Latar Belakang Dr- Ing Ir. Widodo Setiyo Pranowo, M.Sc,

kualitas lingkungan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai kapasitas daya dukung kesesuaian lahannya. Praktek budidaya yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan daya dukung merupakan pemicu kegagalan usaha budidaya Ahmad 2006. Lembaga yang menangani kawasan pesisir Teluk Banten dan lembaga yang mempunyai kontribusi kawasan ini terkesan belum ada berkoordinasi secara baik. Sebagai indikator diantaranya partisipasi masyarakat masih belum menyeluruh sehingga gangguan keamanan masih besar terutama tambak yang berbatasan dengan pemukiman. Perbaikan saluran dan prasarana jalan belum sesuai dengan daerah prioritas pembangunan kawasan pesisir. Implementasi dan pengawasan tata ruang pesisir belum dapat dilakukan dengan baik dan terlihat adanya pembangunan fisik di beberapa tempat yang berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. Faktor yang mempengaruhi daya dukung dalam budidaya udang di tambak diantaranya penataan wilayah atau ruang pengembangan budidaya Suparjo 2008. Penerapan teknologi budidaya udang dan kegiatan lain terkesan kurang mengikut sertakan lembaga yang mempunyai andil dalam pengelolaan sumberdaya Teluk Banten dan tidak ada koordinasi yang baik. Pengelolaan perikanan melibatkan banyak pihak, antara lain nelayan, pemerintah, lembagainstitusi, akademisi, pelaku perikanan pedagang, pengolah ikan, pembudidaya dan lain-lain Andrianto et al. 2011. Untuk itu pengelolaan pesisir harus dilakukan secara komprehensif antar sektor dan pemangku kepentingan stake holders. Penurunan produksi dan lingkungan ini akan merugikan masyarakat sendiri terutama yang menggantungkan tambak sebagai mata pencaharian. Apabila dikembangkan dengan baik pengembangan pesisir sebagai perikanan budidaya mempunyai prospek yang cukup cerah, dapat memenuhi kebutuhan protein, sosial, ekonomi dan lapangan kerja Hossain, Das 2010. Pengelolaan pesisir Teluk Banten dapat dimulai dari pengelolaan faktor keterbatasan menjadi unggulan. Sebagai contoh pemanfaatan pola arus Teluk Banten yang berhubungan dengan Selat Sunda dan terhubng Samudra Hindia, maka manajemen pembuangan limbah yang sudah diolah dan sesuai ambang batas lingkungan hidup, diatur pada saat pasang dan pola arus yang mengarah ke Samudara Hindia. Koordinasi antar pemangku kepentingan stakeholders menjadi penting untuk membangun bersama secara berkelanjutan. Permasalahan semakin komplek, dan dinamis, sehingga harus dicarikan solusi kebijakan pengelolaan yang keberlanjutan. Kendala yang terjadi sangat beragam karena akuakultur merupakan kegiatan yang mempunyai sistem sosial – ekologi, interaksi antar ekosistem komplek, namun menghasilkan ekonomi masa depan yang cerah Schmitt, Brugere 2013. Pembangunan pesisir untuk perikanan harus dikelola dalam budidaya yang berkelanjutan. Akuakultur berkelanjutan adalah sistem teknologi produksi akuakultur yang dapat diadaptasikan, yang kelayakannya secara ekologi dan ekonomis berlangsung tak terbatas dan banyak menentukan adalah kemampuan para pembudidaya Schmittou 2004. Pembangunan pesisir Teluk Banten harus memperhatikan komponen pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial Munasighe 2003 dalam Alauddin 2010. Disamping aspek ekologi terdapat komponen sosial yang harus dikelola dengan baik. Variabel sosial yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur akuakultur berkelanjutan seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, partisipasi politik, dan kemiskinan, McDowell, Hess 2012. Akuakultur berkelanjutan ditandai dengan produksi optimum dengan mengelola kualitas air yaitu parameter fisika, kimia dan biologi Bhatnagar, Devi 2013 dan perawatan kualitas tanah Caipang et al. 2012. Berdasarkan uraian diatas, untuk dapat memproduksi udang optimal dan berkelanjutan serta toleransi tinggi terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi, perlu adanya sinergitas antar varibel yang mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan budidaya udang yang berkelanjutan. Untuk itu maka dilaksanakan penelitian tentang model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten.

1.2 Perumusan Masalah

Potensi perikanan budidaya di wilayah pesisir pada tahun 2010 adalah 9.587.577 ha yang terdiri dari potensi tambak seluas 1.224.076 ha dan potensi budidaya laut seluas 8.363.501 ha KKP 2013. Pengembangan pesisir sebagai perikanan budidaya mempunyai prospek yang cukup cerah. Budidaya di kawasan ini dapat mencukupi kebutuhan protein, sosial, ekonomi dan lapangan kerja Hossain, Das 2010. Pembangunan di kawasan pesisir lebih pesat dibandingkan di wilayah daratan lainnya, sehingga sering mengakibatkan kontradiktif berbagai kepentingan. Pembangunan di pesisir Teluk Banten untuk perindustrian, perikanan, pemukiman, pertanian, cagar alam, pelabuhan menyebabkan perubahan kualitas air, tanah dan lingkungan. Pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, transportasi dan sektor lainnya yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas mengakibatkan pergeseran pemanfaatan lahan yang berdampak negatif terhadap lingkungan secara ekologi, sosial, ekonomi, dan keamanan Kholil, Komala 2015. Areal pertambakan di kawasan pesisir Teluk Banten terus berkurang akibat konversi menjadi kawasan industri, sehingga luas saat ini 5.028,3 ha. Pada tahun 1992, luas areal budidaya udang sekitar 1.200 ha dan mampu berproduksi tidak kurang dari 6.000 tontahun, namun tahun 2015 yang digunakan untuk budidaya udang hanya sekitar 90 ha. Kondisi ini disebabkan akibat penurunan kualitas lingkungan, sosial dan budaya. Demikian juga, abrasi di Pantai Karangantu, sebelum tahun 1992 terjadi penambahan pantai, namun saat ini sudah terjadi abrasi yang menghancurkan daratan dengan panjang lebih dari 5 km dan menggerus kearah tambak mencapai lebih dari 100 m. Dampaknya pada pertambakan pantai Karangantu sampai Pantai Grenyang telah terjadi pengikisan pantai 200.000 m² atau 20 ha. Cagar Alam Pulau Dua dan Pulau Satu juga mengalami degradasi pesisir dan penurunan biologi pantai Farchan 2008. Untuk mewujudkan keberlanjutan tersebut, perlu adanya pengelolaan yang sesuai dengan potensi spesifik lokasi. Pemilihan lokasi adalah kunci suksesnya budidaya perikanan Hossain et al. 2009. Budidaya udang di tambak agar berkelanjutan harus diintegrasikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan saling terkait satu sama lain seperti lingkungan, sosial dan ekonomi dengan berbagai unsur didalamnya Soemarwoto 1994. Pada akhirnya manusialah yang menentukan berhasil atau gagal nya pembangunan. Untuk menghasilkan penelitian yang optimal telah dibuat skema rumusan masalah. Gambar 1.1 menjelaskan tentang skema rumusan masalah penelitian. Berdasarkan perumusan masalah tersebut disusun pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian antara lain : 1. Bagaimana kondisi saat ini kawasan pertambakan di pesisir Teluk Banten ? 2. Apa persyaratan budidaya udang yang sesuai dengan lahan budidaya udang yang ada di Pesisir Teluk Banten ? 3. Apakah aplikasi kapasitas produksi budidaya udang yang selama ini dilakukan dan yang diharapkan sesuai dengan daya dukung ? 4. Bagaimana kelembagaan yang ada sudah sesuai dengan pengelolaan kawasan budidaya udang yang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten ? 5. Bagaimana model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuat model pengelolaan kawasan tambak yang berkelanjutan di Teluk Banten. Sedangkan tujuan khususnya dapat dirinci sebagai berikut: 1. Menilai kondisi saat ini existing kawasan pertambakan udang di pesisir Teluk Banten. 2. Menilai kesesuaian lahan tambak budidaya udang 3. Menganalisa daya dukung kawasan pertambakan budidaya udang. 4. Mengevaluasi kelembagaan pengelolaan kawasan budidaya budidaya udang berkelanjutan 5. Merancang bangun model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan.

1.4 Kerangka Pemikiran

Wilayah pesisir merupakan daerah yang mempunyai potensi sumberdaya alam besar karena merupakan tempat pertemuan air tawar dan air laut, sehingga di wialayah ini terdapat biodiversitas flora dan fauna, kesuburan tanah, dan berbagai aktivitas pembangunan yang potensial. Pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir cukup pesat, dengan kharakeristik budaya masyarakat pesisir yang spesifik. Pesisir Teluk Banten merupakan areal kontradiksi dari berbagai kepentingan, aktivitas di kota dan pedesaan, terpengaruh oleh ekosistem di daratan yang jauh karena merupakan tempat bermuaranya tujuh sungai besar. Pada musim hujan, pesisir laut dari pantai sampai ke tengah laut sejauh 1 km air berwarna kuning. Hal ini disebabkan adanya larutan tanah yang terbawa arus sungai dari daerah hulu yang juga merupakan indikator bahwa telah banyak terjadi kerusakan tutupan lahan di wilayah hulu. Tekanan terhadap ekosistem pesisir semakin kuat seiring dengan berkembangnya penduduk baik dari kelahiran atau urban. Pemanfaatan wilayah pantai untuk budidaya udang menghasilkan produksi yang berfluktuasi. Selama kurun waktu sebelas tahun 2004 – 2014 produksi udang windu terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 116.311 ton dan tertinggi pada tahun 2013 yaitu 168.318 ton , udang vaname terendah pada tahun 2004 yaitu 53.217 ton dan tertinggi tahun 2014 sebesar 442.380 ton. Produksi udang putih terendah pada tahun 2011 yaitu 10.757 ton dan terbesar pada tahun 2006 yaitu 36.187 ton DJPB 2014; DJPB 2015. Produksi budidaya udang windu di Provinsi Banten pada tahun 2003 sebesar 938 ton dan pada tahun 2012 sebesar 294 ton. Produksi udang putih sebesar 819 ton dan tahun 2012 sebesar 444 ton. Udang vaname pada tahun 2003 sebesar 0 ton dan pada tahun 2012 sebesar 294 ton. Dengan demikian produksi udang total Provinsi Banten pada tahun 2003 sebesar 1757 ton dan pada tahun 2012 sebesar 1032 ton dan tahun 2013 sebesar 1.382 ton DJPB 2013; DJPB 2014. Produksi perikanan khususnya udang di wilayah pertambakan pesisir optimal dan berkelanjutan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik bersifat positif maupun negatif yang penilaiannya tergantung perspektif yang dipakai. Konsekuensi positif umumnya adalah dampak sesuai dengan harapan, sementara konsekuensi negatif adalah dampak yang tidak diharapkan. Kawasan pertambakan pesisir Teluk Banten mempunyai kharakteristik oseanografis, bentukan tanah, flora, fauna dan kondisi lingkungan yang hampir terdapat di kawasan budidaya udang di seluruh Indonesia, sehingga kasus seperti disini banyak dijumpai di daerah lainnya. Tekanan ekologi di kawasan ini sangat besar, dinamis dan merupakan sentra berbagai aktivitas melalui aliran sungai mulai dari hulu sampai muara, perindustrian, pelabuhan, kawasan pemukiman, aktivitas kota dan desa. Kondisi ini menyebabkan menurunnya daya dukung, produksi dan meningkatnya pencemaran. Berkenaan dengan hal tersebut peran tata ruang dan kesesuaian lahan sangat penting dalam budidaya udang yang berkelanjutan. Di kawasan Teluk Banten, tekanan terhadap ekosistem di wilayah ini merupakan konsekuensi dari dinamika pembangunan yang berlangsung di kawasan darat. Dinamika pembangunan tersebut tidak lepas dari pengelolaan yang diterapkan oleh otoritas wilayah sebagai pengambil kebijakan. Pengelolaan kawasan ini sangat ditentukan oleh kebijakan yang dijadikan referensi para pelaksana dan pengambil keputusan termasuk masyarakat yang berinisiatif memenuhi kebutuhannya. Aktifitas stakeholder seringkali memicu terjadinya konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pantai. Pertumbuhan ekonomi pesisir sering tidak sejalan dengan lingkungan. Ekspolitasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam mengelola sumberdaya alam pesisir yang tidak terarah sering memicu konflik sosial. Pengelolaan perikanan tidak terlepas dari banyak pihak antara lain: nelayan, pemerintah, lembagainstitusi, akademisi, pelaku perikanan pedagang, pengolah ikan dan lain – lain serta kerjasama antar stakeholders. Koordinasi ini menjadi sangat penting dalam memecahkan permasalahan pengelolaan pesisir Teluk Banten. Pengelolaan bersama ko- manajemen perikanan dapat menjadi alternatif bagi pengelolaan perikanan di Indonesia karena pada dasarnya menitik beratkan pada pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan pengguna sumberdaya Andrianto et al. 2011. Salah satu program pengelolaan kawasan kelautan dan perikanan adalah industrialiasi. Yang dimaksud dengan indusrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumberdaya manusia untuk kesejahteraan masyarakat KKP 2013. Industrialisasi perikanan budidaya udang diharapkan dapat menghasilkan udang yang terus meningkat dan berkelanjutan. Faktor yang mempengaruhi berkelanjutan usaha akuakultur yaitu ketersediaan benih unggul, implementasi cara budidaya yang baik, pengelolaan lingkungan