Hasil Simulasi Sub Model Ekonomi

Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air munim bertujuan untuk a. Terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau, b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan, dan c. Meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Pasal 34 ayat 6 Pengaturan pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasaran dan sarana sanitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 huruf d; ayat 7. Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan ayat 6, pemerintah dapat membentuk badan yangn berada di bawah dan bertanggung jawab kepada mentri yang membidangi sumber daya air; ayat 8 Ketentuan pengembangan SPAM, BUMN dan atau BUMD penyelenggara pengembangan SPAM, peran serta koperasi, bus dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 ,dan ayat 7 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terdiri atas 18 Bab dengan 100 pasal. Undang-undang Nomor 5 tahun 2007 telah menyinggung masalah konservasi sumber daya air sebanyak 6 pasal serta pendayagunaan sumber daya air sebanyak 25 pasal, lampiran. Undang undang SDA memuat hampir semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air bahkan dalam pengaturan berbagai aspek menunjukkan keseimbangan, untuk itu UU SDA ini merupakan produk hukum yang relatif komprehensi subatansinya. Keseimbangan perhatian terhadap nilai ekonomis produksi dengan konservasi sudah ditunjukkan dalam Pasal 2,3, Pasal 4. Dalam ketiga pasal tersebut dinyatakan bahwa Sumber Daya Ari mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang harus diwujudkan secara selaras. SDA harus dikelolah secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakayat. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Undang-undang SDA mengarahkan agar pengeloaan SDA sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi harus diarahkan pada upaya keselarasan antara konservasi dan pendayagunaan SDA serta pengendalian daya rusak air. Asas kelestarian dan asas kesesimbangan harus dijadikan pedoman agar pengelolaan SDA harus menjaga keberlanjutan eksistensi dan dungsi SDA baik secara sosial maupun secara ekonomis. Pengaturan tentang keharusan melakukan konservasi diatur melalui Pasal 20 sd Pasal 25. Ketentuan konservasi dimaksudkan untuk menjaga keberlangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi SDA. Upaya konservasi dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pengendalian pencemaran air. UU SDA juga melarang bagi siapapun melakukan kegiatan yang menyebabkan rusaknya sumber air dan prasarananya, pencemaran air, dan menganggu pengawetan air. Pasal 5 menentukan bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokoknya sehari-hari. Negara mempunyai kewajiban agar kebutuhan yang minimal sehari-hari akan air dari perseorangan dan badan hukum dapat terpenuhi.Sedangkan pasal 29 ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 memberikan jaminan dan pemenuhan kebutuhan minimal untuk kegitan manusia seperti kegiatan hidup sehari hari, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olah raga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estitika, dan kebutuhan lain yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. Jadi ada dua kegiatan yang ditempatkan sebagai prioritas utama dalam perolehan dan pemanfaatan air yaitu kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat. Kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari mencakup untuk mandi, cuci, masak, dan air minum, sedangkan ketersediaan air bagi pengairan tanah pertanian rakyat diutamakan yang terlertak dalam jaringan saluran irigasi aitu antrair laut yang ada di daratan untuk usaha budidaya tambak atau sistem pendingin mesin atau penyulingan air laut untuk air minum. Semangat desentralisasi tampaknya mendasari pembentukan UUSDA ini karena pemberian kewenangan otonomi juga sampai ke pemerintahan desa. Artinya kewenangan pengelolaan SDA yang bersumber dari Hak Penguasaan Negara tidak hanya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, namun dengan menggunakan prinsip pembagian kewenangan, Pemdah dan Pemerintah Desa juga diberi kewenangan melaksanakannya. Pasal 6 ayat 2 menentukan bahwa penguasaan Negara atas sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau Pemdah. Hak penguasaan negara dapat saja bersifat desentralisasi mutlak yaitu antara kewenangan yang dipunyai oleh Pemerintah dengan yang diserahkan berbeda, namun juga dapat bersifat desentralisasi yang mengarah pembagian kewenangan yaitu antara kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemda sama dengan perbedaan dalam luas ruang lingkup berlakungan kewenangan tersebut. Hak Guna Air HGA merupakan wewenang untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak Guna Air diatur dalam pasal 7, HGA dibedakan antara Hak Guna Pakai Air HGPA yaitu kewenangan untuk memperoleh dan memakai air seHGPA dan HGUA tidak jelas, karena secara UU No. 7 Tahun 2004 tidak secara konsisten menggunakan keduanya sebagai alas hak bagi siapapun untuk memakai atau mengusahakan air. Alas hak yang memberikan kewenangana adalah ijin yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemda. Ijin diperlukan jika pemakaian air harus mengubah kondisi alami sumber air, pemakaian dalam jumlah besar, dan pemakaian air untuk pertanian rakyat yang berada di luar sistem irigasi yang sudah ada. Privatisasi sumber daya air nampak pada nuansa UU No 7 Tahun 2004 tentang SDA. UU No 7 Tahun 2004 tentang SDA memperkenalkan istilah air bukan barang publik sosial namun mengarah kepada komoditas ekonomi. Dengan UU No. 7 Tahun 2004 membuka peluang pengusahaan air dan atau privatisasi air. Menurut Sanim 2011, lambannya reformasi institusi dan ketidakpastian legal formal di sektor air, secara bersamaan privatisasi air sendiri sudah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia, khususnya privatisasi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM antara lain: 1. Tahun 1977, World Bank mensponsori privatisasi air di Jakarta, dibagi kepada Thames Water Inggris dan Suwez-Lyonnaise France. 2. Privatisasi PDAM Batam dan Palembang oleh Biwater Inggris. 3. Privatisasi PDAM Pekanbaru dan Manado. 4. Privatisasi air oleh Ondo-Suez yang beroperasi di Jakarta, Medan, Semarang, dan Tangerang, serta 5. Privatisasi air di Sidoarjo oleh Vivendi Feance. Hingga saat ini, privatisasi air di Indonesia difokuskan pada sektor sanitasi atau penyediaan air bersih perkotaan. Keterlibatan swasta berupa penyediaan prasarana, distribusi, dan penarikan retribusi pemakaian air dari konsumen. Mereka menfokuskan pada wilayah perkotaan disebabkan adanya kemudahan dalam investasi prasarana distribusi air dan kemampuan konsumen untuk membanyar willingness to pay yang tinggi. Prasarana distribusi air di perkotaan relatif sudah terbangun. Sementara di perdesaan, cakupan pengelolaan air akan membutuhkan investasi prasarana yang cukup besar, willingness to pay masyarakat perdesaan yang lemah dan persoalan peggunaaan air irigasi oleh petani Sanim, 2011. Hasil analisis konten dan analisis legal review terhadap undang-undang yang berkaitan dengan sumber daya air, dapat disimpulkan bahwa perlunya dilakukan restrukturisasi dan reformasi pengelolaan sumber daya air. Karena sektor air di Indonesia tidak mampu memenuhi pertumbuhan dan berbagai tuntutan sebagai konsekwensi meningkatnya populasi penduduk, termasuk penduduk DKI Jakarta yang meningkat pesat. Kebutuhan air untuk keperluan rumah tangga, industri, dan mall serta pertanian meningkat dan gagal dipenuhi oleh pemerintah. Restrukturisasi juga perlu dilakukan berkaitan deengan kecenderungan yang berlaku, khususnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Jika sebelum adanya UU No. 7 Tahun 2007, tentang Sumber Daya Air, swasta hanya terlibat pada pengusahaan dan pengelolaan air minum, maka saat ini swasta dimungkinkan berperan pada seluruh bidang perairan, dari penyediaan air bersih, air minum, hingga pemenuhan air baku untuk pertanian. Bentuk kerjasama dapat berupa kontrak BOT, perusahaan patungan, kontrak pelayanan, kontrak manajemen, kontrak konsesi, kontrak sewa dan sebagainya. Laporan Pemerintah Indonesia pada World Water Forum III di Kyoto, Jepang, menyatakan bahwa 80 persen populasi belum memiliki akses kepada air yang mengalir running water. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sesungguhnya masih memiliki kewajiban yang besar untuk dapat memenuhi kewajiban tersebut, diperlukan sumber dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur pengairan, pemulihan dan perawatan sumber daya air. Diperkirakan, pemerintah membutuhkan dana sebesar 5,1 triliun rupiah setiap tahun untuk menyediakan air bersih bagi 40 persen populasi hingga 2015. Beberapa peraturan perundang-undangan dibawah UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air antara lain Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 294PRTM2005 tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18PRTM2007 tentang Penyelanggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2006 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem penyediaan Air minum KSNP – SPAM.

8.1.1.1 Perpres No. 12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumberdaya Air

Perpres No. 12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumberdaya Air tidak hanya mengatur sehubungan dengan susunan organisasi dan tata kerja Dewan Sumber Daya Air tetapi juga pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsi, susunan organisasi dan tata kerja, hubungan kerja antar dewan sumberdaya air; dan pembiayaan. Pengaturan Dewan Sumber Daya Air dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air terdapat dalam Pasal 86 ayat 1– 4. Undang- undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Bagian menimbang pada Perpres No. 12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumberdaya Air hanya mencantumkan Pasal 86 ayat 4. Undang Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air sebagai satu-satunya dasar pertimbangan pembentukan Dewan Sumber Daya Air. Pasal 86 ayat 4 Undang Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air hanya mengatur bahwa susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi Dewan Sumber Daya Air akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pasal 86 ayat 4 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dengan sangat jelas menyebutkan bahwa pengaturan tentang susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi Dewan Sumber Daya Air akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden tetapi pengaturan lebih lanjut sebagai amanat tersebut dilakukan dengan Peraturan Presiden sehingga perlu ditelusuri dan di telaah lebih lanjut sehubungan dengan kedudukan peraturan presiden dengan keputusan presiden. Tetapi yang jelas, amanat Undang-Undang adalah melalui Keputusan Presiden tetapi justru diatur dengan Peraturan Presiden. Susunan organisasi Dewan SDA Nasional terdiri dari ketua merangkap anggota yang dijabat oleh Menko Perekonomian, ketua harian merangkap anggota yang dijabat oleh Menteri dan anggota yang akan diisi oleh unsur pemerintah dan non pemerintah. Susunan organisasi dimana ketua dijabat oleh Menko Perekonomian sebenarnya sudah menunjukan watak dan corak pengelolaan danatau pemanfaatan sumberdaya air nasional, yaitu menempatkan air sebagai barang ekonomi semata. Air akan di tempatkan dan dimanfaatkan bagi pemenuhan pemasukan Negara dalam konteks anggaran. Watak dan corak yang akan mencerminkan keberpihakan pengelolaan danatau pemanfaatan sumberdaya air pada kesejahteraan rakyat adalah ketika posisi ketua di jabat oleh Menko Kesejahteraan Rakyat Kesra. Menko Perekonomian akan lebih berorientasi pada sector ekonomi sebagai pilar utamanya sedangkan Menko Kesra akan lebih beroreintasi pada kesejahtaraan rakyat. Menko Kesra sendiri tidak mendapatkan posisi apa pun dalam Dewan SDA Nasional. Adhiyul, 2011 Pasal 86 ayat 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menyebutkan bahwa wadah koordinasi, yaitu Dewan SDA Nasional di tingkat nasional beranggotakan unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam