Paradigma Baru dalam Pengelolaan SDA
kontinu. Berdasarkan kualitasnya, air yang di distribusikan kepada penduduk harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik dari aspek
fisik, kimia maupun mikrobiologi. Unsur-unsur yang membentuk suatu sistem penyediaan air modern, akan meliputi:
1. Sumber-sumber penyediaan sumber air baku. 2. Sarana penampungan.
3. Sarana penyaluran ke instalasi pengolahan. 4. Sarana pengolahan.
5. Sarana distribusi. Dalam perencanaan sarana penyediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu
air merupakan hal yang paling penting. Gambar 6 mengilustrasikan tentang hubungan antara unsur-unsur fungsional dari suatu sistem penyediaan air bersih.
Gambar 4. Kaitan hubungan unsur-unsur fungsional dari sistem penyediaan air bersih
Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak setiap unsur fungsional tersebut akan masuk dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih. Sebagai contoh, apabila
kita memanfaatkan air tanah ground water sebagai sumber air baku, maka pada perencanaan sistem penyediaan air bersih tidak memerlukan unsur penampungan
dan penyaluran. Apabila kita memanfaatkan air permukaan surface water sebagai sumber air baku, maka unsur penampungan dan penyaluran sangat
diperlukan dalam perencanaan. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok dan merupakan barang
yang diklasifikasikan sebagai suatu kebutuhan, baik dimusim kemarau maupun dimusim hujan. Di beberapa tempat, baik diperkotaan maupun diperdesaan,
pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber air baku yang
terbatas dan kebutuhan yang tinngi, biaya serta teknologi pengolahan sebelum air yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kebutuhan “relatif mahal”.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan air untuk masyarakat, khususnya di Ibukota DKI Jakarta, maka harus dilakukan kajian yang bersifat terus menerus
dan menyeluruh agar permasalahan kekurangan air tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Salah satu kajian tersebut diantaranya adalah dengan mengkaji
potensi-potensi sumber air baku yang dapat dijadikan sebagai air bersih atau air minum, baik air permukaan, air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air di
sejumlah daerah yang terdapat di wilayah DKI Jakarta maupun Bodetabek. Permasalahan lain yang sering timbul dalam penanganan air bersih adalah
keterbatasan sumber daya, khususnya masalah pembiayaankeuangan. Dalam rangka menghasilkan air dengan kualitas yang layak, dan menghantarkannya
kepada konsumen maka tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk konstruksi intake, sistem transmisi, pengolahan dan distribusi, juga untuk
operasional dan perawatan, apalagi jika air baku yang digunakan adalah air permukaan. Masalah pembiayaan ini harus mendapat perhatian demi menjaga
kesinambungan sistem penyediaan air bersih. Pengelolaan yang baik, berawal dari perencanaan yang baik, secara teknis,
keuangan, kelembagaan, dan sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan dasar dan pedoman yang selanjutnya disusun dalam
bentuk rencana induk masterplan air bersih DKI Jakarta dengan harapkan dapat menghasilkan butir-butir penting dalam pengelolaan air bersih di Jakarta.
Perkembangan yang pesat dalam pembangunan perumahan, industri, pertanian, infrastruktur, dll, baik di daerah perkotaan Jabodetabek maupun perdesaan, serta
peningkatan jumlah penduduk, memberikan konsekuensi kepada peningkatan pasokan air baku untuk kebutuhan air bersih. Pasokan air baku untuk kebutuhan
air bersih yang selama ini belum sepenuhnya tercukupi oleh air perpipaan dari PAM, dengan meningkatnya kebutuhan tersebut, menambah beban di dalam
penyediaan pasokan air bersih. Ketersediaan pasokan air untuk memasok suatu kebutuhan, merupakan
faktor paling penting yang menentukan berkembangnya suatu kawasan tertentu, karena air adalah sumber kehidupan bagi penghuni maupun penunjang semua
aktivitas kawasan, sehingga ketersediaan pasokan air adalah mutlak. Namun di sisi lain seperti disinggung di atas, pasokan air tersebut tidak atau belum dapat
mengandalkan sepenuhnya kepada jaringan PAM yang ada karena beberapa keterbatasan.
Kondisi yang seperti ini memaksa para perencana pembangunan dan para pengembang suatu kawasan untuk mencari sumber-sumber lain untuk penyediaan
pasokan air, salah satunya karena beberapa kelebihan yang dipunyai daripada sumber air yang lain, adalah berasal dari air tanah. Namun apabila penggunaan
atau pemanfaatan sumber daya air tanah dilakukan secara berlebihan tanpa mendasarkan pada potensi sumber daya air tanah itu sendiri akan menimbulkan
dampak negatif berupa degradasi jumlah dan mutu air tanah maupun terhadap lingkungan sekitar. Oleh sebab itu diperlukan suatu perencanaan yang
menyeluruh, mempertimbangkan seluruh faktor yang berpengaruh, sebelum pengembangan air tanah groundwater development dilaksanakan guna
memenuhi kebutuhan akan air bagi berbagai keperluan. Ketersediaan air yang makin langka serta degradasi mutunya dewasa ini,
sementara disisi lain kebutuhan akan air yang selalu meningkat, memberikan konsekuensi perlunya suatu perencanaan yang baik dan dapat dijalankan
applicable. Perencanaan ini untuk menjamin bahwa sumber air yang makin langka tersebut agar dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin serta
dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat banyak, terutama kaum miskin.
Perencanaan yang memihak bagi kemanfaatan kaum miskin dan lemah, saat ini sangat diperlukan untuk mengangkat harkat hidup kaum terpinggirkan. Kaum
miskin ini justru membelanjakan lebih banyak uang untuk mendapatkan air dibanding mereka yang mampu yang dilayani oleh jaringan perpipaan. Laporan
Bank Dunia menyebutkan para kaum miskin perkotaan membelanjakan hampir 9 dari pendapatan mereka untuk air, sementara di Jakarta, kaum miskin kotanya
harus membayar 1,5 hingga 5,2 untuk 1 m
3
air dari penjaja air, tergantung jarak mereka tinggal dengan hidran umum Anonymous, 1993. Gambaran tersebut
harus menjadi acuan dasar atau asas perencanaan kebutuhan air, yakni kemanfaatan bagi masyarakat banyak. Perencanaan kebutuhan tersebut adalah
bagian yang integral dari pengelolaan sumber daya air water resource management
, maka perencanaan tersebut juga harus sesuai dengan asas pengelolaan sumber daya air.
Krisis ekonomi dan era reformasi memberikan konsekuensi perubahan paradigma pengelolaan sumber daya air di Indonesia, yang tentu saja juga
memberikan pengaruh dalam perencanaan kebutuhan air. Intinya adalah, bahwa saat ini perencanaan kebutuhan akan air dari sumber air tanah menjadi semakin
kompleks tidak hanya didasarkan atas hal-hal yang bersifat teknik, tetapi mungkin justru yang paling penting adalah hal-hal yang bersifat sosial.