Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan

bahan pertimbangan dalam menilai lahan pertanian. Ke depan, masih perlu advokasi lebih lanjut tentang pentingnya multifungsi tersebut dalam kehidupan, karena tidak bijaksana apabila mengabaikannya. Dari sudut penelitian, perlu diteliti berbagai jenis fungsi yang dimiliki berbagai tipe lahan pertanian seperti sawah irigasi dan tadah hujan, pertanian tanaman pangan lahan kering, pertanian rawa, dan perkebunan. Metode yang konvensional dalam menilai fungsi lahan pertanian adalah dengan mengukur hasil gabah dan serat jerami yang dihasilkannya untuk satu satuan luas dan satuan waktu tertentu. Akan tetapi selain berfungsi sebagai penghasil gabah dan serat yang mudah dikenali tangible tersebut, lahan sawah mempunyai fungsi yang lebih luas, diantaranya menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan fungsi hidrologis daerah aliran sungai DAS, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan rural amenity, dan mempertahankan nilai-nilai sosial budaya pedesaan. Fungsi selain penghasil gabah dan serat ini tidak bisa dipasarkan non-marketable dan pada umumnya tidak mudah dikenali intangible. Penilaiannya biasa dilakukan dengan metode kualitatif dan metode valuasi ekonomi tidak langsung indirect valuation methods seperti replacement cost method RCM, contingent valuation method CVM, dan travel cost method TCM. Dengan RCM, fungsi lahan pertanian dinilai berdasarkan biaya pembuatan alat dan sarana untuk mngembalikan suatu fungsi pertanian. Misalnya, fungsi lahan sawah sebagai pengendali banjir ditaksir dengan biaya pembuatan dan pemeliharaan dam pengendali banjir. CVM adalah penilaian kesediaan masyarakat menyumbang untuk mempertahankan atau mengembalikan berbagai fungsi lahan pertanian. TCM adalah penilaian biaya transport dan akomodasi yang dikeluarkan untuk suatu objek agrowisata Agus et al., 2004.

2.3. Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan

Dalam ekonomi sumberdaya lahan dikenal istilah rent. Pada suatu bidang lahan sekurang-kurangnya terdapat 4 jenis rent, yaitu : 1 Richardian Rent; yang menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan; 2 Locational Rent; yang menyangkut fungsi aksesibilitas lahan; 3 Ecological Rent; yang menyangkut fungsi ekologi lahan; dan 4 Sociological Rent; yang menyangkut fungsi sosial dari lahan Nasoetion dan Rustiadi, 1990. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Sewa lahan merupakan konsep penting dalam teori ekonomi sumberdaya lahan Suparmoko, 1997, yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Sewa contract rent, adalah pembayaran dari penyewa kepada pemilik lahan, dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. b. Keuntungan usaha economic rent atau land rent, merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Contract rent dan land rent, merupakan dua konsep sewa penting yang digunakan dalam ekonomi sumberdaya lahan. Kedua konsep tersebut hanya berbeda dalam satu hal, yaitu pada contract rent termasuk pembayaran yang sebenarnya kepada pemilik lahan. Pembayaran ini dapat lebih tinggi dan dapat juga lebih rendah dari surplus pendapatan land rent yang seharusnya diterima oleh pemilik. Kekurangan maupun kelebihan dari surplus pendapatan merupakan hak dari penyewa. Dalam pembahasan mengenai sewa lahan, maka konsep kedua land rent yang lebih penting. Teori sewa lahan model klasik yang banyak digunakan adalah konsep sewa yang dikemukakan oleh David Ricardo dan Von Thunen Ritson, 1978. Ricardo menguraikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam kesuburan tanah, terutama pada masalah sewa di sektor pertanian. Sewa lahan akan meningkat apabila lahan semakin subur. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya tingkat kesuburan tanah maka produksi yang dihasilkan juga akan meningkat. Pendapat Ricardo dirumuskan sebagai berikut Randall, 1987 : Q i = a i f L,h,F ……………………………………………….................… 1 dimana : Q i = produksi tanaman i a i = proporsi tanaman i pada suatu areal L = jumlah tenaga kerja h = luas lahan F = tingkat kesuburan Untuk satu satuan luas lahan, misal satu hektar h = 1, maka tingkat produksi tanaman i adalah : q i = a i f l,F dimana : Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com q i = Q i h = tingkat produksi per satu satuan luas lahan l = Lh = jumlah tenaga kerja per satu satuan luas lahan Apabila jumlah tenaga kerja per hektar yang diperlukan dalam pengelolaan lahan yang subur sama dengan lahan yang kurang subur, maka meningkatnya tingkat kesuburan akan meningkatkan produksi. Selanjutnya Ricardo menguraikan :  = P i a i fl,F - wl - p h F ……………................………………………2 dimana :  = tingkat keuntungan per satuan luas lahan P i = harga per unit output w = upah tenaga kerja p h = land rent lahan berdasar tingkat kesuburan Pada saat tingkat keuntungan sama dengan nol, maka besarnya land rent adalah : p h F = P i a i fl,F – wl ……………………………………… 3 = P i q i - wl Apabila harga output, upah tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja per satu satuan luas lahan tetap, maka peningkatan produksi sebagai akibat meningkatnya kesuburan akan menyebabkan peningkatan land rent. Teori sewa tanah model klasik yang kedua adalah teori sewa tanah menurut Von Thunen yang berpendapat bahwa faktor lokasi menentukan besar kecilnya land rent. Perbedaan land rent tersebut berkaitan dengan perlunya biaya transport dari daerah yang jauh ke pusat pasar. Pengaruh biaya transport kaitannya dengan perpindahan produk dari berbagai lokasi ke pasar terhadap land rent disajikan pada Gambar 3. Dalam Gambar 3.a dilukiskan bahwa semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Misalnya pada jarak 0 tepat di lokasi pasar, biaya transportasi nol dan biaya total setinggi OC, besarnya land rent adalah CP. Pada jarak OK, biaya total menjadi KT, karena biaya transport meningkat menjadi UT, sehingga pada jarak OK tidak lagi terdapat land rent. Jadi land rent ini mempunyai hubungan terbalik dengan jarak lokasi Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com lahan dengan pasar, semakin jauh dari pasar land rent semakin murah, seperti yang digambarkan pada Gambar 3.b. Rp Land T rent P Land rent Biaya Transport C U O K L M Jarak ke pasar Jarak ke pasar a b Gambar 3 : Pengaruh Biaya Transport Produk Dari Berbagai Lokasi ke Pasar Terhadap Land Rent Barlowe, 1986, hal.141; Suparmoko, 1997, hal. 177 Besarnya land rent tersebut dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut Randall, 1987 dan Koestoer, 1994 : R = P-tdY – C ……………………………………………..........….. 4 dimana, R = land rent km 2 Y = jumlah produksi tonskm 2 P = harga pasar dari produk ton C = biaya produksi ton t = biaya transport tonkm d = jarak ke pasar km Pendapat Von Thunen didasari oleh hasil pengamatannya, yang melihat berbagai tanaman yang dihasilkan oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan ditemukan bahwa land rent lebih tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Perbedaan tersebut menimbulkan perbedaan jenis tanaman yang ditanam mulai dari yang dekat dengan pasar sampai yang jauh dari pasar, seperti terlihat pada Gambar 4. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Land Rent R A a . . R B R C M Jarak dari pasar Jarak dari pasar Tanam- Tanaman Tanaman an A B C M Jarak dari pasar b Jarak dari pasar Gambar 4 : Penentuan Jenis Tanaman Berdasarkan Hubungan Land Rent Dengan Jarak Dari Pusat Pasar Ritson, 1978, hal.203 Gambar 4.a menggambarkan perbedaan land rent terhadap jarak untuk berbagai jenis tanaman. Garis-garis tersebut mempunyai kemiringan slope yang negatif yang berarti semakin jauh lokasi lahan dari pusat pasar maka biaya Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com pengangkutan yang dibutuhkan semakin besar. Karena biaya pengangkutan semakin besar, maka land rent-nya semakin kecil, sehingga garisnya menurun. Tanaman A merupakan jenis tanaman yang mudah rusak, sehingga butuh biaya pengangkutan yang besar karena harus segera sampai di pasar. Kondisi ini digambarkan dengan slopenya paling tajam dibandingkan dengan tanaman B dan C. Dalam penentuan lokasi tanaman, maka tanaman A harus ditanam di daerah yang dekat dengan pusat pasar. Tanaman B dan C ditanam di daerah yang lebih jauh dari pasar, seperti yang disajikan pada Gambar 4.b. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa : R A R B R C dimana, R = land rent A,B dan C = jenis-jenis tanaman Ada beberapa keterbatasan teori Von Thunen tersebut, sehingga sukar untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk land rent pada keadaan yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang tidak konstan, seperti jumlah pasar berubah setiap saat, faktor-faktor produktivitas dan fisik yang berbeda-beda untuk daerah satu dengan daerah lainnya. Teori Von Thunen hanya khusus digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan land rent berdasarkan faktor lokasi saja Koestoer, 1994. Selanjutnya land rent ini pulalah yang menentukan tinggi rendahnya harga lahan yang bersangkutan. Lahan-lahan yang lokasinya dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi, yang akan memberikan pendapatan dan nilai sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan lahan, seperti untuk industri dan kegiatan lain yang lebih menguntungkan Suparmoko, 1997. Land rent sesungguhnya merupakan cermin dari harga yang terbentuk melalui mekanisme pasar. Namun dalam kenyataan land rent yang mencerminkan mekanisme pasar selama ini hanya menyangkut Richardian Rent dan Locational Rent, sementara Ecological Rent dan Sociological Rent tidak sepenuhnya terjangkau oleh mekanisme pasar. Dengan demikian mekanisme pasar dari sumberdaya lahan tidak selalu mencerminkan kelangkaan sumberdaya tersebut. Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com Dalam jangka panjang, apabila keadaan tersebut tetap dipertahankan maka akan terjadi percepatan konversi lahan pertanian ke non pertanian.

2.4. Faktor-Faktor Yang Menentukan Konversi Lahan Pertanian

Dokumen yang terkait

GEOSPATIAL ANALYSIS OF LAND USE AND LAND COVER CHANGE FOR DISCHARGE AT WAY KUALAGARUNTANG WATERSHED IN BANDAR LAMPUNG

2 19 85

Identification of Critical Land Using Geographic Information System : A Case Study in Poleang Langkowala Sub-Watershed Southeast Sulawesi Province

0 11 83

Modeling of Flood for Land Use Management (Case Study of Ciliwung Watershed)

1 8 166

Economic valuation of land use changes in Wonogiri Watershed (case study at Keduang Sub-Watershed, Wonogiri Regency)

0 14 428

Formulir Validasi (Land use/land cover change detection in an urban watershed:a case study of upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia)

0 3 3

Prediction of The Erosion and Sedimentation Rate Using SWAT Model in Keduang Sub-Watershed Wonogiri Regency

0 2 10

Fighting Through Community Participation Based on Vegetative Conservation Approach of Wonogiri Reservoir Sedimentation in Sub - Watershed of Keduang.

0 0 11

Evaluation Of Land Suitability For Jati Trees (Tectona grandhis L. F) In Watershed At 2011 (Study of implementation one milion planting program in wonogiri regency at 2009) | Romadlon | Pendidikan Geografi 2304 9895 1 PB

0 0 8

ARAHAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Policy Direction for Controlling of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency)

0 0 14

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG ( Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed

1 1 11