Studi Terdahulu Tentang Valuasi Ekonomi Lahan Pertanian

Perhitungan ekonomi yang menyeluruh terhadap lahan pertanian dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu : 1 berdasarkan manfaat Benefit Based Valuation dan 2 berdasarkan biaya Cost-Based Valuation Reksohadiprodjo, 2001. Dari kedua pendekatan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut metode valuasi untuk masing-masing kelompok seperti yang disajikan pada Gambar 10. Perhitungan-perhitungan di atas memang bukan suatu yang mudah, diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam menelaah nilai-nilai yang melekat pada lahan pertanian. Dengan melakukan perhitungan ini secara benar, tidak saja upaya pengendalian konversi lahan pertanian dapat lebih operasional sifatnya, tetapi juga menuntun untuk bersikap adil dalam pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian yang semakin terbatas jumlahnya, dengan menilai sumberdaya tersebut menurut nilai sebenarnya, termasuk kemungkinan pemanfaatan di masa yang akan datang.

2.7. Studi Terdahulu Tentang Valuasi Ekonomi Lahan Pertanian

Di Indonesia, penelitian tentang valuasi ekonomi lahan pertanian dengan pendekatan nilai manfaat multifungsi lahan pertanian juga sudah banyak dilakukan. Agus et al. 2003 telah menghitung nilai ekonomi multifungsi lahan pertanian, khususnya lahan sawah seluas 157.600 ha di DAS Citarum, Jawa Barat dan lahan sawah di Ungaran, Jawa Tengah dengan menggunakan metode biaya pengganti RCM. Hasil penelitian menunjukkan sistem pertanian padi berkontribusi nyata dalam pengurangan banjir, konservasi sumberdaya air, pencegahan erosi, pembuangan limbah dan peredaman panas. Seluruh manfaat tersebut bernilai sekitar 17,38 juta rupiah per hektar per tahun. Jumlah total biaya pengganti untuk fungsi lingkungan dari sistem pertanian padi mencapai 45 dari total harga produksi beras yang dihasilkan dari area yang sama. Hal ini berarti bahwa petani menghasilkan jasa lingkungan secara cuma-cuma seharga 45 dari nilai produk padi. Total nilai manfaat lahan sawah di DAS Brantas sekitar 37,51 juta rupiah per hektar per tahun Irawan et al, 2002. Lebih dari 60 persen dari total nilai manfaat lahan sawah tersebut bukan merupakan marketed output atau manfaat yang bersifat individual. Hal ini berarti sebagian besar manfaat keberadaan lahan sawah merupakan jenis manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas atau yang Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com bersifat komunal. Dengan demikian, jika lahan sawah dikonversi ke penggunaan non pertanian, maka dampak negatif atau kerugian yang ditimbulkan lebih dirasakan oleh masyarakat luas daripada sebagian kecil masyarakat pemilik lahan. Irawan 2007, melakukan valuasi ekonomi lahan pertanian di Sub DAS Citarik Kabupaten Bandung dengan pendekatan nilai manfaat multifungsi lahan sawah dan lahan kering. Valuasi dilakukan dengan menggunakan metode penilaian RCM dan CVM. Hasil valuasi ekonomi menunjukkan nilai ekonomi lahan sawah Rp 47.991.476,-hatahun dimana 85,6 diantaranya adalah berupa nilai manfaat multifungsi atau jasa lingkungan. Hal itu menunjukkan sistem usahatani lahan sawah menghasilkan jasa lingkungan yang nilainya lebih tinggi daripada nilai padi yang dihasilkannya. Demikian juga pada lahan kering tegalan proporsi nilai manfaat multifungsinya mencapai 72,1 dari Rp 6.300.360,- hatahun. Hasil Sensus Pertanian tahun 2003 mengungkapkan bahwa luas konversi lahan sawah selama tahun 2000-2002 adalah sebesar 563 ribu hektar. Mengacu pada hasil-hasil penelitian di atas, maka secara kasar dapat diperkirakan bahwa nilai manfaat yang hilang konversi lahan sawah tersebut sekitar 26,02 triliun rupiah atau rata-rata 8,67 triliun rupiah per tahun. Penelitian valuasi ekonomi lahan pertanian yang cukup intensif juga telah dilakukan di beberapa negara Asia antara lain di Korea Selatan Eom, 2001; Suh, 2001, Jepang Yoshida, 2001; Goda, 2001; Kato, 2001 dan Taiwan Chen, 2001. Ada tiga metode yang umum digunakan dalam penelitian valuasi ekonomi lahan pertanian, yakni replacement cost method RCM, hedonic pricing method HPM dan contingent valuation method CVM. Penelitian valuasi ekonomi multifungsi lahan pertanian di Korea Selatan juga dilakukan dengan menggunakan metode RCM. Berbagai indikator teknis yang digunakan, seperti yang dilaporkan oleh Eom dan Kang 2001, antara lain kapasitas lahan sawah dan lahan kering untuk menyimpan air, masing-masing 2.376 m 3 ha dan 791 m 3 ha, kapasitas lahan sawah dan lahan kering memasok sumber air tanah masing-masing 4.685 m 3 ha dan 846 m 3 ha, dan perbedaan erosi tanah dari lahan kering dan lahan sawah sebesar 79,7 tonhatahun. Dalam beberapa tahun terakhir ini masalah penanganan dan pemahaman mengenai fungsi-fungsi lahan pertanian, perbukitan dan pegunungan menjadi Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com masalah penting di Jepang. Secara nasional pada 1995 metode RCM telah digunakan oleh Institut Penelitian Mitsubishi untuk menaksir manfaat ekonomi lahan padi sawah di Jepang. Saat itu taksiran nilai ekonomi lahan sawah mencapai US 67 x 10 9 untuk seluruh areal lahan sawah yang ada di Jepang. Kemudian pada tahun 2001 dengan menggunakan metode yang sama dan indikator teknis yang terbaru, dilakukan valuasi ekonomi kembali terhadap multifungsi lahan pertanian dan pedesaan di Jepang. Hasilnya menunjukkan nilai ekonomi multifungsi lahan pertanian dan pedesaan mencapai US 68,8 x 10 9 atau meningkat dari kondisi tahun 1995. Indikator teknis yang digunakan antara lain kapasitas memegang air lahan sawah dan lahan kering, masing-masing 5,2 x 10 9 m 3 dan 0,8 x 10 9 m 3 untuk seluruh wilayah Jepang atau 1.793 m 3 ha pada lahan sawah dan 444,4 m 3 ha pada lahan kering. Kemampuan tanah memegang air tersebut merupakan multifungsi lahan pertanian untuk mengendalikan banjir, sehingga fungsi tersebut dinilai berdasarkan biaya penyusutan dan pemeliharaan suatu dam yang berfungsi untuk mengontrol pasokan air sebanyak itu. Kemudian kemampuan lahan pertanian memasok sumber air tanah diperkirakan sebesar 3,7 x 10 9 m 3 tahun atau setara dengan 902,4 m 3 hatahun dan indikator tersebut dinilai berdasarkan perbedaan antara harga air tanah dengan air PAM. Pada tahun 1991 Nishizawa et al. dalam Yoshida 2001 menggunakan metode HPM untuk menilai manfaat kesenangan lahan sawah di Jepang dengan taksiran nilai ekonomi sebesar US 120 x 10 9 . Kemudian metode CVM pernah digunakan pada tahun 1997 untuk menilai multifungsi lahan sawah dan tahun 1999 untuk menilai multifungsi lahan kering di Jepang. Berdasarkan metode CVM nilai multifungsi lahan sawah di Jepang sekitar US 41 x 10 9 dan nilai multifungsi lahan kering sekitar US 35 x 10 9 Yoshida, 1999. Valuasi ekonomi multifungsi lahan pertanian dengan menggunakan metode CVM seperti yang dilakukan oleh Yoshida dan Goda 2001 di Jepang sangat ekstensif dan melibatkan banyak responden. Pengiriman kuesioner sebanyak 5.000 buah melalui jasa pos kepada responden di seluruh Jepang yang terbagi dalam empat bagian wilayah survei Jepang Utara, Kanto, Tengah dan Jepang Barat menghasilkan 2.015 buah kuesioner yang dikembalikan oleh responden atau efektivitasnya 41,6 . Berdasarkan hasil survei dengan metode CVM tersebut diperoleh rata-rata tingkat kemauan masyarakat untuk membayar WTP sebesar ¥ Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com 72.633 atau setara dengan Rp 5,08 jutarumah tanggatahun. Besaran WTP tersebut ternyata dipengaruhi secara negatif oleh nilai awal penawaran bid value dan dipengaruhi secara positif oleh pengetahuan responden mengenai multifungsi lahan pertanian, jenis kelamin responden laki-laki, umur dan tingkat pendapatan responden. Berdasarkan studi-studi terdahulu tersebut maka dalam penelitian ini digunakan metode penilaian biaya pengganti RCM dan CVM. Metode RCM digunakan untuk menilai multifungsi lahan pertanian sebagai pencegah erosi dan sedimentasi. Kemudian CVM melalui pendekatan WTA dan WTP digunakan untuk menilai multifungsi lahan pertanian sebagai pengendali tata air, sedangkan penilaian dengan harga pasar digunakan untuk menilai manfaat multifungsi lahan pertanian sebagai penghasil produk pertanian dan penyedia kesempatan kerja. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com

III. METODE PENELITIAN

Dokumen yang terkait

GEOSPATIAL ANALYSIS OF LAND USE AND LAND COVER CHANGE FOR DISCHARGE AT WAY KUALAGARUNTANG WATERSHED IN BANDAR LAMPUNG

2 19 85

Identification of Critical Land Using Geographic Information System : A Case Study in Poleang Langkowala Sub-Watershed Southeast Sulawesi Province

0 11 83

Modeling of Flood for Land Use Management (Case Study of Ciliwung Watershed)

1 8 166

Economic valuation of land use changes in Wonogiri Watershed (case study at Keduang Sub-Watershed, Wonogiri Regency)

0 14 428

Formulir Validasi (Land use/land cover change detection in an urban watershed:a case study of upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia)

0 3 3

Prediction of The Erosion and Sedimentation Rate Using SWAT Model in Keduang Sub-Watershed Wonogiri Regency

0 2 10

Fighting Through Community Participation Based on Vegetative Conservation Approach of Wonogiri Reservoir Sedimentation in Sub - Watershed of Keduang.

0 0 11

Evaluation Of Land Suitability For Jati Trees (Tectona grandhis L. F) In Watershed At 2011 (Study of implementation one milion planting program in wonogiri regency at 2009) | Romadlon | Pendidikan Geografi 2304 9895 1 PB

0 0 8

ARAHAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Policy Direction for Controlling of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency)

0 0 14

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG ( Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed

1 1 11