Pengelolaan air baku untuk air bersih DKI Jakarta

Tabel 49 Keterkaitan komponen kebijakan dalam model dinamik Atribut sensitif hasil analisis MDS Analisis Sistem Dinamik Analisa das terkait supply deman Driver power dependen hasil analisis ISM Dukungan kebijakan Banjir, Kekeringan, , BKT, 13 sungai, Desalinasi, Citarum, Ciliwung, Cisadane wilayah sungai lintas propinsi yang memiliki potensi yang besar dan menjadi kewenangan pemerrintah pusat Pemerintah Pusat, Suplai air bersih Kebutuhan air tinggi UU No.322004, PP 382007Perpres No.122008 Perment PU No. 11aPRTM2006 Pement PU No. 18PRTM2007, PermentPU No.21PRTM2006 UU No.322004, PP 382007, PP 422008 Perpres 122008 Kualitas air bersih Pipanisasi Citarum, Kualitas air, Terhindar dari penyakit, jumlah limbah, PP 822001, Permen Kes Keberadaan lembaga keuangan, Kapasitas lembaga pengelola air PES Citarum, Ciliwung, Cisadane jumlah limbah, UU No. 7 2004 UU No.322004, UU No.322009 PP 382007, PP 42 2008 Partisipasi masyarakat dalam program prokasi 13 sungai, program 3 R, Citarum, Ciliwung, dll. Suplai air bersih, Kebutuhan air tinggi Perment PU No. 11aPRTM2006 pembayaran rek. air, PAD Dana otda, Harga air tinggi, UU No.322004, PP 382007 Perment PU No. 11aPRTM2006 Dengan mengacu pada hasil analisis MDS atribut yang sensitif dan analisis ISM elemen pendorong, analisis supply demand dan DAS terkait, analisis kebijakan terkait pengelolaan air bersih, serta hasil dari analisis sistem dinamik, maka kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta dapat ditetapkan dalam suatu rencana berupa target waktu dalam setting agenda kebijakan sebagaimana nampak pada Tabel 50 berikut ini. Tabel 50 Setting agenda kebijakan berketahanan air bersih N0 Kebijakan 2012 2015 2020 2025 2030 1 Pemanfaatan BKT 2 Kebocoran perbaikan pipa distribusi 3 Peningkatan cakupan pelayanan pemasangan pipa barudistribusi 4 Penerapan 3R 5 Pipanisasi WTP Curug 6 PES DKI konservasi 7 Sumber lain dari 13 Sungai lainnya 8 Desalinasi pemanfaatan air laut Pencapaian target yang dituangkan dalam setting agenda perlu dilaksanakan secara konsisten dan memperhatikan beberapa kondisi dan kendala yang mungkin dihadapi. Program setting agenda tersebut di atas Tabel 49 secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Banjir Kanal Timur BKT. Proyek ini dimulai sejak tahun 2005 yang tercantum dalam Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta. Presiden RI Megawati Soekarno Putri mencanangkan pembangunan BKT pada tahun 2003 melalui percakapan jarak jauh saat pencangan 30 proyek infrastruktur yang dipusatkan di Jepara Jawa Tengah dan didanai oleh APBNI sejak 3 Desember 2007. Pembuatan proyek BKT memotong sungai-sungai Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung, dari barat ke timur, sejajar dengan jalan Basuki Rahmat sampai perbatasan Pondok Kopi, lalu dialirkan ke utara di prerbatasan timur wilayah DKI Jakarta Robert Adhi Ksp 2009. Proyek Banjir Kanal Timur meliputi wilayah seluas + 160 km2. Dengan proyek BKT diharapkan dapat mengurangi masalah banjir di DKI Jakarta. Namun DKI, Banten, Jabar Pusat PU DKI, PU Pusat PU, DKI, PAM 10 PAM, DKI 80MDG Nasional PU,DKI,PAM Pusat dan daerah DKI, Pemda Non DKI, Pusat, PAM DKI, PAM demikian diperlukan peran Pemda DKI dalam membenahi sistem drainase lokal di utara BKT serta pemanfaatan ruangnya ditata kembali sesuai kaidah- kaidah penataan ruang agar proyek BKT berfungsi sesuai harapan. Peran lain pemerintah DKI Jakarta yaitu dengan menganggarkan untuk pembebasan tanah sebesar 2,5 trilyun rupiah. Pembangunan Banjir Kanal Timur selesai dibangun pada tahun 2011 dengan kemampuan pendanaan dan tenaga kerja dari bangsa sendiri. Dengan memanfaatkan air dari Banjir Kanal Timur maka diperkirakan akan menambah kurang lebih 10.000 liter detik. 2. Penurunan tingkat kebocoran. Penurunan tingkat kebocoran dengan melakukan perbaikan pipa pada jaringan distribusi dan sehingga dapat menurunkan tingkat kebocoran sampai dengan 10 pada tahun 2015. Perbaikan pipa distribusi diperlukan mengingat kondisi pipa distribusi rata-rata sudah berumur di atas 15 tahun. Kebocoran yang terjadi disebabkan oleh pipa distribusi yang sudah berumur di atas 15 tahun. Umur pipa distribusi yang tua, keropos, dan berkarat menyebabkan kebocoran, mengurangi volume air serta mengakibatkan penurunan kualitas air akibat kematian. Kebocoran air yang terjadi pada pertengahan 2011 di daerah Kebon Jeruk, distribusi yang ditanam di bawah tanah jalan raya. Kebocoran pipa distribusi air bersih yang terjadi di daerah Pangeran Jayakarta yang disebabkan oleh proyek pengerukan got saluran air untuk penanggulangan banjir. Pengerukan got drainase dengan menggunakan peralatan berat backqu loader mengakibatkan kebocoran pipa distribusi dan distribusi air bersih di daerah Pangeran Jayakarta mengalami gangguan kurang lebih sebulan dari bulan Nopember 2011 sampai dengan Desember 2011. Perbaikan pipa dapat berjalan dengan baik jika dilakukan dengan secara bertahap dan didukung oleh data tentang panjang, umur, lokasi pipa bawah tanah dan lain-lain. Perbaikan pipa distribusi dibawah tanah dekat jalan raya akan mengakibatkan kemacetan di DKI Jakarta. Untuk itu perbaikan pipanisasi harus direncanakan secara baik dan dilakukan di malam hari secara bertahap. Jika PAM Jaya mampu menurunkan tingkat kebocoran dari 46 sampai kepada30 bisa mendapatkan tambahan air bersih sebesar 3,6 m 3 detik atau setara dengan 110.376.000 m 3 tahun dengan perkiraan biaya sebesar Rp. 3 trilyun. Dana sebesar itu dipergunakan untuk perbaikan pipa distribusi yang sudah tua dan mengalami kebocoran. 3. Peningkatan cakupan layanan. Saat ini cakupan pelayanan air bersih DKI Jakarta masih sekitar 50 sampai dengan 60 dari total penduduk DKI Jakarta. MDGs mentargetkan untuk kota besar cakupan pelayanan air bersih perpipaan sebesar 80 pada tahun 2015. Peningkatan layanan air bersih perpipaan saat ini masih mengalami banyak kendala antara tingginya tingkat kebocoran dan kehilangan air di saluran distribusi. Tingkat kehilangan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal baik kebocoran pipa distribusi maupun tingkat hal lain. Selain itu kuantitas air baku belum mencukupi kebutuhan masyarakat DKI Jakarta. Sejalan dengan program peningkatan penambahan sumber air baku, maka ditingkat distribusi perlu dilakukan peningkatan cakupan pelayanan dengan menambah saluran perpipaan yang baru. Peningakatan jaringan distribusi perpipaan harus dimulai pada tahun 2013 sehingga pada tahun 2015 sudah tercapai target MDGs yaitu cakupan pelayanan air bersih sebesar 80 dari total penduduk DKI Jakarta. 4. 3R reduce, reuse , recyle Dalam pelaksanaan program 3R tidak dapat hanya mengharapkan dari kesadaran masyarakat walau keberhasilan program 3R sangat menuntut kesadaran masyarakat. Program 3R yaitu reduce menghemat, reuse menggunakan kembali, recycle mengolah kembali. Pemerintah Pusat dan Pemda DKI Jakarta haruslah memulai dengan melakukan sosialisasi program 3R ditiap-tiap Kecamatan sampai kepada tingkat kelurahan. Pelaksanaan program reduce, reuse , recyle dimulai dengan sosialisasi ke RT dan RW seluruh Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012. Selanjutnya pelaksanaan program 3R yaitu melakukan pembangunan instalasi pengelollan 3R di tiap-tiap kelurahan sampai kepada tiap-tiap Rukun Warga RW yang dimulai pada tahun 2013 diseluruh kelurahan wilayah Propinsi DKI Jakarta. dan dapat dimanfaatkan pada tahun 2015. Jika program 3R dapat dilaksanakan dengan baik, maka DKI Jakarta akan menghemat 30 dari pasokan air baku saat ini atau sekitar 99.255.000 m 3. . 5. Pipanisasi dari Waduk Jatiluhur Menurut Direktur Jendral Sumber Daya Air Kementrian Pekerjaan, Dr.Ir. Muhamdad Amron Suara Pembaruan 141211 saluran Taum Barat yang mengalirkan air baku dari Jatiluhur mendapatkan banyak masalah antara lain pencemaran, kondisi saluran, serta penyalahgunaan fasilitas di sekitar saluran. Pipanisasi diperlukan dikarekan air dari Jatiluhur yang disalurkan ke IPA Buaran melalui saluran terbuka mudah terkena pencemaran. Perkiraan dana untuk porgram pipanisasi menelan biaya sebesar Rp.2,3 triliun. Program pipanisasi dari Jatiluhur hingga Jakarta sepanjang 78 kilometer dengan ukuran pipa berdiameter 1,8 meter, akan mampu menggelontorkan air bersih hingga 4.000 literdetik. Program pipanisasi air bersih langsung, jauh lebih efektif dan murah karena air tidak perlu diolah di IPA, suplai air langsung dihubungkan ke pipa distribusi air minum yang ada di Jakarta. Pembangunan pipanisasi akan meningkatkan efisiensi pemanfaaan air baku dari tingkat kehilangan 50 menjadi 10 dan penurunan tingkat pencemaran di sumber air baku. Program pembangunan pipanisasi dimulai dalam waktu dekat Muhamad Amron diperkirakan dimulai tahun 2012 dan diperkirakan selesai dan dapat beroperasi pada tahun 2025. 6. PES Payment For Environment Sevice. Awal teori tentang PES muncul pada tahun 1960 melaui tulisan artikel The Problem of Social Cost oleh Prof Ronald Harry Coase, Universitas Chicago. Sedangkan menurut Sven Wunder, PES adalah skema pemberian imbalan kepada penghasil jasa untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jasa lingkungan, bukan pembayaran kepada ekosistem itu sendiri. Jadi transaksi PES dilakukan secara sukarela antara penerima manfaat dan pemberi manfaat jasa lingkngan. Kongres Watersheed Management tahun 2003 mendefisinikan PES sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa lingkungan service providers dibayar oleh pengguna manfaat jasa lingkungan service users. PES untuk jasa air dan perlindungan DAS diartikan sebagai penerapan mekanisme pasar pemberian kompensasi kepada masyarakat pemilik lahan di hulu untuk konservasi dan tidak merubah peruntukan lahan-lahan yang berpengaruh terhadap ketersediaan atau kualitas sumber daya air di hilir. PES bersifat jangka panjang dan insentif bersifat jangka pendek, hal tersebu sesuai pendapat dari Doribel Herrador dan Leopoldo Dimas, peneliti disiplin ilmu agronomist dan environment economisc dari El Salvador. Pembayaran PES payment environment services bertujuan mendorong pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih efisien dan bertanggungjawab. Skema PES untuk mendorong kesejahteraan masyarakat yang berkontribusi dalam meletarikan sumberdaya alam, dengan catatan bahwa daerah hilir atau penerima manfaat atau pihak yang membayar, logikanya harus levih sejahtera dibanding daerah hulu atau penyedia jasa lingkungan atau pihak yang menerima pembayaran, jika tidak, tak akan terjadi skema PES Dewa Gumay, 2011. Pembayaran PES dapat dilakukan secara sukarela oleh penerima manfaat dan pemberi manfaat, hal tersebut seperti yang dilaksanakan di DAS Cidanau yaitu PT.KTI secara sukarela membayar iuran jasa lingkungan sebesar Rp. 175.000.000,- melalui Forum Komunikasi Das Cidanau FKDC yang dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor: 124.3Kep.64-Huk02 tanggal 24 Mei 2002. Namun dalam kesepakan sukarela pembayaran jasa lingkungan tersebut belum jelas menakisme kepada siapa sebenarnya PES dibayarkan. Pembayaran PES dalam kasus pemenuhan air bersih untuk DKI Jakarta sebaiknya dilakukan dengan pandangan bahwa air merupakan barang publik yang dilindungi oleh konstitusi. Untuk itu pembayaran PES dalam pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta yang berbasiskan otonomi daerah, berbeda dengan pembayaran PES yang terjadi di DAS Cidanau. DKI Jakarta melalui PAM Jaya menerima manfaat dari daerah hulu untuk itu Pemda DKI Jakarta harus membayar PES sebagai kepeduliannya dalam rangka konservasi sumber daya air kepada daerah hulu yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan DAS bagian tengah yaitu Pemda Tangerang Provinsi Banten. Beberapa contoh pembayaran PES seperti yang terjadi di Banten dan juga di Cirebon dan Kuningan dapat dijadikan pelajaran untuk mekanisme pembayaran PES. Kerjasama pemanfaatan Sumber Mata Air Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan antara pemerintah Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa besarnya dana kompensasi konservasi dihitung dengan mempertimbangkan produksi air dari sumber air, tarif berlaku sebelum diolah bagi pelanggan di Kota Cirebon dan tingkat kebocoran air Hikmat Ramdhan. Pada saat proses negosiasi berjalan penyedia jasa lingkungan menunjukkan bentuk sertifikat komitmen untuk menyakinkan wilayah pengguna bawhwa wilayah penyedia jasa lingkungan hidrologi secara serius menjamin wilayahnya tetap mampu memasok air. Skema pembayaran jasa lingkungan yang menganut skena voluntery akan sulit diwujudkan jika pandangan masyarakat daerah tersebut menganut faham bahwa air dan bumi seisinya adalah dikuasai negara dan dimanfaatakan untuk kemakmuran masayrakat sebesar-besarnya. Skema voluntery hanya bisa diterapakan pada kelompok bisnis yang bersifat komersial seperti yang diterapkan di Propinsi Banten. Perbedaaan masalah pemenuhan air dan sumber air di masing-masing daerah serta belum diputuskannya secara hukum mekanisme pembayaran jasa lingkungan, maka skema pembayaran jasa lingkungan setiap daerah juga berbeda-beda. Untuk DKI Jakarta, pemerintah DKI Jakarta dapat melakukan beberapa kerjasama dengan pemerintah daerah di sekitarnya, misalnya untuk pemanfaatan sumber mata air yang terdapat di Kabupaten Bogor, maka skema kerjasama bisa menggunakan atau mencontoh skema pembayaran yang dilakukan oleh Kabupaten Cirebon dan Kuningan. Namun untuk pemanfaatan DAS Sungai dengan status wilayah sungai strategis nasional dan sungai lintas propinsi, maka mekanisme kerjasama antar propinsi yang perlu dilakukan dan dibawah payung hukum pemerintah pusat karena kewengan pengelolaan