan dengan kedalaman efektif tanah akan didapatkan kedalaman ekuivalen. Dimana kedalaman ekuivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com produktivitasnya berkurang dengan 60 dari produktivitas tanah yang tidak tererosi. Sedangkan ketebalan tanah minimum adalah merupakan suatu kedalaman tanah yang harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan untuk tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik Arsyad, 2010. Penetapan nilai ETol dimaksudkan untuk mengetahui apakah sistem pengelolaan DAS yang diterapkan dapat berkelanjutan atau tidak. Jika nilai prediksi erosi ETol, maka sistem pengelolaan DAS yang diterapkan dapat berkelanjutan. Sebaliknya, jika nilai prediksi erosi ETol, maka sistem pengelolaan DAS yang diterapkan tidak berkelanjutan, melainkan pada DAS tersebut suatu saat tidak produktif lagi dan akan menjadi DAS yang kritis. Untuk itu, perlu dilakukan perubahan dalam sistem pengelolaan DAS, terutama perubahan terhadap faktor pengelolaan tanaman C dan faktor tindakan konservasi P. Kriteria tersebut dapat ditulis sebagai berikut : A  ETol atau RKLSCP  ETol CP  RKLS ETol Besarnya nilai prediksi erosi berdasarkan metode USLE dinyatakan dalam tonhatahun, sedangkan besarnya nilai ETol dinyatakan dalam mmtahun. Menurut Arsyad 2010, untuk mengkonversikan besaran tersebut dinyatakan sebagai berikut : mmtahun x Berat Volume x 10 = tonhatahun tahun mm BVx tahun ha ton 10  2. Pemelihara Tata Air Dampak konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap tata air dapat dilihat berdasarkan perubahan koefisien aliran permukaan, yang dirumuskan Asdak, 2004 sebagai berikut : Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com aliran permukaan mm Koefisien aliran permukaan C = ---------------------------- curah hujan mm Cara perhitungan untuk menentukan besarnya koefisien aliran permukaan pada suatu DAS Asdak, 2004 adalah :  Hitung curah hujan rata-rata DAS pada tahun tertentu t misalnya P = mmtahun.  Ubah satuan curah hujan tersebut menjadi mtahun yaitu dengan mengalikan bilangan 11000, sehingga curah hujan tersebut menjadi P1000 mtahun.  Hitung jumlah air yang mengalir melalui outlet debit sungai yang bersangkutan pada tahun t tersebut. 12 Jumlah debit setahun = ∑ d n X 86.400 X Q n m 3 n = 1  Hitung volume jumlah curah hujan di DAS tersebut dengan cara mengalikannya terhadap luas areal DAS A, yaitu : Volume P = P1000 x A P = curah hujan mmtahun A = luas DAS m 2  Koefisien aliran permukaan C kemudian dapat dihitung, yaitu: 12 C = ∑ {d n X 86.400 X Q n P1000 X A} n = 1 Kerusakan DAS dapat dinilai dengan membandingkan debit maksimum Qmax dengan debit minimum Qmin sebelum dan sesudah konversi lahan. Semakin besar nilai perbandingan tersebut menunjukkan semakin rusak DAS yang bersangkutan. Untuk mengetahui dampak terhadap kualitas air dilakukan dengan membandingkan Baku Mutu Lingkungan Perairan sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Data kualitas air yang ada dibandingkan dengan Baku Mutu Air sesuai kelasnya berdasarkan PP Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Parameter kualitas air yang diperlukan adalah BOD, DO, karbon anorganik, karbon nitrogen, karbon fosfat, residu pestisida, pH, zat padat terlarut TDS dan zat beracun Soemarwoto, 2003b.

3.2.3. Studi Valuasi Ekonomi Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Valuasi ekonomi konversi lahan pertanian ke non pertanian dilakukan dengan pendekatan hilangnya nilai ekonomi multifungsi lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian ke non pertanian tersebut. Pada penelitian ini nilai ekonomi multifungsi lahan pertanian yang dianalisis terbatas pada fungsi penghasil komoditas pertanian, fungsi sebagai penyedia lapangan kerja, fungsi sebagai pengendali erosi dan sedimentasi serta fungsi sebagai pemelihara tata air. 1. Nilai Ekonomi Sebagai Penghasil Komoditas Pertanian Konversi lahan pertanian ke non pertanian akan berdampak hilangnya produksi pertanian. Nilai produksi yang “hilang”, dapat dirumuskan sebagai berikut : 4 n 3 NPS =  NPSi, dimana NPSi = Si   Pl Clt i = 1 m = 1 t = 1 Keterangan : NPS = nilai produksi pertanian per tahun yang “hilang” Rupiah NPSi = nilai produksi pertanian per hektar lahan pertanian dengan jenis penggunaan lahan-i yang terkonversi Rupiah Pl = harga komoditi-i yang ditanam Rupiah Clt = produksi per hektar komoditi-i pada musim tanam t Dengan menggunakan harga pada saat penelitian, nilai produksi nilai output kumulatif yang telah hilang dapat pula dihitung. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

2. Nilai Ekonomi Sebagai Penyedia Lapangan Kerja

Konversi lahan pertanian akan berdampak pada hilangnya lapangan kerja sektor pertanian. Nilai ekonomi lahan pertanian sebagai penyedia lapangan kerja dianalisis berdasarkan nilai upah tenaga kerjapetani yang hilang akibat lahannya dikonversi. Adapun rumus untuk menghitung nilai upah tenaga kerjapetani dari usahatani yang “hilang” per tahun adalah : 4 3  =  Si i, dimana i =  Km i = 1 m = 1 Keterangan :  = nilai upah tenaga kerjapetani dari usahatani per tahun yang “hilang” Rupiah  i = nilai upah tenaga kerja per hektar usahatani per tahun dari lahan pertanian dengan jenis penggunaan lahan-i yang terkonversi Rupiah Km = nilai upah tenaga kerja per hektar usahatani pada musim tanam-m di lahan pertanian yang terkonversi

3. Nilai Ekonomi Sebagai Pengendali Erosi dan Sedimentasi

Metode valuasi ekonomi sebagai pengendali erosi dan sedimentasi yang digunakan terdiri atas 2 cara :

a. Penilaian di hulu on-site dengan biaya pengganti replacement

cost unsur hara yang hilang akibat erosi Erosi menyebabkan tingkat kesuburan lahan berkurang, karena kadar bahan organik dan unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman berkurang hilang. Oleh sebab valuasi ekonomi erosi dapat didekati melalui perhitungan biaya pengganti replacement cost yang dibutuhkan untuk memulihkan tingkat kesuburan tersebut. Dari peta kesesuaian lahan dapat diketahui tingkat kesuburan dan kadar dari masing-masing unsur hara di daerah penelitian, sehingga besarnya biaya pupuk organik dan anorganik yang dibutuhkan untuk memulihkan kadarnya bisa dihitung. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Nilai ekonomi erosi merupakan penjumlahan dari biaya-biaya diperlukan untuk mengganti kadar bahan organik dan unsur hara makro N, P dan K yang hilang.  Nilai bahan organik yang hilang dihitung berdasarkan nilai pupuk organik setara dengan kadar bahan organik yang hilang.  Nilai unsur Nitrogen N dihitung berdasarkan nilai pupuk N Urea yang setara dengan kadar unsur N yang hilang.  Nilai unsur Phospor P dihitung berdasarkan nilai pupuk P TSP yang setara dengan kadar unsur P yang hilang.  Nilai unsur Kalium K dihitung berdasarkan nilai pupuk K KCl yang setara dengan kadar unsur K yang hilang. Biaya kehilangan unsur hara akibat erosi tersebut dapat dihitung dengan rumus Hulfschmidt, et al., 1996 : 4 n NEE = ∑ ∑ UHij X HPi X LAj i = 1 j = 1 4 n UHij = ∑ ∑ JTij X PUHij i = 1 j = 1 Keterangan : NEE = Nilai ekonomi erosi Rp UHij = Jumlah unsur hara ke-i yang hilang akibat erosi pada luas penggunaan lahan j kgha HPi = harga pupuk ke-i Rp LAj = luas penggunaan lahan ke-j ha JTij = jumlah tanah tererosi per hektar pada penggunaan lahan j tonha PUHij = proporsi unsur hara ke-i dari 1ton tanah yang tererosi kg i = jenis unsur harapupuk Pupuk organik, Urea, TSP dan KCl j = luas setiap jenis lahan yang terkonversi Ha Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

b. Penilaian di Hilir Off-site dengan biaya pengerukan sedimen

Dokumen yang terkait

GEOSPATIAL ANALYSIS OF LAND USE AND LAND COVER CHANGE FOR DISCHARGE AT WAY KUALAGARUNTANG WATERSHED IN BANDAR LAMPUNG

2 19 85

Identification of Critical Land Using Geographic Information System : A Case Study in Poleang Langkowala Sub-Watershed Southeast Sulawesi Province

0 11 83

Modeling of Flood for Land Use Management (Case Study of Ciliwung Watershed)

1 8 166

Economic valuation of land use changes in Wonogiri Watershed (case study at Keduang Sub-Watershed, Wonogiri Regency)

0 14 428

Formulir Validasi (Land use/land cover change detection in an urban watershed:a case study of upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia)

0 3 3

Prediction of The Erosion and Sedimentation Rate Using SWAT Model in Keduang Sub-Watershed Wonogiri Regency

0 2 10

Fighting Through Community Participation Based on Vegetative Conservation Approach of Wonogiri Reservoir Sedimentation in Sub - Watershed of Keduang.

0 0 11

Evaluation Of Land Suitability For Jati Trees (Tectona grandhis L. F) In Watershed At 2011 (Study of implementation one milion planting program in wonogiri regency at 2009) | Romadlon | Pendidikan Geografi 2304 9895 1 PB

0 0 8

ARAHAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Policy Direction for Controlling of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency)

0 0 14

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG ( Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed

1 1 11