- palawija jagung, maka potensi sebagai penyedia lapangan kerja yang telah hilang sebesar 22.880 HKP setiap tahun. Potensi sebagai penyedia
lapangan kerja yang telah hilang dikarenakan lahan ladangtegalan yang telah dikonversi sebesar 2.640 HKP setiap tahun. Lahan perkebunan yang
telah dikonversi ke penggunaan non pertanian di Sub DAS Keduang seluas 169 hektar, dengan demikian potensi sebagai penyedia lapangan kerja
yang telah hilang sebesar 4.225 HKP setiap tahun.
Potensi sebagai penyedia lapangan kerja yang telah hilang secara keseluruhan dikarenakan konversi lahan pertanian ke non pertanian di Sub
DAS Keduang sebesar 40.725 HKP setiap tahun.
Tahun Ke Kesempatan Kerja Yang Hilang ribu HKP
Jumlah_HKP_Hilang 1
5 10
15 20
25 30
1.000 2.000
3.000 4.000
5.000 6.000
1 1
1 1
1 1
1
Gambar 28. Grafik Potensi Kesempatan Kerja Yang Hilang Akibat Konversi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
c. Aspek Lingkungan Fisik dan Kimia
Dampak aspek fisik dan kimia dari adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian meliputi erosi, sedimentasi, kuantitas dan kualitas debit, dan
kualitas air. 1 Erosi dan Sedimentasi
Erosi yang terjadi di Sub DAS Keduang disebabkan oleh adanya hubungan dari beberapa faktor penyebab erosi. Besarnya erosi yang terjadi
diprediksi dengan persamaan USLE. Adapun besaran masing-masing faktor yang digunakan untuk memprediksi besar erosi tersebut adalah :
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
a Faktor Erosivitas Hujan R di Sub DAS Keduang
Curah hujan merupakan faktor yang sangat berhubungan dengan erosi yang terjadi pada suatu daerah. Faktor erosivitas hujan adalah kemampuan
hujan untuk menimbulkan erosi. Besarnya nilai faktor R rata-rata di Sub DAS Keduang dihitung berdasarkan data curah hujan bulanan, hari hujan
dan curah hujan maximum bulanan selama 10 tahun dari stasiun klimatologi di Kecamatan Jatisrono. Lokasi Kecamatan Jatisrono berada di
bagian tengah daerah penelitian, sehingga data curah hujan yang ada dapat mewakili kondisi curah hujan di daerah penelitian. Dengan menggunakan
analisis tabulasi diperoleh data curah hujan rerata bulanan lihat Lampiran 1, curah hujan maksimum selama 24 jam rerata bulanan lihat Lampiran
2 dan hari hujan rerata bulanan lihat Lampiran 3.
Tabel 29. Faktor erosivitas hujan R di daerah Sub DAS Keduang Bulan
CH HH
CHm R
Januari 27,71
16,4 5,07
216,25 Februari
39,22 18,2
6,85 367,71
Maret 36,34
18,0 6,72
333,64 April
23,38 12,6
5,44 206,86
Mei 4,99
4,8 2,09
30,26 Juni
5,71 4,2
2,34 40,27
Juli 2,55
1,8 0,85
13,22 Agustus
1,12 1,1
0,68 5,47
September 1,32
1,5 0,76
6,12 Oktober
11,7 6,6
2,91 87,07
Nopember 25,7
13,3 5,74
232,66 Desember
35,02 17,8
6,07 303,88
Nilai R Tahunan untuk Sub DAS Keduang 1.843,39
Sumber: Diolah dari data Dinas Pengairan Kabupaten Wonogiri Keterangan : CH = curah hujan dalam cm; HH = hari hujan
CHm = curah hujan maksimum 24 jam dalam cm Untuk menentukan faktor erosivitas hujan digunakan persamaan Bols
1978 yaitu dengan EI
30
bulanan, sedangkan untuk faktor erosivitas hujan tahunannya diperoleh dengan cara menjumlahkan EI
30
bulanan. Data curah hujan dan hasil perhitungan faktor erosivitas hujan dapat dilihat pada
Tabel 29.
Dari Tabel 29 dapat diketahui bahwa nilai faktor R di Sub DAS Keduang adalah sebesar 1.843 tonhatahun. Faktor erosivitas hujan yang
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 367 ton per hektar per bulan, sedangkan erosivitas hujan yang paling rendah terjadi pada bulan Agustus,
yaitu sebesar 5 ton per hektar per bulan. Berdasarkan Morgan 1978 dalam Arsyad 2010, bahwa semakin tinggi intensitas hujan, semakin
tinggi pula tenaga pukulannya. Dengan demikian berarti semakin banyak pula partikel tanah yang terlepas yang kemudian terlempar bersama
percikan air. Pengaruh energi air hujan ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan penutupan tanah serapat mungkin. Tindakan tersebut
ditujukan untuk mencegah tumbukan air hujan terhadap tanah secara langsung, mengurangi aliran permukaan, sehingga dapat memperbesar
kapasitas infiltrasi dan menjaga kemantapan struktur tanah.
b Faktor Erodibilitas Tanah K di Sub DAS Keduang
Kepekaan tanah terhadap erosi adalah mudah tidaknya tanah tererosi atau disebut erodibilitas tanah yang dinyatakan dalam indeks erodibilitas
tanah K. Faktor erodibilitas tanah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan besar kecilnya erosi yang terjadi.
Semakin kecil erodibilitas tanah berarti tanah tersebut relatif tahan terhadap erosi Arsyad, 2010. Sebaliknya, semakin besar erodibilitas
tanah berarti tanah tersebut relatif peka terhadap erosi. Besar kecilnya nilai K ditentukan oleh sifat fisik seperti struktur, tekstur, permeabilitas tanah
dan sifat kimia tanah, yaitu kandungan bahan organik.
Tabel 30. Harkat dan Klasifikasi Nilai K Kelas
Nilai K Harkat
1 0,00 – 0,10
Sangat rendah 2
0,11 – 0,20 Rendah
3 0,21 – 0,32
Sedang 4
0,33 – 0,43 Agak Tinggi
5 0,44 – 0,55
Tinggi 6
0,56 – 0,64 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad 2010 Nilai faktor K rata-rata di Sub DAS Keduang dihitung berdasarkan
nilai faktor K untuk masing-masing jenis tanah dikalikan dengan proporsi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
luas dari masing-masing jenis tanah tersebut. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Nilai Faktor Erodibilitas Tanah K di Sub DAS Keduang
Jenis Tanah Nilai
K Luas Area
ha Proporsi
Terhadap Luas Area Keseluruhan
Proporsi Nilai K per
Jenis Tanah 1
2 3
1 x 3 Latosol Coklat
Kemerahan 0,28
29.613 0,7007
0,1962 Litosol
0,24 6.736
0,1594 0,0383
Komplek Andosol Coklat, Andosol
Coklat Kekuningan dan Litosol
0,38 3.107
0,0738 0,0280
Asosiasi Mediteran Coklat Kemerahan dan
Mediteran Coklat 0,21
1.967 0,0486
0,0102 Asosiasi Litosol dan
Mediteran Coklat 0,21
837 0,0198
0,0029 Jumlah
42.261 1
0,2756 Nilai K rata-rata Sub DAS
0,2756
Sumber: Analisis Data Sekunder Dari hasil perhitungan diperoleh nilai faktor K rata-rata sebesar
0,2756 atau tergolong sedang. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa keadaan tanah di daerah penelitian agak peka terhadap erosi.
c Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng LS di Sub DAS Keduang
Arsyad 2010 mengungkapkan bahwa panjang dan kemiringan lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Semakin curam kemiringan
lereng akan semakin meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga memperbesar energi kinetik dan meningkatkan
kemampuan mengangkut butir-butir tanah.
Nilai rata-rata timbang faktor LS dihitung berdasarkan nilai LS dari setiap satuan lahan homogen. Dalam penelitian ini Sub DAS Keduang
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
terbagi kedalam 24 Satuan Lahan Homogen lihat Tabel 14. Panjang lereng rata-rata di Sub DAS Keduang adalah sebesar 20 m lihat Lampiran
4. Faktor panjang lereng sangat berpengaruh terhadap erosi yang terjadi. Asdak 2004 menyatakan bahwa semakin panjang lereng, volume
kelebihan air yang terakumulasi di bagian atas akan menjadi lebih besar dan kemudian akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat.
Konservasi tanah secara mekanik seperti pembuatan teras dapat digunakan untuk mengatasi dampak buruk panjang lereng tersebut.
Pembuatan teras tersebut dapat mengurangi kecepatan dan volume aliran permukaan, yang pada akhirnya dapat mengurangi kekuatan merusak
tanah. Kemiringan lereng rata-rata di Sub DAS Keduang adalah 21 Lampiran 5. Kemiringan lereng berpengaruh besar terhadap kecepatan
aliran permukaan. Semakin besar kemiringan lereng maka aliran permukaan akan semakin cepat sehingga semakin banyak tanah
permukaan yang terkikis.
Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng L dan S diintegrasikan
menjadi faktor LS. Dari hasil penghitungan yang telah dilakukan, nilai rata-rata timbang faktor LS adalah sebesar 3,69. Nilai faktor LS ini
berbanding lurus dengan besarnya erosi. Arsyad 2010 menyatakan bahwa nilai faktor LS yang tinggi pada suatu lahan, memungkinkan erosi
yang terjadi juga tinggi.
d Faktor Pengelolaan Tanaman C
Arsyad 2010 menyatakan bahwa faktor pengelolaan tanaman C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, keadaan
permukaan tanah dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang atau erosi. Nilai faktor C rata-rata di Sub DAS Keduang dihitung
berdasarkan Tabel Nilai C Arsyad, 2010 dikalikan dengan proporsi dari luas masing-masing jenis penggunaan lahan di Sub DAS Keduang. Hasil
pengamatan di lapang terhadap jenis tanaman dan pengelolaannya serta tindakan konservasi tanah diperoleh nilai C tercantum pada Tabel 32.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Tabel 32. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman C di Sub DAS Keduang
Jenis Penggunaan Lahan
1 Prakiraan
Nilai C 2
Luas Area
ha 3
Terhadap Luas Area
Keseluruhan 4
Proporsi Terhadap Nilai C Rata-rata
untuk Tiap Jenis Penggunaan Lahan
2 x 4100 HutanSemak
belukar 0,1
2.725 6,4
0,0064 Perkebunankebun
0,2 6.420
15,2 0,0305
Sawah 0,1
8.166 19,3
0,0193 Sawah tadah hujan
0,15 7.357
17,4 0,0261
Tegalanladang 0,3
6.243 14,8
0,0444 Pemukiman
BangunanGedung 0,01
11.180 26,5
0,00265 Penggunaan Lain
0,01 170
0,4 0,00004
Nilai C rata-rata Sub DAS 0,13
Sumber: Analisis Data Sekunder Penggunaan lahan di Sub DAS Keduang terdiri dari pemukiman
bangunangedung, sawah, sawah tadah hujan, tegalanladang, padang rumput, perkebunankebun, hutansemak belukar dan sungai air tawar.
Persentase penggunaan lahan terbesar adalah pemukimanbangunan gedung, yaitu sebesar 26,3 dari luas keseluruhan. Nilai faktor C di Sub
DAS Keduang bervariasi sesuai dengan penggunaan lahan yang ada. Berdasarkan Tabel 32, nilai faktor C rata-rata di Sub DAS Keduang adalah
sebesar 0,13. Semakin besar nilai C akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya erosi.
Nilai C terbesar adalah nilai C pada penggunaan lahan untuk tegalanladang, yaitu sebesar 0,3. Jenis tanaman palawija yang banyak
ditanam di areal tegalanladang di Sub DAS Keduang adalah tanaman ketela pohon, jagung dan kacang tanah. Areal tegalanladang tersebut
terbuka, tanpa tanaman penutup tanah, sehingga dapat memperbesar potensi terjadinya erosi. Oleh karena itu, untuk memperkecil besarnya
erosi di areal tegalanladang di Sub DAS Keduang dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah yang dapat berfungsi sebagai
pelindung tanah.
Selain memiliki nilai C terbesar pada jenis penggunaan lahan untuk tegalanladang, luas penggunaan lahannya juga cukup luas, sehingga
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
penggunaan lahan untuk tegalanladang merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap besarnya erosi di Sub DAS Keduang.
Tegalanladang di wilayah Sub DAS Keduang pada umumnya ditanami tanaman palawija, seperti: jagung, ubi kayu dan kacang. Sebagian
besar masyarakat di Sub DAS Keduang melakukan tindakan bercocok tanam tanaman palawija tidak hanya di areal tegalan saja, namun mereka
juga memanfaatkan lahan pekarangan rumahnya untuk tegalan. Hal ini dapat memperbesar potensi terjadinya erosi di Sub DAS Keduang.
e Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah P
Praktek budidaya pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air dapat menimbulkan dampak pada degradasi
lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan adalah tanaman dan
manusia yang menjalankan pertanian. Diantara kedua faktor tersebut, faktor manusialah yang berpotensi berdampak positif atau negatif pada
lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya, yang meliputi penentuan cara pengolahan lahannya, penggunaan sarana produksi serta sistem
budidaya, termasuk pula pola tanam yang digunakan.
Dalam penghitungan erosi menggunakan metode USLE, semakin besar nilai faktor P, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi erosi.
Nilai P rata-rata di Sub DAS Keduang dihitung berdasarkan Tabel Nilai P Arsyad, 2010 dikalikan dengan proporsi dari luas masing-masing jenis
tindakan konservasi tanah di Sub DAS Keduang. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai faktor P rata-rata di Sub DAS Keduang sebesar 0,1789.
Jenis tindakan konservasi lahan yang mempunyai nilai faktor P terkecil adalah pengolahan tanah dengan menggunakan teknik konservasi
teras bangku yang baik. Teras bangku digunakan sebagai bidang olah pada lahan miring dan bertujuan untuk menyerap aliran permukaan dan
mengendalikan erosi. Sebagian besar sawah di Sub DAS Keduang sudah dibangun teras bangku, dengan kondisi yang baik, sehingga pengelolaan
lahan sawah di Sub DAS Keduang tidak memberikan kontribusi besar terhadap terjadinya erosi.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Tabel 33. Nilai Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah P di Sub DAS Keduang
Jenis Tindakan Konservasi Lahan
1 Prakiraan
Nilai P
2 Luas
Area ha
3 Persentase
Terhadap Luas Area
Keseluruhan 4
Proporsi Terhadap Nilai P
Rata-Rata untuk Tiap Jenis
Penggunaan Lahan
24100 HutanSemak belukar
0,1 2.725
6,4 0,0064
Perkebunankebun 0,3
6.420 15,2
0,0456 Sawah teras bangku
baik 0,1
8.166 19,3
0,0193 Sawah tadah hujan
0,25 7.357
17,4 0,0435
Tegalanladang : a. Teras Tradisional
0,45 2.105 5,0
0,0224 b. Teras Gulud
0,3 627 1,5
0,0045 c. Teras Bangku Sedang
0,3 388 0,9
0,0028 d. Teras Bangku Jelek
0,4 2.931 6,9
0,0277 e. Tanpa Teras
0,8 192 0,5
0,0036 Jumlah
6.243 14,8
Pemukiman BangunanGedung
0,01 11.180
26,5 0,00265
Penggunaan Lain 0,01
170 0,4
0,00004 Nilai P Rata-rata Sub DAS
0,1787
Sumber: Analisis Data Sekunder Prakiraan nilai faktor P terbesar adalah pada penggunaan lahan untuk
tegalan. Meskipun sebagian besar tegalan di Sub DAS Keduang sudah dibangun teras bangku, namun kondisi pemeliharaannya masih kurang
jelek. Tegalan dengan kondisi pemeliharaan yang kurang baik tidak hanya terdapat di areal tegalanladang saja, namun juga pada lahan
pekarangan masyarakat setempat. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan mereka untuk tegalan dengan
pengelolaan lahan berupa teras bangku tradisional. Pengelolaan tanah yang kurang baik ini mendorong terjadinya erosi yang semakin besar.
Kondisi pemeliharaan teras bangku yang jelek sangat dipengaruhi faktor dari petani di Sub DAS Keduang sendiri. Rendahnya pendapatan
dari usahatani di areal tegalan menyebabkan petani enggan untuk memperbaiki kondisi tanahlahannya, dalam hal ini adalah pemeliharaan
teras. Pemeliharaan teras bangku dapat dilakukan melalui beberapa
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
tindakan vegetatif, antara lain a penguatan bibir teras dengan penanaman rumput, semakperdu b perbaikan pengolahan tanah dengan melakukan
pengembangan agro-forestry yaitu dengan mengkombinasikan penanaman tanaman semusim dengan tanaman pohon-pohonan buah-buahan,
tanaman perkebunan dan kayu-kayuan dan c pembuatan barisan tanaman pagar semakperdu pada pekarangan di daerah pemukiman.
Dari penghitungan yang telah dilakukan menggunakan metode Universal Soil Loss Equation USLE, dapat diperoleh besarnya prediksi
erosi rata-rata di Sub DAS Keduang adalah sebesar 44 tonhathn sedangkan erosi total di wilayah Sub DAS Keduang adalah sebesar 1,8 juta
tonth Tabel 34. Besarnya hasil sedimen sedimen yield dari Sub DAS Keduang adalah 160 ribu tontahun.
Tabel 34. Penghitungan Prediksi Erosi di Sub DAS Keduang dengan Metode USLE
Nilai Faktor-faktor Penyebab Erosi Erosi rata-
rata tonhath
Erosi total juta tonth
R K
LS C
P 1.843,39
0,2756 3,69 0,13 0,1787
44 1,8
Sumber: Analisis Data Sekunder Hasil penelitian Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Surakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan menunjukkan besarnya laju erosi aktual Sub DAS Keduang
adalah 103,6 tonhatahun 1985 dan menurun menjadi 29,0 tonhathn 1994 dengan jumlah sedimen 427.645 tontahun 1985 dan tahun 1994
turun menjadi 119.710 tonthn BTP-DAS Surakarta, 1995.
Menurut Direktur Waduk, Sungai dan Danau, Departemen Pekerjaan Umum 2008 dan Tim Studi JICA 2007, diperoleh bahwa Sub-DAS
Keduang merupakan penyumbang sedimen terbesar yang masuk Waduk Wonogiri diantara Sub-DAS yang lain. Menurut Tim Studi JICA 2007,
besarnya sumbangan sedimen dari Sub-DAS Keduang yang masuk ke dalam Waduk Wonogiri sekitar 1.218.580 m
3
per tahun, diikuti Sub-DAS Solo Hulu 604.990 m
3
per tahun, Sub-DAS Tirtomoyo 503.760 m
3
per tahun, Sub-DAS Alang Unggahan 401.280 m
3
per tahun, Sub-DAS
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Wuryantoro 376.920 m
3
per tahun, dan Sub-DAS Temon 72.980 m
3
per tahun.
Hasil Tim Studi JICA 2007, diperoleh bahwa sumber erosi penyebab sedimentasi Waduk Wonogiri paling dominan berasal dari erosi
permukaan yaitu 93 2,95 juta m
3
per tahun, dan sisanya 7 0,23 juta m
3
per tahun dari erosi jurang, erosi longsor, erosi tebing sungai dan erosi tebing jalan.
Dari data di atas dapat diketahui telah terjadi penurunan jumlah erosi dan jumlah sedimen per tahun yang berasal dari Sub DAS Keduang,
dibandingkan dengan hasil Tim Studi JICA. Penurunan ini diperkirakan akibat dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL
tahun 2004 dan 2005. Namun demikian, dikarenakan kemampuan pengelola waduk dalam melakukan pengerukan sedimen sangat terbatas,
maka erosi tersebut tetap saja meningkatkan jumlah sedimen yang masuk kedalam waduk, yang akan berdampak pada pengurangan kapasitas
tampung waduk. Berkurangnya kapasitas waduk selain mengakibatkan berkurangnya jumlah air yang dapat ditampung, juga menyebabkan aturan-
aturan operasi waduk yang ada existing reservoir operation rules menjadi kurang efisien dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali
banjir, penyedia air baku, dan lain-lain.
Gambar 29. Kondisi Waduk Ketika Musim Kemarau tahun
2009 Gambar 30. Hasil Sedimentasi
Waduk Wonogiri tahun 2009
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Sedimentasi yang terjadi tersebut terlihat jelas ketika musim kemarau ketika debit air menurun. Daerah tampungan waduk yang ketika musim
penghujan terisi air, pada musim kemarau berubah menjadi daratan yang digunakan untuk budidaya palawija jagung dan kedelai. Berhubung
tebalnya sedimentasi, wilayah genangan tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor roda dua menuju ke tengah waduk. Gambaran hasil sedimentasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 dan 30.
Berdasarkan analisis prediksi erosi dengan metode USLE dapat disusun model prediksi erosi, yang diagram alirnya dapat dilihat pada
Gambar 31.
C K
LS
SDR Luas_SubDAS
R Erosi
NP_HSB P_HSB
NP_PKC P_PKC
NP_SI L_HSB
L_PKC
L_SI P_SI
NP_STH L_STH
P_STH
NP_TL_TT L_TL_TT
P_TL L_PB
NP_PB P_PB
NP_PL L_PL
P_PL P
P_TL_TT P_TL_TG
NP_TL_TG L_TL_TG
NP_TL_TBS L_TL_TBS
P_TL_TBS P_TL_TBJ
L_TL_TBJ NP_TL_TBJ
NP_TL_TnT L_TL_TnT
P_TL_TnT Sedimentasi
Erosi_Total
Laju_Erosi
Laju_Sedimentasi
Gambar 31 Diagram Alir Model Prediksi Erosi dengan Metode USLE Laju erosi terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan
agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang dapat ditoleransikan, dan disingkat ETol.
Perhitungan nilai ETol untuk setiap satuan lahan di wilayah Sub DAS Keduang dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan perhitungan tersebut
dapat diketahui bahwa nilai ETol untuk semua lahan di wilayah Sub DAS Keduang berkisar antara 8,17 – 65,34 tonhatahun, dengan nilai rata-rata
31,38 tonhatahun.
2 Kuantitas dan kualitas debit
Di sepanjang aliran Sungai Keduang terdapat 2 buah Stasiun Pengamat Arus Sungai SPAS, yaitu di Sembukan untuk bagian hulu dan
di Ngadipiro untuk bagian hilir. Berdasarkan pengukuran aliran yang dilakukan di kedua SPAS tersebut selama kurun waktu 10 tahun 1999 –
2008 diperoleh hasil bahwa debit besar bulanan rata-rata terjadi pada bulan Desember sampai April dan debit rendah terjadi pada bulan Mei
sampai Nopember. Rata-rata debit bulanan terbesar terjadi pada bulan Februari sebesar 18,44 m
3
detik dan debit terkecil terjadi pada bulan Agustus sebesar 3,29 m
3
detik. Debit bulanan rata-rata di Sungai Keduang dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Debit bulanan rata-rata di Sungai Keduang tahun 1999 – 2008 Bulan
Debit bulanan rata-rata m
3
detik Januari
Februari Maret
April Mei
Juni Juli
Agustus September
Oktober Nopember
Desember 15,21
18,44 15,82
11,65 8,10
5,91 3,69
3,29 4,38
5,75 9,86
10,50 Rata-rata
9,38 Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo 2009
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Kondisi tata air di DAS Keduang pada tahun 2008 dibandingkan dengan kondisi tata air pada tahun 1993 dapat dinilai dari perbandingan
debit maksimum dan minimum QmaxQmin dan juga koefisien limpasan runoff ratio pada tahun-tahun tersebut. Perbandingan debit maksimum
dan minimum yang besar menunjukkan kondisi tata air yang kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh pengelolaan DAS yang kurang baik, sehingga
air hujan tidak bisa tersimpan dengan baik di dalam wilayah DAS tersebut. Data debit maksimum, minimum, curah hujan dan debit aliran sungai
Keduang dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Debit maksimum, minimum, curah hujan dan debit aliran sungai Keduang tahun 1993, 2005 dan 2008
Uraian Nilai
1993 2005
2008 - Debit maksimum m3detik
- Debit minimum m3detik - Curah hujan mm
- Debit aliran mm - Koefisien limpasan
471,21 0,35
1.784 683
0,38 458,25
0,57 1.985
528 0,27
437,27 0,62
1.732 302
0,17 Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo 2009
Dari Tabel 36 dapat diketahui bahwa kondisi tata air Sub DAS Keduang jika dilihat dari perbandingan QmaxQmin tidak banyak
mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan sejak awal dibangunnya Waduk Wonogiri tahun 1975-an sampai sekarang kondisi DAS
Bengawan Solo termasuk salah satu DAS kritis di Indonesia yang perlu perhatian dan pengelolaan secara khusus. Namun demikian jika dilihat dari
koefisien limpasannya menunjukkan kondisi tahun 2008 relatif lebih baik dibanding tahun 1993. Hal ini diperkirakan merupakan dampak dari
program reboisasi dan rehabilitasi yang telah dilakukan selama ini, sebagai contoh program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
GNRHL pada tahun 2004-2005.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
3 Kualitas air
Penelitian kualitas air Sungai Keduang sejak tahun 2001 secara periodik telah dilaksanakan oleh Perum Jasa Tirta I selaku pengelola
Sungai Bengawan Solo beserta anak-anak sungainya, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau. Pada tahun-tahun sebelum
ditunjuknya Perum Jasa Tirta I sebagai pengelola Sungai Bengawan Solo, pemantauan kualitas air dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai
BBWS Bengawan Solo. Kualitas air Sungai Keduang tahun 2008 dan tahun 1993 dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Kualitas air Sungai Keduang Tahun 1993, 2005 dan 2008 No
Parameter Satuan
Hasil Analisis Baku Mutu
Gol I 1993
2005 2008
I Fisika :
1. Suhu 2. TDS
3. TSS
o
C mgl
28,8 30,0
0,0 27
270 -
30,2 430,0
75,0
Air normal 1.000
50 II
Kimia : 1. pH
2. COD 3. BOD
4. Alkalinitas 5. Kalsium
6. Magnesium 7. Kesadahan Total
8. Sulfat 9. Natrium
10. Bicarbonat 11. Aid. SAR
12. SAR 13. Besi
14. Mangan 15. Chrom Total
16. Seng 17. Tembaga
18. Amoniak Bebas 19. Nitrit Sebagai N
20. Kadmium 21. Klorida
22. Timbal mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
mgl mgl
7,8 11,7
- 137,3
4,86 2,08
20,83 17,57
1,83 137,3
0,17 0,17
- -
- -
- -
- -
- -
6,86
298
0,154 0,032
nd 0,049
nd
0,665
nd nd
47,4 nd
8,0 67,7
9,95 -
- -
- -
- -
- -
29,39 1,03
0,154 0,03
0,019 0,022
0,005 3,4
0,293 6 – 9
10 2
- -
- -
400 -
- -
- 0,3
0,1 0,05
0,05 0,02
0,5 0,06
0,01 600
0,03 Sumber : BBWS Bengawan Solo 2002 untuk tahun 1993
Perum Jasa Tirta I 2009 untuk tahun 2005 dan 2008
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com
Kualitas air yang dipantau meliputi kualitas fisik, kimia dan biologi untuk air permukaan. Parameter-parameter yang dipakai untuk
memprediksi kualitas air permukaan di Sub DAS Keduang secara fisik dan kimia diantaranya adalah suhu, Total Dissolve Solid TDS, Total
Suspended Solid TSS, pH, COD, BOD dan lain-lain. Dari Tabel 37 dapat diketahui bahwa kondisi kualitas air tahun 2008 lebih jelek dibandingkan
dengan kualitas air tahun 1993. Secara umum kualitas air di Sungai Keduang tahun 2005 dan 2008 masih cukup baik, meskipun ada beberapa
parameter yang melebihi ambang Baku Mutu Air golongan I dan II. Hasil pemantauan kualitas air di Sub DAS Keduang tahun 2008 menunjukkan
bahwa beberapa parameter kimia air Sungai Keduang telah tercemar antara lain oleh zat besi, mangan, seng, tembaga dan timbal. Hal ini terkait
dengan perkembangan jumlah industri sedang yang ada di wilayah Sub DAS Keduang. Data BPS Kabupaten Wonogiri menunjukkan pada tahun
2003 hanya ada 2 industri sedang di wilayah Sub DAS Keduang, namun pada tahun 2008 telah berkembang menjadi 10 industri sedang, yang
tersebar di wilayah Kecamatan Wonogiri 6 buah, Jatisrono 3 buah dan di Ngadirojo 1 buah.
5.3. Valuasi Ekonomi Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian