Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah

selain dari biaya-biaya pemutusan sambungan dari atau penyambungan kembali ke fasilitas distribusi. Dengan adanya kerjasama tersebut maka, pihak swasta yang melakukan penagihan hasil distribusi air, pihak swasta pula yang melakukan pengeloaan air minum dengan menggunakan instalasi dari PAM JAYA yang telah terpasang sedangkan untuk WTP yang baru atas usulan pihak swasta pendanaannya tetap ditanggung oleh pihak pemerintah dalam hal ini DKI Jakarta. Dengan model kerjasama semacam ini, maka pihak PAM Jaya mengalami kerugian terus menerus bahkan pada semester II tahun 2011 sebesar Rp. 8,6 milyar. Lihat Tabel 48 Kerugian PAM Jaya pada awal tahun 2011. Tabel 48. Kerugian PAM JAYA awal tahun 2011. No. Bulan Jumlah Rp 1. 2. 3. Januari Februari Maret 2.504.310.120 3.090.960.482 2.984.632.513 Sumber: Diolah dari hasil wawancara dengan PAM Jaya, 2011 Kondisi di atas, meperlihatkan kerjasama dengan pihak swasta semacam ini patut untuk dikaji ulang. Sesuai dengan pendapat Sanim 2011, terdapat beberapa negara yang mengalami kegagalan dalam hal privatisasi air bersih. PAM Bogor melakukan pengelolaan sendiri, dengan modal sendiri dan pinjaman dengan dana lain dan menunjukkkan kinerja PAM Bogor sangat bagus. Begitu pula PAM di luar Pulau Jawa misalnya Banjarmasin juga menunjukkan kinerja PAM yang bagus sekali jika dikelolah oleh PAM tanpa ada kerjasama dengan pihak swasta. Dalam kerjasama dengan pihak swasta semacam ini, beberapa pegawai yang ada di PAM Jaya dipekerjakan di pihak swasta yaitu PT.Palyja dan PT.Aetra, padahal dalam kerjasama dinyatakan bahwa pihak swasta memiliki keahlian dan modal, pihak pemerintah memiliki infrastruktur. Sedangkan kenyataannya pihak pemerintah keahlian dan sdm yang berpengalaman serta infrastruktur dan juga sumber air. Jika pemerintah kekurangan modal, maka tidak perlu melakukan swastanisasi privatusasi karena privatisasi hanya menambah beban bagi rakyat. Pihak swasta tentu hanya mengejar keuntungan sebesar- besaranya, padahal air bersih berfungsi sosial, ekonomi dan fungsi lingkungan. Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Undang-undang No 7 Tahun 2004 pasal 5. Menurut Dirut PAM JAYA, MAURITS Napitupulu meminta operator bekerjasama dengan PAM Jaya untuk menyelesaikan segala persoalan yang ada termasuk peninjauuan ulang kerja sama. Jika peninjauan ulang perjanjian kontrak pada tahun 2012 mendatang berlangsung adil, PAM Jaya berencana membangun sejumlah instalasi pengelolaan Air IPA dan pipa di sejumlah lokasi yang rawan air bersih dengan bantuan dana dari Pemprov DKI akan membangun reservior penampung dan pipa di kawasan Cilincing dan Muara Karang, Jakarta Utara. Selain itu, meningkatnya IPA dibuaran dengan membangun IPA III dan IV, pembangunan IPA itu akan dilakukan seiring dengan ditingkatnay debit air baku di Kalimalang oleh pemerintah pusat dari 16 meter kubik per detik menjadi 26 m3 per detik pada tahun 2015. Mauritz Napitupulu menegaskan, pihaknya tidak pernah menahan uang dari pelanggan cash retntion yang berada di rekening bersama antara Palyja dan PAM Jaya, Maurit menilai Palyja tidak konsisten menerapkan aturan sebagaimana diamanatkan Perda 111993 tentang pelayanan air minum. Kalim Palyja yang menyatakan bahwa kami menahan dana mereka, tidak benar. Selama ini Palyja tidak bisa membuktikan dana itu milik mereka. Kami tidak bisa menandatangani suatu pencairan dana tanpa ada bukti kalim yang jelas, “ tutur Mauritz kepada SP di Jakarta. Selasa 1312. Menurut Meyritha Maryani mengatakan, mereka memiliki bukti-bukti klaim. Selain penahanan cash retention, hambatan lain yang harus segera diselesaikan adalah water charge yang tidak pernah diperbaruhi sejak semester I tahun 2010 sehingga membuat tingginya shortfall. Persoalan lainnya, sumber air yang tidak bertambah sejak awal kerjasama sehingga menyulitkan operator. Juga perlunya revisi Perda 111993 yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Kerjasama PAM Jaya DENGAN PALYJA tahun 2008, Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu operator pelayanan air bersih Jakarta, Palyja nilai yang tertahan sejak Agustus 2010 hingga Oktober 2011 mencapai 10 hingga 15 dari pendapatan Palyja atau total Rp.163,4 milyar. Cash retention tersebut berasal dari para pelanggan yang menunggak pembayaran pada periode tententu termasuk. Untuk penggunaan dana dari rekening tersebut harus ada tanda tangan kedua belah pihak yakni operator dan PAM Jaya. Yang terjadi saat ini. Palyja sebagai opeator tak dapat mencairkan cash tetention karena PAM Jaya tak menyetujui. PAM Jaya dinilai menahan uang dari pelanggan. Alasan PAM Jaya, sepeti dikemukakan Mauritz, Palyja tak memiliki bukti klaim pelanggan yang menunggak dan besaran klaim yang tidak sesuai kenyataan, PAM Jaya juga tidak mengetahui kapan dana yang ada di rekening bersama mulai terisi. Palyja meminta pembayaran Rp. 7200 per meter kubik. Sementara pelanggan mereka yang menunggak itu hanya membayar tagihan air sebesar Rp. 1.050 per meter kubik. Darimana dana PAM Jaya menanggulangi selisih itu?” kata Mauritz. Terkait dengan bukti klaim cash retention, Manager Komunikasi Palyja Meyritha Maryani mengatakan, mereka memilikinya. Bahkan, sambung dia, PAM Jaya juga memiliki bukti-bukti klaim yang sama. Selain penahanan cash retention, hambatan lain yang harus segera diselesaikan adalah water charge yang tidak pernah diperbarui sejak semester I tahun 2010 sehingga membuat tingginya shortfall . Persoalan lainnya, sumber air yang tidak bertambah sejak awal kerja sama sehingga menyulitkan operator. Ketua komisi B bidang perekonomian DPRD Jakarta, Selamet Nurdin mengatakan, restrukturisasi kesepakatan antara PAM Jaya dengan dua operatornya yakni PT.Aetra dan PT. Palyja sudah mendesak. Selambat-lambatnya reskonstruksi itu dilaksanakan pada 2012 mendatang. Pada 2012 mendatang merupakan saat yang tepat untuk merestrukturisasi utang PAM Jaya.