Elemen Kendala Utama Terkait Kebijakan Pengelolaan Air Baku Lintas Wilayah

garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua variabel saling mempengaruhi.

7.2 Model Dinamik Pengelolaan air baku lintas wilayah

Pengembangan model dinamik meliputi a sub model pendudk b sub model kebutuhan air c sub model suplai dan distribusi air d sub model ekonomi yang didasarkan hasil analisis ism, mds dan analisa konten dan analisis supply demand . Simulasi dilakukan selama periode waktu 20 tahun dimulai tahun 2012 s.d. 2032, skenario modelnya adalah: 1 Kebutuhan air bersih per orang hari 150 liter, pertumbuhan industri 2, hotel dan wisata 2, sosial 1, dan cakupan layanan 60 penduduk DKI Jakarta. 2 Kebutuhan air bersih per oranghari 150 liter, pertumbuhan industri 0,009, pertumbuhan hotel dan wisata 1, sosial 1, cakupan layanan penduduk 80. 3 Asumsi pertumbuhan penduduk 1.35 sesuai dengan rata-tata pertumbuhan penduduk selama delapan tahun terakhir. wilayah. Sub sistem sosial yang terkait dengan dinamika kependuduk. Kehidupan sosial masyarakat Jakarta memberikan pengaruh yang besar terhadap kebutuhan air. Ibukota negara dengan pusat pertumbuhan ekonomi memberikan dampak kesejateraaan kepada masyarakat Jakarta walau tingkat pemerataannya masih timpang. Tingkat kesejahteraan yang tidak merata tersebut juga memberikan pengaruh terhadap konsumsi air. Namun dari rata-rata penduduk Jakarta diasumsikan kebutuhan air per orang adalah antara 80 liter sampai 150 liter perhari. Adanya pembangunan kota DKI yang begitu pesat, DKI menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang baru. Pertumbuhan penduduk DKI rata-rata berkisar antar 1,25 sampai 1,45 selama sepuluh tahun terakir ini, dan pertumbuhan penduduk tersebut telah dihitung antara imigrasi dan emigrasi, kelahiran dan kematiannya. Para pendatang baru menempati kawasan kumuh dan padat penduduk, dimana keperluan airnya masih banyak menggunakan air tanah yang nota beneh telah tercemar oleh Bakteri Coli dan detergen. Menurut Endang, bahwa air tanah di DKI telah tercemar oleh Bateri Coliform dan detergen. Pada kawasan yang padat penduduk air tanahnya telah tercemar oleh detergen sedangkan pada kawasan yang dengan kepadatan bangunan air tanahnya tercemar oleh bakteri coliform. Pada kenyataannya kawasan dengan kepadatan bangunan juga padat akan penduduknya. Gambar 37. Stock flow diagram SFD pengelolaan air bersih lintas wilayah. Asumsi yang digunakan dalam pengembangan model pengelolaan air lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta adalah: 1. Angka pertumbuhan penduduk yaitu sebesar 1,35 , sudah termasuk angka kelahiran dan kematian serta imigrasi dan emigrasi. 2. Kebutuhan air untuk domestik sebesar 150 liter per hari per orang. 3. Suplai air dari PJT II tidak banyak mengalami peningkatan yaitu sebesar 460 juta m 3 per tahun. 4. Kebutuhan air untuk perhotelan dan wisata sebesar 9.960.000 m 3 tahun 5. Kebutuahan air untuk industri dan komersil sebesar 61.750.000 m 3 tahun. 6. Kebutuhan air untuk lembaga sosial sebesar 31.210.000 m 3 tahun 7. Tingkat kehilangan air baku dari PJT II menuju lokasi instalasi pengelolaan air sebesar 50. 8. Tingkat kebocoran air bersih di instalasi distribusi air sebesar 40 dari produksi. 9. Harga pembelian air baku dari PJT II sebesar Rp 161,2. m 3 . 10. Harga beli air curah sebesar Rp 2.550,- m 3 . 11. Biaya pengelolaan air per m 3 sebesar Rp 2.000,- 12. Harga jual air rata-rata sebesar Rp 6.000,- m 3 . Kemauan membayar untuk jasa lingkungan PEMDA DKI sebesar Rp50.000.000.000 50 milyar rupiah tahun yang diberikan kepada Pemda Jabar dan Pemda Tangerang provinsi Banten

7.2.1 Sub Model Penduduk

Sub model penduduk yang mengambarkan hubungan beberapa komponen seperti kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk DKI tahun 2010 sebesar 9.588.198 orang. Adapun sub model penduduk nampak pada Gambar 38 berikut. Gambar 38. Sub model penduduk DKI Jakarta Keterangan: Openduduk = jumlah penduduk 2009 Olaju_pert_pdkk = laju pertumbuhan penduduk Of_pert_pddk = angka pertumbuhan penduduk OAME = AME penduduk Opddk_aktual = penduduk aktual

7.2.2 Sub Model Kebutuhan Air

Kebutuhan air untuk penduduk DKI Jakarta sangatlah besar dikarenakan jumlah penduduk DKI yang besar pula. Dengan penduduk yang besar dan juga akitivitas sebagai ibu kota, maka DKI Jakarta membutuh air yang cukup banyak untuk mencukupi kebutuhan dalam aktivitasnya, baik perkatoran, rumah sakit, mall-mall, industri dan universitas serta sekolah. PAM Jaya biasanya membagi dalam dua kelompok yaitu kebutuhan domestik dan non domestik. Kebutuhan domestik yaitu untuk kebutuhan rumah tangga dan non domestik yaitu untuk kegiatan mall-mall, hotel, kantor, sekolah, universitas dan industri. Namun dalam model ini kami bagi menjadi 4 yaitu kebutuhan untuk rumah tangga per penduduk, kebutuhan untuk industri, kebutuhan air untuk komersial hotel-hotel dan mall dan kebutuhan untuk sosial yaitu rumah sakit dan kantor serta univertas serta yayasan-yayasan sosial lainnya. PAM Jaya merupakan BUMD atau perusahaan pengelola air minum yang bekerja sama denga pihak swasta yaitu PT.Aetra dan PT.Palyja dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta. Sedangkan sumber air bakunya dipasok dari Perum Otorita Jatiluhur atau PJT II yang berada di Purwakarta. PJT II memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta dan sekitarnya. PJT II yang mengelolah air baku dari sumber air DAS Sungai Citarum untuk keperluan pertanian sekitar 80 dari produksinya, industri Kerawang dan Bekasi, kebutuhan PAM Bekasi dan kebutuahan PAM Jaya. Namun untuk memenuhi kebutuhan air bersih wilayah DKI Jakarta, PAM Jaya juga masih membeli air curah dari PAM Tangerang yaitu dari Sungai Cisadane untuk keperluan Wilayah Cengkareng dan sekitarnya. Dalam rangka mengetahui besarnya produksi air bersih dan kebutuhan air bersih masyarakat DKI Jakarta dibangun suatu model pengelolaan air bersih lintas wilayah. Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi keseimbangan supply demand di DAS yang terkait dengan penyediaan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta, melakukan identifikasi dukungan kebijakan pada pengelolaan sumber daya air di era otonomi daerah, menyusun model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah yang bersifat holistik yang berkelanjutan dan rekomendasi agenda kebijakan dengan bantuan software powesim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil simulasi sub model penduduk DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan naik membentuk kurva pertumbuhan positif positive growth. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Kenaikan kebutuhan air bersih sebagai sub model juga menunjukkan hal yang sama yaitu mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta. Di sisi lain tidak terjadi peningkatan yang berarti dari sub model suplai air bersih dari sumber air baku yang ada saat ini. Hal tersebut dikarenakan sumber air baku untuk air bersih masih mengandalkan DAS Sungai Citarum atau pasokan dari PJT II dan belum dicarikan sumber air baku dari DAS lainnya atau dari sumber alternatif lainnya misalnya air laut. Walaupun begitu pentingnya masalah air, masih banyak manusia yang tiada peduli dengan keberadaaan air. Air dianggap sesuatu yang gratis tinggal pakai, sudah ada dengan sendirinya tanpa dikelolah pun air akan tetap ada. Namun kenyataannya akhir-akhir ini karena pemanasan global, menyadarkan manusia akan pentingnya pengelolaan air. Air hujan jika tidak dikelolah, maka akan mengalir terus ke laut tanpa ada resapan, sehingga menimbulkan banjir di permukiman penduduk di bantaran sungai. Air hujan yang tidak dikelolah tanpa ada resapan maka, air tidak mampu melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga kandungan air bawah tanah terus menerus berkurang. Air hujan yang tanpa dikelolah akan mengalir terus kelaut tanpa dapat dimanfaatkan, menteri pekerjaan umum menyatakan air hujan yang tidak dapat dimanfaatkan mengalir ke laut tanpa terserap tanah sebesar 91. Air hujan, air bawah tanah, air sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, namun harus dikelolah terlebih dahulu. Keberadaan air hujan sangatlah penting, disamping akan mengalir ke sungai, ke sawah untuk kesuburan tanaman, ke kebun untuk kesuburan tanah, dan juga terserap ke tanah dan menjadi air bawah tanah. Banyaknya permukiman, mengakibatkan air minum menjadi masalah yang sangat penting atau akan menjadi masalah jika tanpa dikelolah dengan baik. Dengan banyaknya penduduk maka kebutuhan air minum meningkat. Disisi lain kepadatan penduduk, membuat resapan air hujan ke dalam tanah sangat berkurang, karena lahan terpakai untuk pemukiman, jalan, dan sarana lain. Padatnya lingkungan, sungai yang mengalir di dekat permukiman penduduk tercemar oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah padat sekalian itu juga tercemar oleh limbah isdustri baik industri besar maupun industri rumah tangga. Sedangkan air sungai menjadi bahan baku air bersih untuk PAM Jaya. Sumber air di daerah hulu, dimana terkenal dengan sumber air yang bersih dan sejuk tanpa polusi, akir-akir ini juga menjadi masalah karena sudah berkurang, dengan dijadikannya daerah tangkapan air menjadi permukiman, vila, dan tempat industri pariwisata seperti hotel dan restauran. Dalam rangka mengatasi hal hal tersebut di atas baik masalah banjir dan air minum diperlukan kebijakan nasional dan juga kebijakan yang bersifat regional. Khususnya masalah air bersih yang sangat tergantung dari air baku, maka perlu kebijakan regional tentang air bersih. Di DKI Jakarta, pasokan air baku untuk air bersih banyak tergantung dari Jawa Barat khususnya Bogor. Berdasarkan hal tersebut perlu kebijakan regional antara Pemda DKI Jakarta, dan Pemda Bogor, bahkan jika perlu dengan Pemda Jabar karena ada beberapa sungai yang mengalir dari daerah Waduk Jatiluhur Purwakarta ke DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 39.