Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sumber daya Air

Selain itu bencana banjir, tanah longsor, dan berbagai kejadian alam yang melanda Indonesia tidak terlepas dari kerusakan ekologi. Bentuk kerusakan ekologi ini didominasi oleh kerusakan hutan. Berbagai bencana akibat kerusakan ekologi yang melanda Indonesia di tahun 2002 diawali oleh banjir besar yang menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta pada awal Februari 2002. Dalam peristiwa tersebut, yang diindikasikan karena rusaknya kawasan hutan di daerah Bogor, Puncak dan Cianjur Bopunjur, tidak hanya mengakibatkan kerugian harta dan benda, melainkan juga nyawa. Hubungan fungsional di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa setiap investasi APBN di bidang kehutanan sebesar 1 unit juta rupiah meningkatkan nilai nisbah sebesar 0,007802. Beberapa faktor penyebab korelasi positif ini diantaranya adalah belum tepatnya alokasi APBN di bidang kehutanan, belum tepatnya perencanaan programproyek sehingga alokasi dana yang ada belum tepat sasaran dalam pembangunan kehutanan. Analisa trend menunjukkan bahwa pada kurun waktu 5 tahun 1994-1998 alokasi APBN menurun jika dibandingkan dengan alokasi pada kurun waktu 5 tahun sebelumnya 1989-1993. Hingga saat ini investasi di bidang kehutanan khususnya untuk rehabilitasi hutan dipandang sebagai investasi yang beresiko dan hasilnya tidak diperoleh dalam jangka pendek sebagaimana bidang lainnya. Kenaikan dana reboisasi Provinsi DKI Jakarta sebesar 1 unit juta rupiah akan menurunkan nisbah sebesar 0,003075. Keberadaan dana reboisasi diharapkan dapat menjadi alternatif pembiayaan pembangunan kehutanan khususnya untuk kegiatan reboisasi hutan. Kegiatan reboisasi diharapkan dapat memperbaiki kondisi tutupan hutan yang telah gundul atau dalam keadaan kritis sebagai akibat penebangan kayu hutan. Perbaikan terhadap kondisi tutupan hutan akan mengurangi limpasan langsung dipermukaan yang akhirnya akan mengurangi nilai nisbah Pasaribu, 1999. Kenaikan alokasi APBN sektor pertanian Propinsi DKI Jakarta setiap 1 unit juta rupiah akan menaikkan nilai nisbah sebesar 0,001013. Hal ini dapat dipahami karena investasi untuk kegiatan peningkatan produksi tanaman pangan akan meningkatkan kebutuhan akan debit air irigasi sebagai pendukung. Trend menunjukkan alokasi APBN untuk sektor pertanian untuk peningkatan produksi mengalami kenaikan terus-menerus dari tahun 1989 hingga 1998, meskipun alokasi dana sektor kehutanan juga mengalami kenaikan, namun nilainya masih dibawah alokasi dana sektor pertanian dan sumber daya air. Padahal hutan mempunyai peranan yang penting sebagai penyangga sistem DAS karena keberadaannya sebagai pengatur tata guna air, sektor sumberdaya air berperan dalam pendistribusian air melalui pembuatan sistim irigasi. Kegiatan investasi di sektor pertanian berkaitan dengan peningkatan produksi tanaman pangan seharusnya diiringi dengan pemilihan tipe irigasi dan drainase yang tepat, hal ini akan mempengaruhi karakteristik aliran langsung di permukaan. Irigasi yang baik akan memungkinkan air terdistribusi dengan baik dan memperbesar kapasitas infiltrasi. Drainase yang baik akan menghambat terbawanya partikel-partikel tanah ke dalam sungai yang akan menyebabkan pendangkalan sungai. Pemilihan pola tanam dan pemilihan jenis tanaman akan mempengaruhi keadaan tutupan lahan yang selanjutnya berpengaruh pada aliran langsung di permukaan. Budidaya di lahan pertanian secara intensif harus memberikan ruang untuk konservasi air. Selain daripada itu diperlukan pula perubahan pola pikir dan persepsi tentang perlunya reorientasi sistem produksi pertanian nasional dari paddy field oriented menjadi upland agriculture development oriented melalui penggunaan lahan kering. Lahan kering sangat menjanjikan dalam menopang produksi pertanian nasional. Selain karena hemat air, produksi pangan lahan kering juga dapat mendekati lahan sawah apabila irigasi suplementer dapat dikembangkan. Sungai sebagai bagian dari wilayah DAS merupakan sumber daya yang mengalir flowing resources, dan pemanfaatan di daerah hulu akan mengurangi manfaat di hilirnya. Sebaliknya perbaikan di daerah hulu manfaatnya akan diterima di hilirnya. Oleh karena itu diperlukan perencanaan terpadu dalam pengelolaan DAS dengan melibatkan semua sektor terkait, seluruh stakeholder dan daerah yang ada dalam lingkup wilayah DAS dari hulu hingga ke hilir. Pendekatan dalam perencanaan DAS dapat pula dilakukan melalui pendekatan input-proses-output. Semua input di sub-DAS hulu akan diproses pada sub-DAS tersebut menjadi output. Output dari sub-DAS hulu menjadi input bagi sub-DAS tengah, dan melalui proses yang ada menjadi output dari sub-DAS ini. Selanjutnya, output ini menjadi input bagi sub-DAS hilir, proses yang ada pada sub-DAS hilir menghasilkan output terakhir dari DAS. Pada masa kedepan nanti bukan hal yang tidak mungkin jika output dari sub-DAS hilir menjadi input bagi sub-DAS di hulunya. Hal ini dapat terwujud melalui mekanisme subsidi hilir-hulu dengan penerapan ‘user pays principle’ maupun ‘polluter pays principle’ atau melalui payment environmet service PES. Kinerja DAS tidak hanya dipengaruhi oleh satu atau dua sektor tertentu, tetapi paling tidak ketiga sektor pembangunan yang dianalisis memberikan pengaruh secara bersamaan dengan intensitas yang cukup signifikan. Alokasi dana pembangunan untuk kegiatan-kegiatan di sektor kehutanan cenderung mempunyai pengaruh yang baik terhadap kinerja DAS. Demikian pula halnya investasi di sektor sumber daya air. Di sisi lain, investasi di sektor pertanian dan perkebunan cenderung memperburuk kondisi DAS, disebabkan beberapa kegiatan-kegiatan pertanian dan perkebunan menambah pembukaan lahan. Kajian ini merekomendasikan pengelolaan DAS terpadu, artinya bukan hanya mengembangkan satu sektor sementara mengabaikan pengembangan sektor lainnya. Pengelolaan DAS seharusnya melibatkan seluruh sektor dan kegiatan di dalam sistem DAS. Bila tidak, maka kinerja DAS akan memperburuk yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat produksi sektor-sektor lain. Daerah aliran sungai secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayahkawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi punggung bukit yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley 1995 menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through asingle outlet ”. Menurut IFPRI 2002 “A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts toconserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for cropproduction, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests ”. Definisi di atas, memperlihatkan bahwa DAS merupakan ekosistem, dengan unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam SDA yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan lestari dengan upaya menekan kerusakan seminim mungkin agar distribusi air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. Pemahaman akan konsep daur hidrologi Gambar 5 sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada konsep daur hidrologi air menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran. Gambar 3. Daur hidrologi Asdak, 2010 Dalam mempelajari ekosistem air, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir Asdak 2010. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi perhatian mengingat dalam suatu DAS bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

2.2.2 Definisi Air Baku dan Air Bersih.

Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 18PRTM2007 Pasal 1 ayat 1 air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutanya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah danatau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Pasal 1 ayat 2 air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Jadi istilah air minum adalah air minum rumah tangga dan yang langsung dapat diminum. Air bersih clean water adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari- hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum drinking water adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492MENKESIV2010. Sistem penyediaan air minum SPAM adalah suatu kesatuan sistem fisik teknik dan non-fisik dari sarana dan prasarana air minum. Badan Pendukung Pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut BPP SPAM adalah badan non struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri, serta bertugas mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan SPAM guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Peraturan Menteri PU Nomor 18PRTM2007. Dalam penyelenggaraan SPAM diperlukan suatu kebijakan yang bersifat strategis dan berskala nasional. Kebijakan dan Stategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum KSNP-SPAM, merupakan pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan sistem penyediaan air minum, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha, swasta dan masyarakat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20PRTM2006 tentang Kebijakan dan Strategi Kebijakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum KSNP- SPAM. Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilaksanakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi baik air limbah maupun persampahan sejak dari penyiapan rencana induk pengembangan SPAM sampai dengan operasi dan pemeliharaan sebagai salah satu upaya perlindungan dan pelestarian air. Keterpaduan pengembangan dilaksanakan sekurang-kurangnya pada tahap perencanaan. Keterpaduan pada tahap perencanaan paling tidak mempertimbangkan: a untuk daerah dengan kualitas air tanah dangkal yang baik serta tidak terdapat pelayanan SPAM dengan jaringan perpipaan, maka pengelolaan sanitasi dilakukan dengan sistem sanitasi terpusat, b untuk permukiman dengan kepadatan 300 orangHa atau lebih, di daerah dengan daya dukung lingkungan yang rendah meskipun penyediaan air minum dilayani dengan sistem perpipaan, pengelolaan sanitasi menggunakan sistem sanitasi terpusat.

2.2.3 Paradigma Baru dalam Pengelolaan SDA

Berkaitan dengan tuntutan kebutuhan yang makin meningkat atas pemanfaatan air akibat peningkatan pembangunan dan kenaikan jumlah penduduk, sementara di sisi lain tuntutan terhadap kelestarian lingkungan, meningkatnya kelangkaan scarcity akan air, serta tuntutan keterlibatan masyarakat, telah mengubah secara radikal pola pikir paradigm tentang pengelolaan sumber daya air. Paradigma tersebut bergaung secara global sejak International Conference on Water and the Environment di Dublin, Irlandia, tahun 1992, dan United Nations Conference on Environment and Development di Rio de Janeiro, Brazil, serta yang terakhir World Water Forum 2000 di The Hague, Netherland. Dalam konferensi di Dublin, diserukan perlunya pendekatan-pendekatan baru dalam penilaian, pengembangan, dan pengelolaan sumber daya air tawar, serta merekomendasikan untuk aksi pada tingkat lokal, nasional, dan internasional berdasarkan pada empat prinsip: 1 pengelolaan sumber daya air yang efektif menuntut satu pendekatan yang holistik mengaitkan pembangunan sosial dan ekonomi dengan perlindungan ekositem alam, termasuk keterkaitan tanah dan air di seluruh daerah tangkapan; 2 pengembangan dan pengelolaan air harus didasarkan pada satu pendekatan keikutsertaan yang melibatkan para pengguna, perencana dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan; 3 kaum wanita memainkan peran sentral dalam menyediakan, mengelola, dan mengamankan air; 4 air mempunyai nilai ekonomi dalam semua penggunaanya dan harus dikenal sebagai barang ekonomi. Konferensi di Rio de Janeiro menegaskan konsensus bahwa pengelolaan sumber daya air perlu direformasi. Konferensi menyatakan bahwa “pengelolaan menyeluruh holistic atas sumber daya air sebagai sumber daya yang terbatas dan rentan, dan keterpaduan program dan perencanaan air secara sektoral di dalam kerangka kerja ekonomi nasional dan kebijakan sosial adalah yang paling penting untuk aksi dalam tahun 90an dan sesudahnya. Pengelolaan sumber daya air secara terpadu didasarkan pada pemahaman bahwa air adalah bagian integral dari ekosistem, satu sumber daya alam, bernilai sosial dan barang ekonomi. Konferensi selanjutnya menekankan bahwa perwujudan dari keputusan pengalokasian air melalui pengelolaan kebutuhan demand mangement, mekanisme harga, dan tindakan pengaturan. World Water Forum 2000 menetapkan visi air dunia “making water everybody’s business ”, serta tujuh tantangan challenges bahwa untuk mencapai keterjaminan air, yakni : i memenuhi kebutuhan pokok penduduk; ii menjamin penyediaan pangan; iii melindungi ekosistem; iv membagi sumber daya air antar wilayah berkaitan; v menanggulangi resiko; vi memberi nilai air; visi menguasai air secara bijaksana. Dalam rangka menjawab tantangan tersebut disepakati: 1 inovasi di bidang kelembagaan, teknologi, dan finansial, 2 pengelolaan sumber daya air dan sumber daya lahan secara terpadu, yang mencakup perencanaan dan pengelolaan sumber daya manusia, 3 kerjasama dan kemitraan di semua tingkat, 4 melaksanakan prinsip-prinsip yang telah disepakati berupa tindakan nyata berdasarkan kemitraan semua pihak untuk mewujudkan keterjaminan air dengan berbagai cara. Di Indonesia, dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya air, dan dengan diilhami rekomendasi dari konferensi di atas, maka perlu reformasi pengelolaan sumber daya air yang bertumpuh pada paradigma baru pengelolaan sumber daya air seperti yang direkomendasikan pada konferensi di atas. Paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya air dapat dirangkum sebagi berikut : • Pengelolaan yang terpadu integrated, antar setiap jenis sumber daya air air hujan, air permukaan, dan air tanah, bukan terfragmentasi. • Desentralisasi pengelolaan bukan sentralisasi sesuai dengan amanat Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah kabupatenkota berwenang mengelola sumber daya nasional sumber daya air termasuk dalam pengertian ini yang tersedia di wilayahnya. • Peran pemerintah pusat dari regulator dan sekaligus operator yang sentralistik menjadi hanya sebagai regulator, pembuat kebijakan, perencanaan nasional, pembinaan, konservasi dan standarisasi nasional, dan menyerahkan pelaksanaan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaaan kepada pemerintah daerah serta keterlibatan para stakeholders, akar rumput grass roots di daerah, dan sektor swasta. • Pengelolaan yang tidak hanya menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya air, tetapi yang menjamin keberlanjutan sustainability ketersediaan sumber daya air dalam ruang dan waktu tertentu, baik jumlah maupun mutunya. Tabel 1. Paradigma penyediaan air No. Paradigma lama Paradigma baru 1 Air dianggap sebagai barang milik umum Air merupakan barang bernilai ekonomi 2 3 4 Penyediaan air adalah suatu kegiatan sosial Pengambilan keputusan dipusatkan di kantor-kantor pemerintah Pergaturan penyediaan air yang bersifat administratif. Penyediaan air adalah suatu kegiatan ekonomi Alokasi air adalah satu kegiatan yang terdesentralisasi Air merupakan satu instrumen ekonomi 5 6 7 8 Alokasi air yang birokratis kepada pengguna. Pemekaran instansi untuk mengurus air Izin pemakaian air diberikan dalam ketersekatan. Struktur organisasi yang membingungkan dan tidak efisien. Para pihak terkait dan masyarakat stakeholders ikut serta dalam mengalokasikan air Satu instansi yang transparan pada tingkat nasional untuk pandangan menyeluruh. Pemanfaatan saling menunjang conjunctive use antara air permukaan dan air tanah. Pengurusan air sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat. 9 10 11 Pengembangan air untuk pengguna tunggal saja. Pengurusan air didasarkan atas pembagian negara menurut politik. Pembagian air sarat subsidi dan sarat kucuran dari anggaran nasional Pengembangan terpadu untuk penggunaan jamak. Pengurusan air didasarkan atas satuan wilayah sungai. Pengguna harus membayar, dengan demikian memberikan dana kepada pemerintah untuk keperluan yang lain. Sumber: Kodoatie 2010

2.2.4 Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu

Pengelolaan SDA terpadu mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan yang dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja DAS secara keseluruhan. Seperti sudah dibahas dalam bab-bab terdahulu, suatu SDA dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA, pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan. Namun demikian, yang harus diperhatikan adalah berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing- masing sektor maupun pada tingkat DAS. Berdasarkan hal itu, maka upaya pengelolaan DAS yang baik harus mensinergikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemapuan produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain. Mengingat akan hal-hal tersebut di atas, dalam menganalisa kinerja suatu DAS, tidak hanya melihat kinerja masing-masing komponenaktifitas pembangunan yang ada didalam DAS, misalnya mengukur produksiproduktifitas sektor pertanian saja atau produksihasil hutan kayu saja, harus melihat keseluruhan komponen yang ada, baik output yangbersifat positif produksi maupun dampak negatif. Dalam kajian pengelolaan DAS terpadu, selain dilakukan analisis yang bersifat kuantitatif, juga dilakukan analisis yang bersifat kualitatif. Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS yang diartikan sebagai fungsi, yaitu • DAS bagian hulu; fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegrasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air debit, dan curah hujan. • DAS bagian tengah; fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapatmemberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, sertaterkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. • DAS bagian hilir; fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, airbersih, serta pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS memerlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik. Kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria : 1. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun, 2. Kualitas air baik dari tahun ke tahun, 3. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan minimum kecil. 4. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun.. Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas wilayah sehingga memerlukan koordinasi untuk menjaga fungsi dan manfaat air dan sumber air. Sistem penyediaan air minum ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan SPAM. Selain dijadikan sebagai pedoman dan evaluasi dalam