Kualitas air menyangkut kualitas fisik, kualitas kimia, dan kualitas biologi. Kualitas fisik meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kualitas kimia
berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam dan residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun. Senyawa-senyawa tersebut terdeteksi dari bau, rasa,
dan warna air yang sudah berubah. Kualitas biologi berkaitan dengan kehadiran mikroba pathogen, pencemar, dan penghasil toksin. Lembaga yang melakukan
pemantauan terhadap kualitas air adalah Badan Pengendali Lingkungan Hidup BPLH.
2.4.1 Kualitas Air
Air Baku merupakan bahan baku bagi perusahan air minum untuk diproses menjadi air minum. Bahan baku ini merupakan masukan utama dan sekaligus
sebagai keluaran utama. Perbedaan air sebagai bahan baku dan air bersih terletak pada kandungan unsur-unsur fisik, kimia, radio aktif dan bakteriologi. Menurut
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, Pasal 8 ayat 1 Klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 empat kelas, air kelas satu, air kelas dua, air kelas tiga dan air kelas empat.
Air merupakan sumber daya yang unik, yaitu selalu berada pada daur hidrologi. Ketersedian air berada pada sirkulasi yang berlangsung terus menerus
Hadioetomo, 1981 dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui karena secara terus menerus dipulihkan melalui daur hidrologi Salim, 1987. Air
yang dapat digunakan untuk bahan baku adalah air yang berada pada tahap kembali ke bumi sebagai air permukaan, air tanah dan air hujan.
Mutu air sungai di kota-kota besar di Indonesia pada umumnya tidak memenuhi persyaratan air bersih dari segi fisik, kimia maupun bakteriologi,
sungai sebagai sumber air baku juga menghadapi problem kualitas air yang rendah. Hal ini mengakibatkan biaya untuk mengolah air baku menjadi air bersih
bertambah menjadi dua kali lipat PAM Kotamadya Surabaya, 2004. Air tanah, seperti air dari mata air dan sumur artesis, pada umumnya cukup
baik untuk digunakan sebagai sumber air baku. Kualitas air tanah relatif konstan
dan kualitasnya sering sudah memenuhi syarat baku mutu air bersih. Namun demikian, kadang-kadang air tanah mengandung gas-gas terlarut seperti CO
2
agresif, CH
4,
dan H
2
S serta Fe, Mn dan kesadahannya tinggi. Berdasarkan hasil pemantauan BPLHD di lima wilayah DKI Jakarta tahun
2004 menunjukkan air sungai dan air tanah memiliki kandungan pencemar organik dan anorganik yang tinggi, sehingga air sungai dan air tanah di DKI
Jakarta tidak sesuai lagi dengan baku mutu peruntukkannya yaitu air minum, perikanan, pertanian dan sebagainya. Pemantauan BPLHD DKI Jakarta Tahun
2004 di 66 lokasi yang tersebar di 13 sungai menunjukkan seluruh lokasi tersebut tidak layak dijadikan sumber air minum. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan
bagian hulu Sungai Ciliwung yang biasa digunakan sebagai air baku air minum PAM Jaya, telah mengandung kadar BOD rata-rata 8,97 mgL dan COD dengan
kadar rata-rata 35,22 mgL. Padahal baku mutu BOD 10 mgL dan COD 20 mgL Nurhayati, 2004.
2.4.2. Persyaratan Kualitas Air
Beberapa indikator dari kualitas air adalah konsentrasi dari oksigen yang digunakan untuk menghancurkan bahan organik, permintaan oksigen untuk
keperluan penguraian secara biologi BOD, dan bakteri fecal coliform. Kebanyakan binatang dan tumbuhan air yang hidup di dalam kolam air
membutuhkan oksigen untuk pernapasan secara aerobic. Pada suatu temperatur yang khas dari 20
o
C 68
o
F dan tekanan udara normal, konsentrasi yang maksimum dari oksigen yang dimanfaatkan adalah 9 ppm parts per million atau
tiap juta bagian-bagian dari air. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MENKESPERIV2010,
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 ayat 1 air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Pasal 3 ayat 1 Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Pasal 3 ayat 2 parameter wajib sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum. Pengawasan kualitas air bertujuan untuk mencegah
penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan.
Studi identifikasi terhadap bahan-kimia buatan organik yang dapat menyebabkan gagal ginjal, cacat kelahiran, dan berbagai jenis kanker di dalam
laboratorium penguji. Kebanyakan bahan kimia dipisahkan secara langsung atau secara kebetulan ke dalam sistem penyediaan air permukaan atau ke dalam air
bawah tanah yang digunakan sebagai sumber air minum. Studi identifikasi terhadap bahan-kimia tersebut, mungkin disebabkan oleh reaksi bahan-kimia
antara unsur-unsur yang ada di dalam badan air atau bahan-bahan yang digunakan untuk membasmi kuman air. Sebagai contoh, trihalomethane campuran yang
berpotensi berbahaya, seperti cloroform CHCI
3
, mengingat khlor yang digunakan oleh bakteri pemangsa di dalam air minum bercampur dengan bahan
organik alami di dalam air yang terbuang atau dengan bahan-kimia buatan organik lain yang dibuang ke sungai.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, Pasal 8 membagi
klasifikasi mutu air menjadi empat kelas yaitu kelas satu, kelas dua, kelas tiga, kelas empat telah dijelaskan pada bab terdahulu. Penetapan kelas air
sebagaimana dalam pasal 8 ayat 1 diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah
kabupaten kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Penetapan kelas air sebagaimana pasal 8 adalah: a
sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah provinsi dan atau lintas batas negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. b, sumber air yang berada
dalam satu atau lebih wilayah kabupatenkota dapat diatur dengan peraturan daerah propinsi. c sumber air yang berada dalam wilayah kabupaten kota
ditetapakan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kota.