Kabupaten dan Kota Bogor serta Kota Depok

4.3.1.1 Produksi Air Bersih PAM Jaya

Kapasitas prdoduksi air bersih PAM JAYA dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan yang signigikat dikarena pasokan air baku juga tidak mengalami peningkatan atau penambahan. PT. Palyja selain mendapatkan pasokan air baku dari PJT II juga membeli air curah dari PDAM Tangerang DAS Cisadane, sedangkan PT. Aetra hanya mengandalkan pasokan air dari PJT II. Produksi air baku dari PT. Palyja dan PT. Aetra dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 6. Kapasitas produksi PAM JAYA. No PERUSAHAAN KAPASITAS M3 PENDUDUK TERLAYANI orang JUMLAH KEBUTUHAN Orang 1 PT. Palyja 247.617.201 2.851.400 2 PT. Aetra 261.814.733 2.654.348 Total 509.431.934 5.505.748 9.000.000 Catatan kebutuah air minum 150 lcpd Sumber: PAM Jaya 2010 Suplai air bersih dari PJT II diolah di beberapa instalasi pengelolaan yaitu Instalasi Pengeloloaan Air IPA Pejompongan I, Pejompongan II, Pulogadong dan IPA Buaran. Pengelolaan dan distribusi air bersih saat ini dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta sebagai operatornya yaitu PT.Palyja dan PT.Aetra. Kapasitas produksi PT. Palyja pada tahun 2010 sebesar 247.617.201 m 3 dan PT.Aetra sebesar 261.814.934 m 3 Tabel 18 di atas total produksi sebesar 509.431.932 m 3 dengan total kapasitas pelayanan sebesar 5.505.748 orangpenduduk yaitu kurang lebih 60 dari penduduk DKI Jakarta. Adapun kapasitas produksi PAM Jaya dapat terlihat pada Tabel 19. Tabel. 19 Kapasitas Produksi PAM Jaya m3 Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PT. PALYJA 261.740.105 257.458.324 248.611.912 251.241.679 247.617.201 PT. AETRA 280.199.709 281.365.604 261.310.024 266.722.860 261.814.733 Total 541.939.814 538.823.928 509.921.936 517.964.539 509.431.934 Sumber: PAM Jaya, 2010. Suplai air bersih sangat tergantung kepada kapasitas produksi dan suplai air baku. Dari data yang ada menunjukkan kapasitas air produksi PAM Jaya dari tahun ke tahun mengalami penurunan dikarenakan penurunan pasokansuplai air baku, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 19 di atas. Adapun cakupan pelayanan dari PT.Palyja dan PT. Aetra serta standar kualitas air produksi PAM Jaya nampak pada 20 berikut ini. Tabel 20. Cakupan pelayanan dan standar kualitas air Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 PT. PALYJA 54,55 55,48 58,99 61,85 64,04 PT. AETRA 66,45 57,26 66,08 65,28 59,67 Standar Kualitas air Air bersih Air besih Air bersih Air bersih Air bersih Sumber: PAM Jaya, 2010. Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa kualitas air produksi PAM Jaya adalah kualitas dengan standar air bersih bukan air minum. Sedangkan cakupan layanan masing-masing mitra kerja PAM Jaya nampak pada bahwa cakupan pelayanan antara 50 sampai 60 dengan rata-rata cakupan pelayanan 60.

4.3.1.2 Kebocoran Air Bersih

Kebocoran air atau unaccounted for water UFW masih besar dan menjadi komponen utama. Kebocoran air di tingkat nasional masih cukup besar yaitu sekitar 40 bahkan untuk DKI Jakarta tingkat kebocoran melebihi angka 40. Kehilangan air PAM Jaya dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 7. Kebocoran air PAM Jaya 2003-2009. Tahun Produksi PAM Jaya Air Terjual m3 Kebocoan 2003 497.662.644 274.102.317 44,92 2004 518.990.345 270.908.830 47,80 2005 536.650.419 267.080.481 50,23 2006 534.987.620 261.856.133 48,94 2007 509.921.936 252.757.335 50,43 2008 517.964.539 258.940.000 50,01 2009 509.431.934 275.433.234 45,93 Sumber: Jakarta dalam angka dan Statistik air bersih, 2010. diolah Untuk negara kebocoran air dapat ditekan sampai dengan 15. Sebagai contoh di Singapura yang dikategorikan negara maju pada tahun 1989 total kebocoran air bisa ditekan sampai 11. Besarnya prosentasi jumlah air yang tidak tercatat dapat diambil sebagai patokan dari tingkat kemampuan sistem pengadaan air bersih. Sistem yang mempunyai 10-15 kebocoran toal, dianggap berkemampuan bagus, dan sistem distribusi air dengan kebocoran airnya 10- 20 masih dianggap pantas. Sedangkan kebocoran di atas 30 dianggap buruk dan harus dilakukan upaya-upaya untuk menguranginya.

4.3.1.3 Kualitas Air Produksi PAM Jaya

Kualitas air hasil produksi PAM Jaya memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur pada PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pencemaran Air dan Pengendalian Pencemaran. Data hasil pemantauan kualitas air IPA Pejompongan menunjukkan bahwa tingkat kekeruan berbeda tiap bulan. Sedangkan pH masih diambang batas normal. Menurut Adeyemo et al. 2008, pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 8,2. Kategori pH dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai ≤ 6 bersifat asam atau mendekati nilai ≥ 9 bersifat basa. Hasil pengamatan air di lima lokasi DKI Jakarta terhadap kualitas air bersih produksi PAM Jaya menunjukkan parameter pH sebesar 7,35 di Jakbar, 7,19 di Jakut, 7,48 di Jaksel, 7,32 di Jakpus dan 7,02 di Jaktim. Sedangkan kandungan BOD pada air produksi PAM Jaya tertinggi di Jakpus sebesar 2,33 mgl. Dan terendah di Jaktim 0,46 mgl . Menurut persyaratan air minum yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan, persyaratan BOD tertinggi sebesar 6 mgl. Menurut Luo et al. 2005, nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Hasil pemantauan PAM Jaya di bulan Januari s.d. April 2010 di IPA Pejompongan menunjukkan bahwa kandungan BOD berbeda setiap bulannya walau perbedaan tersebut tidak begitu besar yaitu bulan Januari sebesar 11 mgl, Februari 13 mgl, dan Maret sebesar 10.mgl. Menurut Abowei dan George 2009 yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara signifikan antar musim dan antara hulu – hilir. Kualitas air bersih produksi PAM Jaya hasil uji laboratorium di lima titik pengambilan sampel bervariasi yaitu di Jakbar 26,92 mgl, Jakut 23,08 mgl, 21,15 mgl dan Jaktim sebesar 34 mgl. Sedangkan hasil pengamatan di IPA Pejompongan tertinggi di bulan Maret sebesar 31 mgl. Menurut Abdel et al. 2010, yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable. Menurut Akan et al. 2010 standar DO yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mgl, di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan . Hasil pemantauan di IPA Pejompongan kandungan DO sebesar 3,38 pada bulan Januari, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini.