Faktor-Faktor Yang Menentukan Konversi Lahan Pertanian

Dalam jangka panjang, apabila keadaan tersebut tetap dipertahankan maka akan terjadi percepatan konversi lahan pertanian ke non pertanian.

2.4. Faktor-Faktor Yang Menentukan Konversi Lahan Pertanian

Menurut Nasoetion dan Winoto 1996 proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu: i sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan ii sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan. Menurut pihak Badan Pertanahan Nasional yang dilaporkan oleh Suwarno 1996, upaya-upaya pengendalian konversi lahan oleh pemerintah terasa memberikan hasil yang diharapkan. Namun penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian yang dilakukan Irawan, et al. 2000 menunjukkan bahwa peraturan yang ada belum cukup efektif untuk mengendalikan konversi lahan pertanian ke penggunaan lain. Menurut Winoto 1995a dalam Nasoetion dan Winoto 1996, alih fungsi lahan 59,08 persen ditentukan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada seperti halnya perubahan dalam land tenure system dan perubahan dalam sistem ekonomi pertanian. Faktor luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan faktor-faktor perkotaan lainnya menjelaskan 32,17 persen, dan faktor demografis hanya menjelaskan 8,75 persen. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor-faktor yang menentukan konversi lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan pertanahan yang ada. Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakan keputusan yang rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasi pendapatan totalnya, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, menunjukkan bahwa penggunaan lahan sawah untuk penanaman padi sangat inferior dibandingkan Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com dengan penggunaan untuk pariwisata, perumahan, industri dan hutan produksi. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rasio Land Rent yang Diperoleh dengan Mengusahakan Lahan untuk Sawah dan Penggunaan Lain Perbandingan Penggunaan Lahan Rasio Land Rent Peneliti Sawah : Industri Sawah : Perumahan Sawah : Pariwisata Sawah : Hutan Produksi Sawah : Bawang Merah Sawah : Palawija Sawah : Sayuran Sawah : Villa Sawah : Tanaman Hias 1 : 500 1 : 622 1 : 14 1 : 2,6 1 : 7 1 : 1,7 – 4 1 : 14 – 46,7 1 : 367 1 : 904,2 Iriadi 1990 Riyani 1992 Kartika 1990 Lubis 1991 Sitorus et al. 2007 a Sitorus et al. 2007 b Sitorus et al. 2007 b Sitorus et al. 2007 b Sitorus et al. 2007 b Sumber : Nasoetion dan Winoto 1996 Penelitian Syafa’at et al. 2001 pada sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : 1 nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; 2 respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat. Konversi lahan sawah ke pertanian lain dan ke pemukiman dapat terjadi tanpa melalui transaksi. Namun kasus di Jawa menunjukkan bahwa kasus konversi seperti itu jauh lebih sedikit dibandingkan yang melalui transaksi. Ini menunjukkan bahwa harga lahan sawah sangat mempengaruhi konversi lahan sawah Sumaryanto et al, 1996. Hasil temuan Rusastra et al. 1997 di Kalimantan Selatan, alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang tinggi, skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan. Pada tahun yang sama penelitian Syafa’at et al. 1995 di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalam kawasan industri, serta harga lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderung mendorong petani untuk melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanian terhadap Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com pendapatan total yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi. Penelitian Jamal 2001, di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga jual lahan yang diterima petani dalam proses alih fungsi lahan secara signifikan dipengaruhi oleh status lahan, jumlah tenaga kerja yang terserap di lahan tersebut, jarak dari saluran tersier, jarak dari jalan, dan jarak dari kawasan industri atau pemukiman. Sementara itu produktivitas lahan, jenis irigasi, dan peubah lain tidak berpengaruh signifikan. Dari beberapa penelitian pada lingkup mikro, jika ditarik ke dalam lingkup makro, apakah konversi lahan di lingkup makro dipengaruhi oleh variabel makro yang merupakan proksi variabel dalam lingkup mikro. Dimana dapat digunakan nilai tukar petani sebagai proksi daya saing produk pertanian, khsususnya padi; PDB sektor industri, transportasi dan perdagangan, hotel dan restoran proksi aktivitas industri, pembangunan prasarana jalan dan pembangunan sarana pasar dan pariwisata; jumlah penduduk proksi kebutuhan untuk pemukiman. Secara makro, untuk wilayah Jawa dapat dilihat adanya hubungan antara rataan luas lahan sawah yang terkonversi setiap tahun dengan rataan pertumbuhan PDRB, khususnya PDRB total dan PDRB transportasi dan komunikasi. Artinya makin tinggi aktivitas ekonomi akan membutuhkan lahan sebagai input kegiatan produksi yang dilakukan. Keterbatasan lahan di Jawa dan keberadaan lahan sawah yang sebagian besar pada daerah yang mudah diakses, menyebabkan banyak lahan sawah yang digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi tersebut. Namun hubungan konversi lahan sawah dengan PDRB industri dan PDRB perdagangan, hotel dan restoran memperlihatkan perilaku yang berbeda Perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada periode krisis ekonomi kegiatan industri di Indonesia mengalami stagnan. Sebaliknya kegiatan perdagangan khususnya impor dan pariwisata mengalami peningkatan akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dua kegiatan ini bersama dengan pengeluaran pemerintah dan penjualan asset berupa lahan sawah bagi sebagian masyarakat untuk menghindari tekanan ekonomi saat krisis diperkirakan yang menyebabkan banyaknya lahan yang terkonversi pada saat krisis ekonomi. Menurut Witjaksono 1996 ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Dengan asumsi pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat, seharusnya dapat bertindak sebagai pengendali terjadinya alih fungsi lahan. Fenomena konversi lahan pertanian secara teori telah dijelaskan oleh Barlowe 1986 yang menguraikan ada hubungan antara land use penggunaan lahan dengan land rent sewa lahan. Lahan yang digunakan untuk industrialcommercial use memiliki nilai sewa lahan yang tertinggi, diikuti kemudian penggunaan untuk pemukimanperumahan, pertanian, hutan, padang rumput dan lahan kosong, seperti tertera pada Gambar 5. Land rent komer- sial permu- indus kiman perta- tri nian hutan padang rumput lahan kosong land use Gambar 5. Hubungan Antara Land Rent Dengan Land Use Barlowe, 1986, hal.14 Dengan semakin langkanya sumberdaya lahan yang tinggi kualitasnya mendorong para pemilik sumberdaya lahan untuk memilih alternatif penggunaan lahan yang paling menguntungkan. Apabila ada konflik penggunaan lahan, maka biasanya yang menang adalah yang memiliki land rent yang lebih tinggi. Di kota misalnya, pemukiman penduduk terpaksa mengalah untuk penggunaan berbagai fasilitas komersial dan industrial, seperti perkantoran, pertokoan, dan komplek industri. Begitu juga yang terjadi di daerah pinggiran kota, lahan-lahan pertanian terpaksa mengalah, dan diubah untuk pemukiman penduduk, kompleks industri Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com dan penggunaan lain yang nilai sewa lahannya lebih tinggi. Selanjutnya lahan- lahan pertanian mendesak areal-areal hutan, sehingga banyak hutan yang dibuka dan diubah untuk areal pertanian. Kejadian tersebut secara grafis dapat diterangkan seperti pada Gambar 6. P P P D u ’ D a ’ D a D u D f D a Q Q Q urban use-1 agric.use-1 agric.use-3 forestry use-1 urban use-2 agric.use-2 agric.use-4 forestry use-2 a b Gambar 6. Mekanisme Konversi Lahan Pertanian Akibat Meningkatnya Permintaan Lahan Non Pertanian Sutrisno, 1998, hal.26 Mekanisme konversi lahan pertanian ke non pertanian seperti yang digambarkan pada Gambar 6 dapat diterangkan sebagai berikut : a. Apabila diasumsikan ada sebidang lahan digunakan untuk perumahan dan pertanian. Permintaan lahan untuk pertanian digambarkan D a , sedangkan permintaan lahan untuk perumahan D u . Ketika permintaan lahan untuk perumahan meningkat menjadi D u ’, maka untuk memenuhi permintaan tersebut akan menggunakan lahan untuk pertanian, sehingga luas lahan untuk pertanian berkurang dari agricultural use-1 menjadi agricultural use-2, sedangkan luas lahan untuk perumahan meningkat dari urban use-1 menjadi urban use-2. b. Hal yang sama terjadi pada konflik penggunaan lahan untuk pertanian dan kehutanan. Apabila permintaan lahan untuk pertanian meningkat dari D a ke D a ’ maka untuk memenuhi permintaan tersebut akan melakukan konversi hutan yang ada menjadi areal pertanian, sehingga luas hutan semakin berkurang Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com dari forestry use-1 menjadi forestry use-2, sedangkan luas lahan pertanian meningkat dari agricultural use-3 menjadi agricultural use-4. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Randall 1987, yang menguraikan terjadinya konversi lahan pertanian dikarenakan adanya perbedaan laju pertumbuhan land rent antara urban use dengan agricultural use, dimana urban use memiliki laju pertumbuhan yang jauh lebih cepat. Ketika suatu saat t ada pengaruh kota dan pemilik lahan dihadapkan pada dua pilihan, apakah lahannya akan tetap digunakan untuk pertanian atau dikonversikan untuk non pertanian, pemilik lahan cenderung untuk mengkonversikannya. Land price Land price P h t P h 0 path P h a t Shape of the land P h a rent path Land rent Urban rent path agricultural rent path O agricultural use t urban use Waktu Gambar 7. Perbedaan Land Prices dan Land Rents Sebelum dan Sesudah Konversi Lahan Pertanian Randall, 1987, hal.338 Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa konversi lahan pertanian dipengaruhi oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan land rent antara urban use dengan agricultural use. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan produktivitas Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http:www.software602.com lahan yang digunakan untuk pertanian dengan yang digunakan untuk non pertanian urban use. Perbedaan laju land rent tersebut juga menyebabkan terjadinya perbedaan laju harga lahan land price. Lahan-lahan untuk penggunaan non pertanian urban use mempunyai laju pertumbuhan harga yang lebih tinggi dibandingkan lahan untuk pertanian. Cepatnya pertumbuhan harga lahan untuk urban use tersebut karena permintaan lahan untuk urban use tinggi, padahal penawarannya relatif tetap inelastis sempurna. Pasar lahan untuk urban use tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 8. P S P 1 P D 1 D O Q Gambar 8. Pasar Lahan Untuk Urban Use Sutrisno, 1998, hal. 28 Pada dasarnya kurva penawaran lahan adalah inelastis sempurna karena penyediaan lahan tetap. Kurva permintaan lahan akan bergeser sesuai laju pertumbuhan penduduk dan ekonomi Sutrisno, 1998. Lajunya pertumbuhan penduduk dan ekonomi akan menggeser kurva permintaan lahan ke kanan dari D ke D 1 . Meningkatnya permintaan atas lahan dari D ke D 1 akan mengakibatkan naiknya harga lahan dari P ke P 1 . Peningkatan ini akan mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian.

2.5. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan

Dokumen yang terkait

GEOSPATIAL ANALYSIS OF LAND USE AND LAND COVER CHANGE FOR DISCHARGE AT WAY KUALAGARUNTANG WATERSHED IN BANDAR LAMPUNG

2 19 85

Identification of Critical Land Using Geographic Information System : A Case Study in Poleang Langkowala Sub-Watershed Southeast Sulawesi Province

0 11 83

Modeling of Flood for Land Use Management (Case Study of Ciliwung Watershed)

1 8 166

Economic valuation of land use changes in Wonogiri Watershed (case study at Keduang Sub-Watershed, Wonogiri Regency)

0 14 428

Formulir Validasi (Land use/land cover change detection in an urban watershed:a case study of upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia)

0 3 3

Prediction of The Erosion and Sedimentation Rate Using SWAT Model in Keduang Sub-Watershed Wonogiri Regency

0 2 10

Fighting Through Community Participation Based on Vegetative Conservation Approach of Wonogiri Reservoir Sedimentation in Sub - Watershed of Keduang.

0 0 11

Evaluation Of Land Suitability For Jati Trees (Tectona grandhis L. F) In Watershed At 2011 (Study of implementation one milion planting program in wonogiri regency at 2009) | Romadlon | Pendidikan Geografi 2304 9895 1 PB

0 0 8

ARAHAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Policy Direction for Controlling of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency)

0 0 14

SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG ( Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed

1 1 11